Batasi Penyaluran Premium

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Ahmad Rizal mengatakan hasil audit dan verifikasi volume BPH Migas, sampai Maret PT Pertamina hanya salurkan premium sebesar 1.324.030 kilo liter. Atau 18 persen dari target penugasan seharusnya 25 persen. “Premium ini ‘kan jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP). Kuotanya 7,5 juta kiloliter. Itu wajib disalurkan di luar Jamali (Jawa Madura Bali),” tuturnya.

Kalau satu triwulan, tambah dia, harusnya 25 persen. Tapi ini baru 18 persen di triwulan 1 2018. “Padahal premium itu wajib disediakan Pertamina. Namanya penugasan ya harus dikerjakan, kalau ini kan banyak tak tersalurkan,” sebutnya. Inilah salah satunya mengapa pemerintah akhirnya mencopot Dirut Pertamina. Lalu apakah premium sengaja ditahan Pertamina? Rizal meminta koran ini tanyakan langsung dengan Pertamina, apa masalahnya.

Tapi dia mengindikasikan kecilnya penyaluran premium karena alasan bisnis dan kebijakan direksi. “Kami tanya ke GM dan pekerja Pertamina itu, katanya mereka hanya menjalankan instruksi dari pusat,” tuturnya. Indikasi “bisnis” juga terlihat dari sedikitnya SPBU yang menjual premium. Kalau Pertamina klaim penyaluran sesuai kuota, tapi buktinya audit BPH Migas penyaluran premium tak sesuai target. Atau disebut ada peralihan konsumsi premium ke pertalite, sehingga penyaluran premium turun. “Buktinya antreum premium masih panjang, berarti minat premium itu tinggi,” cetusnya.

Karena itu, pihaknya akan mendesak kekurangan kuota itu harus ditambah. “Premium juga wajib dijual di jalur-jalur yang dibutuhkan masyarakat seperti jalur angkot, terminal, dan tempat khusus lainnya,” tuturnya.

Terpisah, General Manager Pertamina MOR II Sumbagsel, Erwin Hiswanto, mengklaim pihaknya tidak mengurangi kuota penyaluran dan distribusi BBM, khususnya BBM bersubsidi seperti premium. “Karena Pertamina memiliki tugas untuk tetap menyalurkan BBM beroktan 88 itu dan sebagian masyarakat masih menggunakannya,” cetusnya.
Selain itu, kata dia, ada peralihan minat masyarakat yang semula mengonsumsi premium ke BBM non subsidi seperti pertalite, pertamax, dexlite, dan sebagainya. “Ini karena kesadaran masyarakat bahwa menggunakan BBM non subsidi berimbas positif pada mesin kendaraannya,” ucapnya. Pihaknya pun menyangkal jika SPBU yang jual premium sedikit. Di wilayah Sumsel ini, dari 147 total SPBU, sebanyak 80 persen di antaranya masih menyediakan premium dan solar.

Regional Manager Communication & CSR Pertamina MOR II, Hermansyah Y Nasroen, menambahkan, kecenderungannya permintaan BBM saat ini banyak ke pertalite. Dan pertalite merupakan jenis BBM tanpa kuota. “Untuk kuota premium sendiri di Sumsel tahun 2018 sebanyak 330.383 kilo liter, dan per Februari 2018 sudah tersalur 33.265 kilo liter,” terangnya.

Komisaris Utama PT Pertamina, Tanri Abeng menambahkan, dewan komisaris selama ini sudah melakukan kajian mendalam. Salah satu yang menjadi perhatian memang program revitalisasi kilang minyak. “Selain itu, kita juga harus kaji dampak dan kenaikan harga minyak dunia. Karena ini mempengaruhi keuangan Pertamina,” ujarnya.