SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG |Komoditas karet masih mendominasi ekspor sektor nonmigas di Sumatera Selatan seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir meski diketahui harga di pasaran internasional sedang jatuh.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Yos Rusdiansyah di Palembang, Senin, mengatakan, nilai ekspor nonmigas Sumatera Selatan pada periode Januari – Desember 2017 masih didominasi oleh komoditas karet yang mencapai nilai sebesar 2,06 miliar dolar AS, diikuti batubara sebesar 540,06 juta dolar AS dan minyak kelapa sawit dan fraksinya sebesar 181,90 juta dolar AS.
“Sebagai daerah penghasil karet, komoditas karet menjadi tumpuan ekspor nonmigas Sumsel sejak belasan tahun lalu,” kata dia.
Ekspor nonmigas Sumsel itu sebagian besar dikirim ke tiga negara Tiongkok, Amerika Serikat dan Malaysia yang masih-masing mencapai 1,2 miliar dolar AS, 390,21 juta dolar AS dan 370,69 juta dolar AS.
“Peranan ketiga negara itu mencapai 48,84 persen dari total ekspor periode Januari – Desember 2017,” ujar dia.
Sementara untuk ke negara lain, seperti ekspor ke Uni Eropa pada Januari – Desember 2017 mencapai 416,54 juta dolar AS.
Jika dibandingkan periode yang sama tahun 2016, ekspor ke Uni Eropa mengalami peningkatan sebesar 130,54 juta dolar AS. Begitu juga, ekspor ke ASEAN mencapai 821,60 juta dolar AS atau mengalami peningkatan sebesar 424 dolar AS jika dibandingkan periode yang sama tahun 2016.
Berdasarkan catatan BPS, nilai ekspor Sumatra Selatan sepanjang tahun 2017 tercatat 4,01 miliar dolar AS atau meningkat hampir dua kali lipat atau 98,15 persen jika dibanding tahun sebelumnya yakni 2,02 miliar dolar AS.
Penopangnya adalah ekspor nonmigas mencapai 3,78 miliar dolar AS.
“Sementara ekspor migas Sumsel belum mendominasi hanya 231,59 juta dolar AS meski peningkatannya mencapai 101,4 persen dibanding tahun 2016,” kata dia.
Terkait data bahwa komoditas karet sebagian besar dikirim ke luar negeri ini, Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Alex K Eddy mengatakan sudah saatnya serapan karet alam di dalam negeri itu ditingkatkan.
Menurutnya, banyaknya pasokan yang membanjiri pasar internasional telah membuat harga ideal tidak pernah terbentuk lagi sejak 2013 yakni dibawah 2 dolar AS per kg. Hingga kini serapan dalam negeri masih sangat rendah meski pada 2016 meningkat 9 persen dari tahun sebelumnya.
“Pada 2016 hanya terserap 601.890 ton karet alam dari total produksi 2,64 juta ton secara nasional. Jelas ini masih kurang karena Gapkindo berharap setidaknya tembus 1 juta ton,” kata dia.
Sumber: Antara
Editor: Sarono PS