JM Cermin Bangsa
PS Cerminya Anak Muda
SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | Peta kekuatan politik Pilpres 2019 dinilai berbagai kalangan memiliki kejutan luar biasa. Jokowi Ma’ruf (JM) ada dinilai hasil aspirasi anak bangsa, sedang Prabowo Sandi (PS) jelmaan anak muda bangsa. Meski begitu, hal pokok terpenting adalah manajemen kepemimpinanya.
Hal ini disampaikan langsung oleh Rektor Unsri Prof. Dr. Ir Anis Saggaf, MSCE usai melantik ICMI Orda Palembang (10/8) di Gedung Parameswara.
Baginya, berselisih siapa paling unggul tidak ada gunanya. Pokok terpenting adalah pengalaman mereka harus dituangkan dalam pemetaan manajemen kepemimpinan yang bagus.
Indonesia butuh tangan kuat untuk memperbaiki struktur perekonomian. Jika ini bagus maka perpolitikan juga terkendali. Semua butuh ini.
Sebagai rektor, ia mengaku butub dimulai dari perbaikan SDM sebagai aset bangsa terdepan. Kedua pengakuan hasil hasil riset dari semua PT agar lebih diutamakan aplikasinya untuk pemenuhan perbaikan ekonomi beserta semua liding sektor.
Bangsa sudah cukup dibodohi oleh penjajah Belanda. Jangan sampai ini terulang kembali dalam bentuk apapun. Rakyat butuh pemimpin faham menejemen memimpin agar semua terakomodir dengan baik.
Anis menilai, capres atau cawapres semua dibutuhkan ilmunya. Pihaknya berharap semua bisa menggunakan kapasitasnya bisa jadi pemimpin yang handal di zaman seperti saat ini.
Sementara itu, dari sisi analisa peta politik, M. Haekal Al Haffafah S.Sos Pengamat politik dari Lembaga Kajian Politik dan Pembangunan Teras Indonesia Jumat (10/8) mengakui sebagai rakyat cukup terkejut dengan hadirnya sosok baru.
“Diluar dugaan Jokowi memilih kiai Ma’ruf amin sebagai Cawapres. Ini membuktikan kecerdasan para tim Jokowi. Paling tidak untuk dual hal, ” jelas Haekal.
Pertama Kiai Ma’ruf amin merupakan sepuh di NU yang memiliki banyak basis dan pengikut. Sehingga semua pihak (partai koalisi) dapat menerima keputusan ini termasuk Cak Imin yang awalnya digadang sebagai Cawapres.
Kedua, Kehadiran Ma’ruf Amin menjadi sosok yang mampu mengcounter isu bahwa Jokowi tidak pro Islam.
Selanjutnya dalam menilai Cawapres Prabowo dijelaskan Haikal bahwa Prabowo dinilai publik tidak serius menjadi Oposisi. Kehadiran Sandiago Uno sebagai Cawapres tidak memenuhi ekspetasi publik.
Pertama, Sandiago Uno bukan politisi yang memiliki basis pendukung yang kuat, kalau untuk representasi mewakili kaum muda iya. Tapi apakah mampu? Ini yang perlu pembuktian.
Kedua, Prabowo gagal dalam memilih pasangan, yang dipilih bukan dari profesianal atau kader partai koalisi, justru dari partai sendiri. Keputusan ini dinilai publik sebagai keputusan yang tidak serius bahkan dinilai main-main.(*)
Teks : Asih-Fuad
Editor : Asih