Memaknai Arti Jihad

SWARNANEWS.CO.ID, Jakarta | Salah satu yang dibahas oleh Syekh Zainuddin dalam kitab Fath al-Muin adalah masalah jihad. Menurutnya, jihad itu adalah fardhu kifayah bagi setiap orang (al-jihadu huwa fardl kifayatu kullu ‘am). Fardhu kifayah itu bermakna orang akan terlepas dari beban hukum apabila ada orang lain yang sudah melaksanakan. Wa Allahu a’lamu.

Kitab ini sangat penting bagi setiap Muslim yang ingin mengetahui masalah jihad dalam Islam. Dalam kitab ini, Syekh Zainuddin hanya menggambarkan jihad secara singkat, namun cukup jelas.

Seperti diketahui, ketika peristiwa 11 September 2001 yang terjadi di Amerika Serikat (AS), umat islam disudutkan dengan isu terorisme. Bahkan, ketika muncul berbagai aksi yang berbau kekerasan di sejumlah daerah dan negara, umat Islam terus dipojokkan. Hingga kemudian, muncul pernyataan jihad dari berbagai umat Islam yang kecewa dengan sikap tersebut.

Menurut Syekh Zainuddin Al-Malibari, jihad tidak identik dengan istilah perang melawan kelompok non-Muslim. Bila makna ini yang diterjemahkan, jihad akan diidentikkan dengan kekerasan dan perusakan. Dalam kitab Fath al-Muin, terdapat empat kategori jihad.

Seperti disampaikan Ketua PBNU, Prof Dr KH Said Aqil Siraj, makna jihad dalam kitab ini bermakna sangat luas. Bahkan, membela hak-hak non-Muslim pun juga bagian dari jihad.

Keempat kategori jihad yang dijelaskan dalam Fath al-Muin itu, kata Agil, adalah jihad yang mengajak umat Islam untuk beriman kepada Allah, jihad menjalankan syariat agama, jihad mengajak umat Islam untuk membela diri apabila diganggu, dan jihad memberikan perlindungan pada setiap warga masyarakat.

”Jihad pada tingkatan pertama adalah mengajak umat untuk beriman kepada Allah dengan iman yang rasional dan argumentatif sehingga merupakan iman yang berkualitas, bukan iman hanya karena keturunan,” ujarnya.

Adapun jihad tahap kedua adalah menjalankan perintah syariat agama, seperti menjalankan shalat lima waktu, puasa, membayar zakat, dan kewajiban agama lainnya.

Sedangkan, pada tahap ketiga, jihad harus dilakukan apabila umat Islam diganggu, boleh melaksanakan perang. Hal inilah yang dilakukan oleh KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) yang mengeluarkan resolusi jihad untuk mengusir penjajah.

Sedangkan, pada tahapan selanjutnya, jihad adalah memberikan perlindungan kepada setiap warga masyarakat, Muslim atau non-Muslim, yang memiliki kepribadian baik. Perlindungan tersebut mencakup pemberian makan, pakaian, tempat tinggal, termasuk kesehatan. ”Jika kita bisa membangun masyarakat seperti ini, kita sudah ummatan wasathan (umat yang satu) dan beradab,” paparnya.

Sayangnya, lanjut Said Aqil, banyak umat Islam yang memaknai arti jihad dengan hanya berperang melawan non-Muslim. Padahal, makna jihad itu sangat luas.

editor : Sarono ps

sumber : republika.co.id