Padahal, sebagaimana tercantum di dalam pasal S7 ayat (1) UU 11/2016, pasal 5 ayat (4) Qanun 6/2016, PKPU 1/2018, dan pasal 10 UU 7/2017, semua norma hukum tersebut memberikan mandat kepada pemerintah untuk memperhatikan keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen.
Ditegaskannya sebagai salah satu komponen masyarakat, perempuan haruslah berada di segala lini. Khususnya, untuk memastikan berlangsungnya proses demokrasi berlandaskan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dan berkelanjutan.
Apabila perempuannya tidak hadir, maka dapat dikatakan proses berdemokrasinya telah gagal. Perlu diingat bersama, berbicara keterwakilan perempuan tidak hanya kewajiban perempuan, tetapi kewajiban semua termasuk laki-Iaki.
“Bicara keterwakilan perempuan bermakna bicara salah satu anggota masyarakat yang tanpa eksistensinya, maka akan terjadi ketimpangan. Kehadiran 30 persen perempuan dalam KIP adalah keniscayaan bagi suatu keseimbangan dan kemajuan di Aceh,” jelasnya dalam diskusi bertajuk ‘Potret Perempuan Kepala Daerah Terpilih di Pilkada 2018 dan Prospek Perempuan di Pemilu 2019’ di Media Center Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (1/8).
Oleh karena itu, SPKP mendukung langkah litigasi yang diambil terhadap kondisi ini. Gugatan yang akan dilakukan atas nama pribadi ini ditekankannya merupakan bentuk nyata dari kekecewaanya atas keputusan DPRK yang tidak sempurna dalam menafsirkan kaidah hukum yang berlaku.
Tak hanya itu, pihaknya juga akan melakukan gugatan terhadap SK Nomor : 842/PP.06-Kpt/05/KPU/VII/2018 dan SK Nomor : 955/PP.06-Kpt/OS/KPU/Vll/2018 yang dinilai tidak mengindahkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 74/PUU-Xl/2013.
Dimana diterangkan dalam putusan ini, affirmative action dalam pengisian keaggotaan perempuan dalam jabatan anggota KPU, KPU Provinsi, dalam hal ini KIP Aceh, dan KPU Kabupaten/ Kota.
Makanya, apabila terdapat perempuan yang telah lulus semua tahapan seleksi dan memenuhi kualifikasi yang sama dengan calon anggota laki-laki, sedangkan keanggotan perempuan belum ada, maka wajib adanya keterwakilan perempuan bagi mereka yang lolos tahapan seleksi tersebut.
“Affirmative Action yang dimaksud adalah apabila seorang kandidat perempuan telah melalui seluruh tahapan, dan lolos seleksi, dan perempuan masuk di dalamnya, adalah mengikat perlakukanya, tidak boleh tidak terdapat keterwakilan perempuan,” pungkasnya.
Setidaknya ada tiga penggugat yang berasal dari Aceh Barat, Banda Aceh, dan Langsa. Satu orang penggugat akan melayangkan sebuah gugatan, maka total keseluruhan akan ada tiga buah gugatan. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akan diajukan minggu ketiga bulan Agustus ini.