Terkena Imbas Pembangunan LRT
SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | Sungguh miris nasib tugu bersejarah satu ini. Karena proyek LRT diagung agungkan mampu menimbun pundi investasi bagi Sumsel, akhirnya tugu bersejarah Perang 5 Hari 5 Malam ini tidak begitu dipedulikan lagi.
Pantauan Swarna di lapangan, kondisi Tugu Perang Lima Hari Lima Malam atau Tugu peristiwa bersejarah tahun 1947 di samping Jembatan Ampera, 16 Ilir Palembang sangat memprihatinkan. Kini, tugu tersebut memprihatinkan dan diperparah dengan tertutupnya tugu tersebut oleh dibangunnya stasiun Light Rail Transit (LRT) di atasnya sehingga semakin tidak terawat dan tidak terlihat orang serta tidak semua orang bisa masuk ke dalamnya.
Tugu lima hari lima malam ini terlihat sederhana sekali bentuknya dan hanya bertuliskan.
“Dalam Pertempuran 5 Hari 5 Malam Mempertahankan Proklamasi 45 Di Sekitar Tempat Ini Telah Gugur Pahlawan-Pahlawan Bangsa Diantaranya Lettu Djoko Soerodjo”.
Lalu di bawahnya tertulis “Persembahan Masyarakat Ilir Timur I dan Sekitarnya”. Kiri dan kanannya ada diorama gambar pertempuran Lima Hari Lima Malam. Bambu runcing yang dibuat dari besi banyak yang menghilang dan hanya ada beberapa yang berdiri namun berkarat, sedangkan topi batok baja yang dulu terpasang dulu kini telah hilang.
Sebelumnya tugu ini dibuat untuk mengingatkan masyarakat bahwa di tempat tersebut pernah terjadi pertempuran besar dalam mempertahankan kemerdekaan yaitu perang lima hari lima malam tahun 1947. Hal ini diungkapkan oleh tokoh pemuda Palembang Kemas Khoirul Muklis yang berkesempatan mendatangi lokasi Tugu Perjuangan Rakyat 1947 tersebut.
Menurut Muklis, jika di lokasi ini terjadi satu episode perang 5 hari 5 malam pada Januari 1947. Dan beberapa yg gugur di sini sebagai pahlawan. “Kondisi tugu saat ini sudah tak bisa diakses langsung masyarakat karena masih tahap pengerjaan penyelesaian stasiun LRT di sana, dan tugu tersebut jadinya menempel langsung bangunan stasiun atau lebih tepatnya di kawasan yang bertegangan listrik tinggi. Hampir bisa dipastikan jika stasiun LRT sdh selesai 100% maka kawasan ini adalah kawasan terlarang bagi siapapun yang masuk,” katanya Senin (27/8).
Menurutnya, pertanyaannya, siapa yanbg pada awalnya berwenang mengizinkan pembangunan stasiun persis menempel di tugu tersebut.
“Apa pihak PT Waskita Karya melakukan tanpa koordinasi lebih dulu. Karena bisa saja pada saat awal pembangunan sedikit digeser atau apapun. Namun oke lah, semua mendukung pembangunan LRT sekarang yang harus dipikirkan solusi ke depan,” katanya.
Apakah dibuka akses untuk menuju ke sana dan sedikit dimodifikasi tugu kata Muklis, atau dipindahkan/ digeser beberapa meter arah air mancur sebab terlihat ada kawasan yang merupakan zona aman. Harusnya tugu tersebut harus menjadi bagian penghormatan kita kepada pahlawan dan sebagai peninggalan anak cucu mendatang,” katanya.
Tokoh masyarakat 16 Ilir, Ali Pali mengatakan awalnya sebelum dibangun tugu tersebut lokasi tersebut hanya di tandai kayu dan topi batok baja sebagai penanda pernah terjadi pertempuran sengit lima hari lima malam di kawasan 16 Ilir.
“Bangun tugu itu pakai swadaya masyarakat dan gotong royong LKMD, sumbang batu, sumbang semen dari rakyat , dak sampai seminggu selesai dibangun tugu itu, di tugu itu dulu banyak korban sipil dan TNI di tembak Belanda,“ katanya.
Dia berharap agar tugu tersebut yang di bangun masyarakat dapat diperhatikan dan menjadi pengingat para generasi muda kalau dulu pernah terjadi perang terbesar di nusantara lebih besar dari Bandung Lautan Api atau Perang di Surabaya yaitu perang lima hari lima malam tahun 1947 dimana Palembang di serang dan dihancurkan pasukan Belanda melalui tiga angkatan laut, darat dan udara sehingga menimbulkan banyak korban jiwa hingga 3000 orang jiwa menurut catatan Palang Merah Internasional. (*)
Teks : Fuad
Editor : Asih