Membangun Kekuatan Ekonomi Sejak Dini

Oleh : Asih Wahyu Rini, MM
Praktisi Pers sekaligus Akademisi

Melihat matahari pagi tidak perlu muluk-muluk harus naik ke sebuah bukit, padahal cukup dari jendela kecil di bagian samping rumah kita terbuka setiap pagi pasti sudah terlihat saat mentari terbit.

Pertanyaanya, sudahkah kita membuka jendela setiap pagi. Benarkah jendela kita desain menghadap ke Timur sehingga mampu membantu kita melihat mentari saat pagi.

Perumpamaan itu laksana kita mengocek persoalan negeri ini yang tidak pernah habis. Mulai SDM katanya buruk. SDA yang tidak terurus hingga persoalan kebijakan yang banyak dinilai ngawur.

Siapa yang pantas menyalahkan dan pantas disalahkan dalam panggung ini. Kita sama sama menikmati negeri ini hanya dari pewaris yang sama, Nabi Adam dan istrinya Siti Hawa.

Jika dirunut kebutuhan Adam dan Hawa, hanya ingin saling menemani, saling membutuhkan dan saling melengkapi. Persoalan paling pokok lagi saling menjaga dunia ini agar bisa tetap bertahan sampai akhir hayat. Lantas siapa menciptakan sistem saat ini, semua itu jelas keturunan Adam dan Hawa. Kecerdasan manusia sudah termaktub dalam Alquran melebihi kecerdasan mahluq lain yang diciptakan Allah di muka bumi.

Inilah tugas penting manusia. Membawa akal ini menuju budi yang haqiqi. Sudah disempurnakan akhlaknya oleh kehadiran Nabi akhir zaman Muhammad SAW.

Wahai para penikmat negeri ini, berhentilah untuk saling mrncaci dan membenci. Mencari solusi lebih baik dari hanya sekedar saling mengkerdili. Lihatlah generasi negeri ini 10 hingga 20 tahun kedepan nanti, itulah potret diri kita saat ini.

Jika ekonomi hari ini sudah semakin ngeri untuk dinikmati. Sudah waktunya kembali ke rumah kita sendiri-sendiri dan melihat tanggungjawab kita masing masing dari rumah.

Di sanalah kita akan bisa belajar menjadi presiden, belajar menjadi mentri keuangan, mentri pemberdayaan SDM, mentri pertahanan, mentri perindustrian perdagangan, mentri pendidikan dan semua jenis mentri sesuai bidang yang kita sendiri inginkan.

Di rumah kita juga tidak ada istilah kebohongan, dan tidak ada istilah mark up. Tidak ada istilah salah penugasan dan salah penempatan pekerjaan. Sebab semua sumber dan pengeluaran juga SDM di rumah kita, semua kita kuasai dan kita ketahui. Jika ada ada hal buruk sekecil apapun pasti semampunya kita tutupi, jika ada hal membanggakan dengan semaksimal mungkin kita semangati.

Bila Rumah Kita itu layaknya negeri ini. Dinamika persoalan bangsa yang saat ini sedang dicabit cabit oleh kondisi ekonomi, sosial, politik kian meruncing sudah saatnya kita akhiri.

Mulailah lagi belajar mengatur negeri ini dari rumah kita sendiri. Persoalan ekonomi hari ini juga hasil didikan sistem perekonomian 10 bahkan 20 tahun lalu.

Jika anak tidak diajarkan berhutang, maka sampai kapanpun ia akan tahu dengan arti bagaimana membangun ekonomi dari sebuah perjuangan menghasilkan. Jik anak diajarkan sejak dini bekerja dan menghargai uang, tidak ada anak yang akan malas dan hanya bisa menyalahkan orang lain saat dia tidak punya apa apa. Jika seorang anak diajarkan sejak dini memelihara menjaga sebaik mungkin yang ia miliki, tidak akan ada anak yang suka menjaminkan dan menjual barang miliknya hanya untuk memenuhi keinginanya sendiri. Begitulah seterusnya,perandaian pola didik generasi ini harus dimulai dari rumah dan diri sendiri.

Biarlah bangsa ini sedikit menanti, tiba waktunya akan memetik hasil ini jika kita komit dan negeri ini mau kuat mendidik generasi dengan cara ini.

