Kasus Tumpahan Minyak, Polisi Gunakan UU Lingkungan Hidup

SWARNANEWS.CO.ID, Balikpapan Kepolisian akan menggunakan UU Nomor 32 Tahun 1999 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup untuk menjerat para pelaku pencemaran di Teluk Balikpapan dalam kasus tumpahan minyak yang disertai kebakaran hebat pada Sabtu (31/3).

“Yaitu Pasal 99 ayat 1, 2, dan 3,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Komisaris Besar Polisi Yustan Alpian di Balikpapan, Rabu (4/4).Pasal 99 dan ketiga ayatnya itu mengancam para pelaku pencemar dengan hukuman hingga sembilan tahun pidana penjara dan denda maksimal Rp 9 miliar.

Hukuman maksimal itu bisa dikenakan apabila ada korban yang meninggal dunia atau luka berat. Hukuman paling ringan adalah tiga tahun penjara.Dalam kejadian tumpahan minyak dan kemudian kebakaran sebagian tumpahan itu di laut, mengakibatkan sebanyak lima orang tewas, satu orang mengalami luka bakar dan 20 lainnya selamat. Lima korban tewas adalah warga Balikpapan yang pergi ke Teluk Balikpapan untuk memancing.

Seorang korban merupakan nelayan profesional dan empat korban lainnya penghobi mancing.Sedangkan korban yang mengalami luka bakar adalah anak buah kapal (ABK) MV Ever Judger 2 yang tersengat api saat memadamkan kobaran api yang menjalar dari laut melalui tali kapal dan melalap sekoci di bagian kiri belakang kapal. Menurut Kombes Yustan, polisi telah memeriksa 11 orang sebagai saksi dalam kasus tumpahan minyak itu.

Mereka adalah nakhoda MV Ever Judger 2, seorang nelayan yang kebetulan ada di dekat lokasi kejadian perkara, keluarga korban tewas, tiga motoris speedboat, Kepala Kesyahbandaran dan Operasi Pelabuhan (KSOP) Semayang, dan satu orang dari PT Pelindo III yang sehari-hari mengurus Pelabuhan Semayang.

Menurut data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas tumpahan minyak mencapai 7.000 hektare. Di mana, pantai tercemar di sisi Balikpapan dan Penajam Paser Utara hingga 60 kilometer.

Tumpahan minyak juga mencemari hutan mangrove hingga Kariangau, selain di Kampung Atas Air Margasari, dan di Penajam. Ribuan orang terdampak baik secara ekonomi maupun kesehatan.

“Nelayan tidak bisa melaut dan banyak anak-anak dan perempuan terutama yang tidak tahan mencium bau minyak mengalami sesak napas, mual, dan muntah,” kata Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan Tri Bangun Laksana.

editor : Sarono ps

sumber : republika.co.id

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *