Kemiskinan Jadi PR Besar Sumsel

SWARNANEWS.CO.ID, PalembangPersoalan kemiskinan di Sumsel masih menjadi sorotan, angka kemiskinan masih berada diatas nasional yang hanya 10 persen dan Sumsel berada pada angka 13 persen.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Sumsel, Sudarso beberapa waktu lalu. Menurutnya, banyak indikator makro dan kesejahteraan yang bagus. Namun ada satu Pekerjaan Rumah yang tersisi mengenai tingkat kemiskinan sebab diatas rata-rata. “Nah kemiskinan ini sebagian besar ada di pedesaan,” katanya.

Lanjutnya, mata pencarian dipedesaan itu pertanian. Padahal, anggaran APBN untuk pertanian ini sangat besar. Dimana sejak 2016 hingga 2018 ini APBN dianggarakan untuk Sumsel mencapai Rp 1 triliun tapi memang untuk APBD sangat kecil. Semua menunjukan bahwa capaian kinerja dan keuangan sangat bagus  dengan anggaran kebijakan berupa percetakan sawah, bangun irigrasi,  pemberian bantuan beni.

Bahkan, kata dia, produksi beras petani  Sumsel surplus 2,5 juta ton. Tapi kenapa kesejahteraan petani turun berdasarkan Nilai Tukar Petani (NPT) setiap tahun dari data. “Artinya ada  hal  lain diluar produksi atau PR lainnya. Berarti ada yang salah,” ungkap dia.

Dilain pihak, lanjut dia, nilai tukar pengusaha petani pun meningkat.  Bisa jadi ini menunjukan  petani terus dirugikan sedangkan pengusaha diuntungkan. “Tolong pikirkan nasib petani,” pintanya.

Hal seperti ini, kata  dia, terjadi karena sistem yang salah seperti distribusi beras, hilirisasi yang belum berjalan. ”Nah, para petani ini butuh ini agar ada keberpihakan dan peningkatan NPT,” cetusnya.

Dikatakan, bicara NTP itu berarti berapa banyak nilai yang diperoleh dari usahanya dibandingkan berapa besar biaya dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhannya. Karena NPT terus menurun berarti Nilai tambah (value added) kecil. Karenannya, perlu didorong. ”APBN hanya mendorong produktifitas, namun  apakah produksi naik petani menikmati itu.  Jawabannya tidak apalagi ketika surplus ada import beras,” ucapnya.

Kepala BPS Sumsel, Yos Rusdiansyah mengatakan, tingginya tingkat kemiskinan saat ini ditengarai oleh beberapa faktor. Diantaranya masalah perbaikan kesempatan kerja yang padat karya masih relatif kurang, dan ketersediaan pangan melalui jalur distribusi kadang terganggu. “Rata-rata tingkat kemiskinan ini justru disumbang dari daerah pedesaan,” katanya

Meski kurun tiga tahun terakhir angka kemiskinan terus menurun, namunjumlahnya selalu masih berada di atas rata-rata nasional. Untuk di Sumsel, adapun daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi, yakni Musi Rawas Utara 19,49 persen, Lahat 16,81 persen, dan Musi Banyuasin 16,75 persen. “Masalah ini seyogyanya harus dapat menjadi focus perbaikan dari masing-masing pemerintah daerah,” katanya.

Sementara itu, Gubernur Sumsel, Alex Noerdin mengakui bahwa kemiskinan di Sumsel masih diatas rata-rata nasional. Namun angkat itu bersifat akumulasi (seluruhan). Artinya, ada juga daerah dengan tingkat kemiskinan rendah. ”Kami akan dorong itu untuk turun sebab provinsi tidak punya wilayah,” ungkap dia.

Dikatakannya, ada beberapa hal yang harus dilakukan kabupaten kota untuk menurunkan  kemiskinan di Sumsel sesuai dengan arah kebijakan dari BPS, BI dan lainnya. ”Setiap kabupaten kota memiliki target dan mereka harus memenuhi itu untuk mencapai penurunan signifikan,’tukasnya.

Ia mencontohkan, produksi beras yang tinggi ini  tidak lagi hanya mengandalkan  Bulog yang terkendala beberapa hal. Tetapi  pemda yang membeli beras petani dan simpan. Ini tentu menjaga ketahanan pangan dan  harga yang didapatkan petani lebih kompetitif. Tapi ada kebijakan impor beras harus hati-hati sebab kalau tidak tepat justru yang menikmati itu bukan petani melainkan pengusaha. ”Oleh karena itu, bupati dan walikota harus melakukan pembelian,” pungkasnya.

editor : Sarono ps

sumber : detiksumsel.com