Termasuk mendidik negeri ini mencintai produk sendiri dalam negeri. Maka mulailah dari anak-anak. Kenalkan anak agar mencintai produk dalam negeri. Mereka akan jadi kekuatan ekonomi menyeluruh di negeri ini, bukan kekuatan bagi negara lain.

Siapa yang tak kenal Mercedez Benz, VW dan BMW, bahkan VW menjadi group pabrikan otomotif terbesar sejagad. Di dunia farmasi kita kenal merek Aspirin, Baygon, CDR, Redoxon hingga perusahaan Bayer menyebat seantero dunia. Di dunia tools dan engineering kita mengenal merek Bosch. Saat traveling turis mengincar koper merek Rimowa hingga kran merek Kohler yang selalu diburu karena terkenal awet dan kokoh. Di dunia kosmetik ada Nivea, dan siapa yang tak kenal merek Adidas.

Apa iya merek ini hanya dikenal kalangan dewasa. Anak anak pun tahu. Untuk bisa dikenal sejagat, merek merek ini juga butuh puluhan tahun memelihara generasi merek di lumbung-lumbung program mereka.

Dari merek-merek besar ini devisa negara masuk, produk mereka menjadi market leader di negara lain. Peneliti dan master business managementnya menyebar menjadi Board of Director di afiliasi perusahaan di seluruh dunia. Ekonomi mereka kuat, industri menjadi penopang kekuatan ekonomi, mereka kelebihan uang, rakyatpun tak dibuat kelaparan karena mewajibkan pajak yang besar untuk industri strategisnya. Sekolah gratis, transportasi gratis jaminan sosial dan kesehatan hingga penduduknya meninggal. Seolah urusan perut bagi mereka sudah tuntas.

Bagaimana mereka besar, di kampus ini mereka bermula, didatangkan dosen-dosen terbaik di dunia, fasilitas kampus yang lengkap, ruangan terbesarnya bukan aula tetapi perpustakaan berlantai 7, gedung khusus nan megah, didukung sistem inventory yang sangat rapi. Kerjasama strategis bidang penelitian antara kampus dengan industri. Terlebih banyak industri besar yang dikuasai oleh negara alias BUMN. Dana risetpun mencapai 2.5% dari Pendapatan Domestic Bruto.

Akhir-akhir ini cara ini sudah diterapkan di China dan Thailand, Riset menjadi kekuatan utama pengembangan industri strategisnya.

Dosen diciptakan untuk meningkatkan mutu pendidikan, mereka ditekankan untuk memiliki project riset baik industri atau pengembangan komunitas dan teknologi di negara-negara berkembang. Bahkan Jerman menjadi kekuatan penelitian dunia dengan hadirnya ratusan peraih nobel keilmuan tiap tahunnya.

Bagi mahasiswa Indonesia tak mudah bertahan sekolah di Jerman, masuknya gampang tetapi keluarnya susah. Tak ada budaya contekan, tak biasa mereka sistem kebut semalam, tugas tak bisa ditawar, 3x gagal ujian drop out. Tak ada IP dan tak ada wisuda. Bagi mereka selebrasi tak penting.

Sepertinya pekerjaan yang sangat panjang bagi bangsa ini, isu disintegrasi, polarisasi kekuatan politik, kasus korupsi masih menjadi PR yang ga pernah tuntas. Di saat negara lain melesat membangun kekuatan ekonomi. Tanpa kita sadari kita sudah disalip Vietnam, Thailand dan Malaysia. Mereka sudah menyiapkan kekuatan itu puluhan tahun lalu jauh saat Indonesia masih tidur tiduran saja.

Pilihan berada di pemangku jabatan bangsa kita, apakah menjadikan bangsa ini sebagai kekuatan ekonomi melalui industri yang mampu bersaing secara global atau kita hanya sebagai pasar saja. Mimpi untuk memiliki kekuatan ekonomi tak hanya modal penduduk besar saja, tetapi kualitas sumber daya manusia yang memiliki visi menjadikan negara ini besar.

Semoga Anggota Dewan, Pejabat Negara mampu bersinergi menciptakan kekuatan ekonomi baru bukan hanya urusan perut saja. Namun berdasar dari diri sendiri, keluarga, lingkungan dan ghirah kekuatan hebat untuk bisa mengubah negeri ini menjadi warna yang lebih baik lagi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *