SWARNANEWS.CO.ID, YOGYAKARTA |Tak bisa dipungkiri pembangunan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) makin semarak. Berbagai infrastruktur sebagai pendukung pariwisata terus menggeliat di seluruh kawasan hingga pedesaan. Termasuk langkah-langkah pemerintah dalam upaya mengatasi persoalan kemiskinan dan ketimpangan sosial sangat kentara di sana. Hal itu yang terekam dalam perjalanan swarnanews.co.id beberapa waktu lalu.
Menurut data yang dikemukakan Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Mudrajat Kuncoro sejak 2010-2016 DIY hanya menyumbang 0,9% perekonomian nasional. Sumbangan terbesar adalah DKI Jakarta sebesar 17%. Saat bersamaan ketimpangan di DIY nomor satu nasional. Perekonomian DIY selama ini ditopang dari Sleman dan Jogja sebanyak 60%, Kulonprogo hanya 7,5% dan Gunungkidul 15%.
Saat itu pertumbuhan ekonomi di DIY belum ideal dan ketimpangan ekonomi wilayah cukup tinggi. Terutama wilayah tertinggal di Gunungkidul dan Kulonprogo. Kedua wilayah tersebut kini menjadi target utama sasaran pembangunan infrastruktur untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Memang pada kenyataannya hanya ada tiga penopang perekonomian di DIY, yakni budaya, pariwisata, dan pendidikan. Untuk itu pemprov DIY sudah menyiapkan menyiapkan tujuh prioritas pembangunan dari untuk menunjang pariwisata, yakni wisata Kraton-Malioboro dan sekitarnya, Prambanan-Ratu Boko dan sekitarnya, Lereng Merapi, Kars Gunungsewu, Parangtritis-Depok-Kuwaru, Pegunungan Menoreh, Kasongan-Tembi-Wukirsari dan sekitarnya.
Berdasarkan penelusuran Swarnanews.co.id di lokasi-lokasi tersebut makin semarak. Seperti pembangunan di pegunungan Bukit Menoreh untuk menyongsong adanya New Yogyakarta International Airport (NYIA).
Pemprov DIY tampaknya tidak ingin adanya bandara baru di Kulonprogo dan akses tol menuju Borobudur Jawa Tengah, sekitar menoreh hanya menjadi pelintasan karena wisatawan dari NYIA langsung ke Borobudur, Untuk itu mereka menyiapkan sekitar menoreh agar punya daya tarik untuk wisatawan.
Swarnanews.co.id juga melihat pengembangan jalan strategis untuk mendukung pariwisata juga sudah disiapkan di antaranya peningkatan Jalan Wates-Temon, Jalan Jogja-Bantul-Serandakan-Ngremang-Temon, Jogja Outer Ringroad, dan Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS).
Kemudian juga peningkatan Jalan Sentolo-Nanggulan-Klanong, Jalan Prambanan-Lemahbang-Ngalang-Gading-kawasan Geopark Gunungkidul serta pengembangan jalan pendukung budaya di sepanjang Selokan Mataram.
Dalam perjalanan tersebut dapat dilihat perkembangan pariwisata di DIY yang cukup pesat sudah mampu bersaing dengan pariwisata di berbagai negara.
Pada 2019 mendatang DIY menargetkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIY sebanyak 20 juta orang, berkali lipat dari capaian 2014 lalu sebanyak sembilan juta orang.
Wisatawan mancanegara selama ini didominasi dari Belanda, Jepang, Malaysia, Prancis, Jerman, AS, Singapura, Australia, Cina, dan Korea Selatan. Penyelenggaraan pengembangan even kebudayaan dan kesenian taraf internasional terus dilakukan dengan penguatan jejaring pemda, pemerintah pusat, akademisi, komunitas, masyarakat, dan swasta.
Swarnanews juga melihat DIY memiliki ciri khas budaya yang berbeda dengan daerah lain. Kearifan lokal yang sangat kental dapat dimanfaatkan sebagai upaya dalam peningkatan pariwisata. Sehingga ketersediaan infrastruktur dan moda transportasi melalui Bandara Baru Internasional Yogyakarta di Kulon Progo dapat menjawab kebutuhan masyarakat dari beragam sektor. Momentum itu tampaknya ditangkap oleh masyarakat dan pemerintah dengan memperkuat kelestarian kearifan seperti UMKM pada sektor makanan dan pakaian. Semoga jadi contoh daerah lain memajukan berbagai potensi yang dimiliki.
Fotografer: Hendri Widianto
Teks/Editor: Sarono PS