SWARNANEWS.CO.ID, JAKARTA |Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) membuat aturan penjatahan atau kuota penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar Subidi untuk setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Hal ini sebagai upaya menghindari kelangkaan pada kedua jenis BBM tersebut.
Anggota Komite BPH Migas M Ibnu Fajar mengatakan, dalam penyaluran Premium dan Solar subsidi pemberian kuota Premium dan Solar subsidi dilakukan pada setiap kabupaten kota, kemudian PT Pertamina (Persero) ditugaskan untuk mengatur alokasinya.
“Karena begini setiap kuota diberikan per kabupaten kota idealnya badan usaha Pertamina yang mengatur alokasinya,” kata Ibnu, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Untuk mencegah SPBU lebih memilih menjual BBM non subsidi ketimbang bersubsidi, BPH Migas akan menerapkan penjatahan lebih detail ke setiap SPBU.
Pasalnya, SPBU di wilayah penugasan di luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali) wajib menjual Premium dan Solar Subsidi.
“Pada dasarnya semua SPBU di luar Jamali wajib,maka ke depan BPH Migas akan lebih detail menetapkan kuota sehingga lebih mudah mengontrol ke SPBU,” tuturnya.
Sebelum menerapkan rencanan tersebut, BPH Migas akan melakukan pendataan dan menerapan pemantauan penyaluran Premium dan Solar subsidi dengan menggunakan teknologi informasi. Sehingga konsumsi Premium dan Solar bisa terpantau dari jarak jauh.
Rencananya, penerapannya akan dilakukan pada tahun depan.
“Kita akan update data dulu ada permintaan dari pemerintah, dari Kementerian ESDM untuk melakukan IT itu per SPBU lihat data penjualan, Tahun depan kita akan terapkan,” tandasnya.
Sebelumnya, BPH Migas mengungkap penyebab kesulitan masyarakat di sejumlah daerah untuk memperoleh bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium.
Anggota Komite BPH Migas, Hendry Ahmad, mengatakan, BPH Migas terjun ke lapangan menyikapi keluhan masyarakat yang mengalami kesulitan dalam memperoleh Premium di SPBU.
Dari kegiatan tersebut ditemukan dua indikasi penyebab kesulitan masyarakat mendapatkan Premium. Pertama, aksi pengitiran atau mengurangi pasokan Premium yang dilakukan Pertamina agar kuotanya cukup hingga akhir tahun.
Hendry melanjutkan, indikasi kedua adalah pengusaha SPBU yang lebih memilih menjual BBM nonsubsidi seperti Pertalite dan Pertamax ketimbang Premium. Ini karena keuntungan jauh lebih besar. Kondisi ini membuat ketersediaan Premium di SPBU minim sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan Premium.
”Kedua karena SPBU sendiri, margin Premium lebih kecil dibanding Pertamax Pertalite. Premium Rp 280 per liter, Pertamax Pertaite Rp 400 per liter, karena margin lebih besar dari Premium mereka menebus Pertalite saja,” papar dia.
Editor: Sarono PS
Sumber: Liputan6.com