Mendorong realisasi investasi KEK Tanjung Api-Api

SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG |Setidaknya sudah 10 perusahaan menandatangani nota kesepahaman dengan pengelola Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan untuk membangun sejumlah unit usaha di lokasi tersebut.

Namun dari 10 perusahaan itu, baru satu investor yang tercatat sudah mengantongi izin prinsip untuk investasi di KEK TAA, yakni PT Sriwijaya Tanjung Carat (STC).

Jika realisasi investasi di KEK TAA tak kunjung digenjot bisa jadi target penanaman modal senilai Rp29 triliun pada tahun ini bakal meleset.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sumatera Selatan Megaria mengatakan pemerintah berupaya mempercepat realisasi investasi ini dengan mempermudah proses perizinan bagi para investor.

Kemudahan ini dapat diberikan langsung karena pemerintah provinsi sudah mendapatkan pelimpahan wewenang dari Kemendag dan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).

Terkait dengan percepatan investasi ini juga, Pemprov Sumsel sudah membentuk BUMD, yakni PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (SMS) untuk mengelola KEK TAA sekaligus mencari investor yang ingin berekspansi ke KEK TAA.

Kepala Bidang Promosi DPMPTSP Sumsel Eko Agustrianto mengatakan target investasi Rp29 triliun terbilang tinggi mengingat realisasi triwulan I/2018 baru sekitar Rp3 triliun. Namun, jika KEK TAA terwujud maka bukan hal yang mustahil dapat tercapai.

Selama ini, investasi ke Sumsel selalu ke sektor primer, yakni pertanian dan perkebunan, pertambangan serta peternakan.

Pemerintah berharap dengan hadirnya KEK TAA akan membawa perubahan pola investasi ke sektor sekunder, yakni industri dan produk turunan (hilirisasi).

Berdasarkan data DPMPTSP mengenai realisasi investasi Sumsel pada 2017 diketahui tercapai Rp25,7 triliun dari target Rp25,3 triliun dengan penyokong terbesar realisasi tersebut berasal dari dua perusahaan, yakni PT Hutama Karya Rp2,3 triliun dengan proyek jalan tol dan PT Tanjung Enim Lestari (TEL) senilai Rp3,2 triliun.

“Investasi PT TEL tahun lalu cukup besar karena mereka mengganti bahan baku sehingga proses permesinan di pabrik kertasnya ditambah,” ujar dia.

Lonjakan investasi tertinggi terjadi pada 2016 di mana target tercatat Rp20,62 triliun, sementara realisasi mampu melejit menjadi Rp47,36 triliun karena ditopang investasi PT OKI Pulp&Paper senilai Rp33,54 triliun. Perusahaan ini tercatat telah menorehkan investasi total Rp43,68 triliun sejak pembangunan pada 2014.

“Rencananya OKI Pulp bakal berinvestasi lagi dengan membangun pabrik tisu pada 2019,” kata dia.

Selain itu, ada pula PT Semen Baturaja (Persero) Tbk yang membangun pabrik di OKU dengan nilai Rp2,36 triliun. Selanjutnya, terdapat PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang yang membangun pabrik di Palembang senilai Rp2,80 triliun.

Menurut Eko, salah satu masalah yang menghambat realisasi investasi adalah masih banyak perusahaan yang sudah mendapat izin prinsip tetapi belum melaksanakan pembangunan proyek

Oleh karena itu, pihaknya memastikan akan terus memantau perkembangan pembangunan proyek KEK TAA yang diajukan investor.

“Selama izin prinsip rentang waktu tetap dilaporkan sampai jangka waktu penyelesaian proyek. Kali ini kami `deadline` hingga dua tahun, jika tidak ada pembangunan maka diberi sanksi administrasi hingga pencabutan izin,” ujar dia.

Direktur Utama PT Sriwijaya Mandiri Sumatera Selatan (SMS) selaku badan usaha pengelola KEK TAA IGB Surya Negara mengatakan KEK TAA menjadi magnet tersendiri bagi investor untuk menanamkan modalnya ke Sumsel.

