Godaan Penghafal Alquran

SWARNANEWS.CO.ID, Yogyakarta | Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis mengahadiri acara wisuda Khatmil Quran Pondok Pesantren Pandanaran Yogyakarta, Kamis (3/5). Setidaknya ada 1.600 santri penghafal Alquran yang diwisuda dalam acara tersebut.

KH Cholil mengatakan, para wisudawan tersebut merupakan generasi qurani yang diharapkan pada masa yang akan datang. Karena itu, dalam tausiyahnya Kiai Cholil mengingatkan agar penghafal Alquran tersebut melanjutkan studinya untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalannya. Pasalnya, banyak godaan yang akan dihadapi penghafal Alquran di masa yang akan datang.

“Kelak mereka bisa menjadi ulama, cendekiawan, dokter, asitek dan lain-lain. Di era sekarang ini banyak godaan bagi pembawa misi Alquran dan pejuang agama Islam,” ujar KH Cholil dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/5).

Pertama, yaitu godaan dalam menghadapi arus pemikiran. Karena, pemikiran yang menghantui ajaran Islam saat ini terdapat ekstrimisme, baik yang pemikiran terlalu ke kanan ataupun terlalu ke kiri. “Karena tidak memahami Islam dengan benar sehingga tak bisa menjadi umat yang wasathi maka muncullah muslim libral dan muslim radikal,” ucapnya.

Dia menuturkan, pemikir liberal yang terlalu ke kiri seringkali merasa pintar, sehingga salah dalam memahami ayat Alquran. Sementara, pemikir radikal yang ke kanan-kananan memiliki pemahaman literalis dan tekstualis, sehingga tak jarang mengkafirkan yang lain. “Itulah yang menjadi tantangan pertama bagi penghafal Alquran,”  ujarnya.

Tantangan kedua, lanjut dia, yaitu terkait dengan persoalan ekonomi. “Kedua, ekonomi yang melilit dalam kehidupan seseorang kadang menjadi lupa dengan Alquran yang telah dihafalnya. Harapannya bagi para penghafal Alquran agar dapat memilih profesi yang seiring dengan kewajiban menjaga Alquran di qalbunya,” katanya.

Kemudian, tantangan ketiga bagi penghafal Alquran yaitu tantangan politik. Menurut dia, politik juga menjadi tantangan bahkan hambatan bagi pejuang Islam dan penghafal Alquran. Karena, kesibukan berorganisasi dan berpolitik kerap melalaikan tujuan awal perjuangan.

“Awalnya hanya untuk mengimbangi dinamikan sosial, tapi selanjutnya kadang terhanyut iming-iming politik yabg bertolak belakang dengan misi perjuangan yang ada di Alqran. Tak terkecuali penghafal Alqur’an menjadi lupa untuk menjaganya bahkan kadang lengah untuk mengamalkannya,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini.

editor : Sarono ps

sumber : republika.co.id