Banyak Langgar Skala Upah

SWARNANEWS.CO.ID Jelang Hari Buruh 1 Mei, berbagai persoalan yang dialami pekerja kembali mencuat. Salah satunya soal pendapatan. Hampir 80 persen perusahaan belum menyusun skala upah. Seperti yang diungkap Koordinator Wilayah (Korwil) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Sumatera Selatan (Sumsel), Ramlianto.

“Tak heran kalau para buruh mengeluh upah mereka tidak layak,” katanya, kemarin. Padahal, skala upah itu diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah.

“Dengan tak diterapkannya skala upah, cenderung ada kecemburuan sosial bagi para pekerja. Juga rawan melanggar ketentuan upah minimum,” ungkapnya.

Persoalan lain yang terus berulang, perusahaan tidak memberikan bukti upah atau slip gaji. Lalu, pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak, hingga union busting terhadap para pengurus serikat buruh. “Kemudian pembiaran terhadap pelanggaran-pelanggaran kecurangan perusahaan. Serta tidak berjalannya fungsi pengawasan dan pembinaan,” tuturnya.

Dengan masih banyaknya kasus perburuhan ini, pihaknya pun akan menggelar aksi 1 Mei nanti. “Di DPRD Provinsi Sumsel. Akan ada orasi dan penyampaian pendapat,” tuturnya. Baik menyoal pengupahan, tenaga kerja asing, sistem outsourching, PHK buruh, dan lain-lain.

Pengurus Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Kabupaten Muba, Murzi Efendi, menjelaskan masih banyak pekerja yang menerima gaji di bawah penetapan. Contoh, kebanyakan pekerjaan subkontaktor dan lainnya menerima upah atau gaji di bawah UMK sebesar Rp2.684.650. “Pekerja ada menerima gaji hanya Rp2,3 juta, ada juga dibawah itu,” katanya.

Ini terjadi karena kurang maksimalnya kinerja serikat buruhnya yang ada. “Banyak serikat buruh tak memperjuangkan nasib pekerja yang ada. Belum lagi, keberadaan serikat kerja masih minim di Muba,” cetusnya.

Besok, ratusan anggota KASBI akan ikut turun ke jalan, bergabung dengan organisasi pekerja lainnya. “Kami akan suarakan penghapusan outsourcing yang rugikan pekerja,” tegasnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel, Sumarjono Saragih, mengatakan, pengusaha tentu akan bayar pekerja sesuai aturan pemerintah. Untuk pelanggaran perusahaan yang bayar upah tak layak, pihaknya menyerahkan kepada pemerintah untuk proses hukumnya. “Ada dua hal yang bisa dilakukan, penegakan hukum atau dialog,” tuturnya.

Dialog penting untuk mengetahui kendala perusahaan dan mencari solusi sehingga antara perusahaan dan pekerja bisa menemukan titik temu. Karena bisa jadi, perusahaan memang benar-benar tak mampu bayar gaji pekerja sesuai UMR.