Pemprov Sumsel bersama pemangku kepentingan selalu berupaya menawarkan potensi kawasan pelabuhan internasional di TAA tersebut ke sejumlah investor, baik lokal maupun mancanegara.

Ia mengatakan perusahaan yang telah meneken prakontrak tersebut, yakni PT DEX Indonesia (kilang pengolahan minyak mentah) dengan kapasitas 100 ribu barel per hari (bph) dan tangki timbun minyak berkapasitas 12 juta barel, dan telah mengantongi izin lengkap untuk investasi di Kawasan Tanjung Carat.

Kemudian, PT Sriwijaya Tanjung Carat (STC), PT Indocoal International (pembangkit listrik), PT Hydro Cipta Energi (pengolahan air bersih), Bank Sumsel Babel (BSB), dan PT Indo-Rama Synthetics Tbk (petrokimia).

Begitu juga PT PLN, PT Bosowa, PT Alber Multi Kencana, dan PT Telkom Multi Karya, sedangkan dua lagi, yakni Pelindo II dan PT Pusri akan segera menyusul untuk melakukan penandatanganan prakontrak.

“Nilai investasi total dari calon `tenant` tersebut sekitar Rp100 triliun lebih,” kata dia.

Di KEK TAA akan dibagi empat zona sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51/2014 tentang KEK TAA, yakni zona pengolahan ekspor, logistik, industri, dan energi. Selain itu, juga akan didesain untuk menampung industri skala kecil (UMKM).

Terkait dengan pengembangan KEK TAA, Surya mengatakan, PT Sriwijaya Tanjung Carat (STC) selaku investor yang membangun kawasan telah mengerjakan gerbang kawasan dan jalan dengan target selesai pada Juni 2019.

“Tahun 2019 ditargetkan sudah ada gerbang kawasan, kantor pengelola dan kantor administrator serta infrastruktur `temporary fasility`, termasuk pembebasan minimal 217 hektare, sekarang baru 66,13 hektare,” kata dia.

Sementara itu, proyek KEK TAA terus mempercepat progres pembebasan lahan untuk mengejar target mulai dioperasikan kantor administrasi pada Juli 2018.

Sementara itu, kegiatan reklamasi hingga menjadi daratan di kawasan ini membutuhkan waktu sekitar 2,5 tahun atau ditargetkan selesai pada 2020.

“Berbagai upaya kami lakukan untuk mempercepat realisasi investasi ini, termasuk menghilangkan keraguan investor meski KEK TAA ini merupakan kawasan baru. Yang kami tawarkan yakni potensi ke depan, karena jika sudah ada pelabuhan laut maka akan lebih mudah menuju ke Asia atau Eropa,” kata dia.

Sumatera Selatan diberikan limpahan sumber daya alam yang beragam mulai dari mineral batu bara, minyak bumi, dan gas alam, hingga hasil perkebunan, seperti getah karet dan minyak sawit mentah.

Namun disayangkan, SDA yang berlimpah itu langsung diekspor dalam bentuk bahan mentah karena ketidakmampuan daerah menciptakan industri hilirisasi.

Sebenarnya, banyak investor asing yang tertarik mengolah SDA Sumsel itu, akan tetapi kelemahan di bidang infrastruktur membuat para pemodal asing mengurungkan niatnya.

Persoalan akut itu diharapkan dapat terselesaikan dengan hadirnya KEK TAA plus pelabuhan lautnya di Tanjung Carat, Banyuasin, Sumatera Selatan.

Dua lokasi reklamasi itu, yakni di kawasan Tanjung Carat seluas 2.202 hektare dan kawasan Tanjung Api-Api seluas 2.030 hektare yang akan diproyeksikan menjadi pelabuhan dan kawasan industri.

Kawasan Tanjung Carat sebagai penunjang KEK TAA akan dihubungkan oleh kawasan hutan lindung pinjam pakai yang saat ini sedang diurus perizinannya.

Pembangunan KEK TAA ini dipastikan akan terus berjalan karena pemerintah telah mendapatkan jaminan investasi kalangan swasta bidang usaha petrokimia, “refenery”, dan lainnya.

 Asian Games
Bukan hanya realisasi KEK TAA yang saat ini menjadi perhatian, akan tetapi juga peran Sumsel menjadi tuan rumah ajang “multievent” olahraga bergengsi 45 negara Asia, Asian Games XVIII/2018.

Sejumlah proyek infrastruktur penunjang Asian Games gencar dibangun sejak 2015, di antaranya jalur kereta api dalam kota Light Rail Transit sejauh 22,4 km dari Bandara SMB II ke Jakabaring Sport City, Jalan Tol Palembang-Inderalaya 19,5 km, Jembatan Musi IV dan Jembatan Musi VI, perluasan bandara, rumah sakit internasional, penambahan gardu induk, dan jalur pipa gas dalam kota.

Lantas bagaimana kaitan antara Asian Games dan KEK TAA? Gubernur Sumsel Alex Noedin memiliki jawabannya, “TAA ini adalah mesin ekonomi Sumsel di masa datang, sementara Asian Games ini hanya penggerak awalnya saja,” kata dia.

Menurut Alex, banyak pihak yang tidak mengerti mengenai arah kebijakan ekonominya itu dalam membangun Sumsel sehingga seolah-olah Asian Games ini menjadi tuan akhir.

Ia mengatakan Asian Games ini merupakan tujuan antara semata karena bagaimana mungkin mendatangkan investor jika daerah sendiri belum dikenal secara internasional.

Kemudian, yang patut dicermati, bagaimana pula mendatangkan investor jika infrastruktur belum mendukung untuk terbangunnya suatu industri yang berdaya saing.

“Bagaimana Sumsel punya LRT, jalan tol, Jembatan Musi IV, Jembatan Musi VI jika hanya mengandalkan APBD yang hanya Rp7,8 triliun setiap tahun. Caranya dengan menjadi tuan rumah Asian Games, saat ini saja sudah Rp68 triliun dana APBN masuk ke Sumsel,” kata dia.

Tak hanya itu, dengan menjadi tuan rumah Asian Games, hal tersebut menjadi sinyal positif bagi investor bahwa Sumsel merupakan daerah yang kondusif untuk menanamkan modal.

Namun, Alex menggarisbawahi bahwa ketika dua hal ini sudah terpenuhi, yakni dikenal investor dan didukung infrastruktur, maka tak ada cara lain selain menghidupkan mesin ekonomi Sumsel sebenarnya yakni KEK TAA.

“Oke lah investor ke Sumsel karena Asian Games, tapi sejatinya mereka juga melihat apa yang bisa dibisniskan di Sumsel ini. Di saat itu, Sumsel menyodorkan KEK TAA,” ujar mantan Bupati Musi Banyuasin itu.

Negara di bawah pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah menggaransi bahwa modal negara yang bakal masuk ke KEK TAA plus pelabuhannya yakni Rp100 triliun hingga tahun 2025, sementara saat ini yang sudah disepakati yakni Rp12 triliun yang penyalurannya secara bertahap.

Pemprov Sumsel sejak lama merancang lahirnya pelabuhan samudera, Pelabuhan Tanjung Api-Api di Kabupaten Banyuasin dengan maksud barang yang diproduksi akan langsung ke perairan internasional sehingga akan menekan biaya transfortasi.

Dengan begitu diharapkan akan muncul perusahaan asing yang mau membangun industri hilirisasi di Sumsel.

Kini Sumsel telah menggenggam momentum dengan menjadi tuan rumah Asian Games yang tergambar dalam pertumbuhan ekonomi triwulan III pada 2017 yang mencatat 5,56 persen, sementara nasional hanya 5,06 persen. Bank Indonesia pun berani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Sumsel berada pada kisaran 5,3-5,6 persen pada 2018.

Jangan sampai momentum itu berlalu begitu saja karena ketidakmampuan memutar mesin lanjutan, yakni KEK TAA.

Sumber: Antara
Editor: Sarono PS