Variasikan Entitas Bisnis
SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | PT. Samudera Indonesia (SI) Tbk. sebagai pelaku pasar dunia yang bertengger di Indonesia tak mau basa basi dan mengakui bahwa ekonomi saat ini sebenarnya sedang gawat. Kondisi ini dirasakan internal perusahaan langsung, meski sudah 7 entitas bisnis yang dikembangkan SI tapi tetao ketar ketir.
Branch Head PT. Samudera Indonesia, Tbk. Palembang, Timor Mahendra Nuansyah mengungkapkan secara blak blakan saat dijumpai Swarnanews di kantor utamanya (5/9).
Di semester I 2018 ini kata Timor, sudah sangat terasa dengan mulai turunya target dari rata rata Rp. 2,8 Miliar hanya tercapai Rp. 1,8 miliar. ” Memang belum separah 1998 2008 lalu turun hingga 50 persen. Tapi gawatnya sudah semakin terasa di internal sebagai pelaku pasar langsung,” tegas Timor.
Nah, di semester II ini, bakal semakin terasa dengan naiknya dolar nyaris 15.000 kurang sedikit ini. Bisa dibayangkan, jika hedging lama ditetapkan hanya 13.000, tapi cost harus dibayar saat ini hampir 15.000, otomatis akan mengeruk margin perusahaan.
Meski dari sisi jenis bisnis Pelayaran SSL ke Luar Negeri dengan satu kapal dan PPNP domestik Jakarta Palembang masih relatif menguntungkan, lantaran arus import tinggi dan eksport relatif masih stabil guna pemenuhan kontrak kontrak lama. Meski neraca defisit sebab semua biaya cost kapal baik sewa atau milik sendiri berbiaya dolar, namun masih lumayan tertolong.
Lantas bagaimana saat akhir tahun ini usai, sementara kontrak kontrak perusahaan eksportir belum tentu bisa dijadikan pundi kedepanya. Inilah membuat pihak SI terus fokus inovasi di semua sektor. Dengan banyaknya ketidakpastian ini, khususnya akan mempengaruhi semua biaya perusahaan. Biasanya bisa masuk hingga 300 box saat ini dibatasi hanya 250 box saja.
Alhamdulillahnya masih ada 6 jenis bisnis lainya diharapkan bisa stabil dan terus jadi tulang punggung alternatif setelah jenis bisnis pelayaran.
Seperti Depo Empety dikelola PT SS Log, ini juga lumayan stabil, sebab Depo Container ini merupakan fix aset dan harga sewanya cenderung naik khususnya sewa storage dan handling sehingga bisa jadi alternatif tulang punggung saat ini.
Jenis bisnis lainya dikelola SI, keagenan, logistik oleh Silk Cargo dan Samudera Sriwijaya Logistik, Tracking dikelola oleh PT Samudera P, dan PBM oleh PT Musi Kalijaya.
Meski beberapa diantaranya juga semakin redup, namun SI terus meningkatkan kreatifitas dan taat aturan, guna tetap menjaga hasil kinerja yang baik.
Oleh sebab itulah, pihaknya yakin SI masih bisa bertahan hingga 1 tahun kedepan jika dengan kondisi masih sama dengan hari ini. Untuk terus bertahan di tahun tahun seterusnya, pihaknya akan fokus menjaga aset agar tetap bergerak dan menghasilkan. Serta meminimalisir aset tidak bergerak. Dengan kondisi ekonomi saat ini, perusahaan pasti akan menyetop investasi sifat bahan bakunya mengandalkan import.
Bisnis logistik ini equipment, semua ada cost sama besar. Baik saat bergerak ataupun saat tidak bergerak.
Termasuk rencana Samudera Indonesia pusat akan mendatangkan 28 kapal lagi, menambah jumlah kapal saat ini 38 unit untuk aktifitas LN dan 6 unit domestik.
SI khususnya Palembang masih akan menimbang, akan menambah kapal yang ada 3 eksport dan 5 domestik jadi 9 totalnya atau tidak. Jika melihat pasar saat ini, permintaan pasar baru mrncapai 8.000, dengan kapasitas terpasang muatan kapal 6
000. Jadi hanya sisa 2.000 saja. Jika menambah satu kapal artinya masih minus 4.000. Dengan begitu menambah satu unut kapal area Palembang masih belum waktunya. Menunggu tonasenya over hingga 6.000 baru akan ditambah.
“Jika terpenuhi di semester 2 ini, artinya tahun depan bisa Palembang lounching satu kapal baru dari Samudera Indonesia,” imbuhhya.
Ia berharap ada kejujuran pemerintah menyikapi kondisi perekonomian saat ini agar kembali sehat. Jangan menutupi fakta yang ada sehingga akan semakin membahayakan pergerakan ekonomi di semua lini.
Pengamat ekonomi pasar jebolan UNPAJ membidangi Hubungan Internasional Charles Paul MS mengakui, karakter pasar saat ini khususnya hampir sama di semua daerah. Secara umum perdagangan Indonesia memiliku 3 faktor.
Pertama mengelola sumber daya alam. Dimana manusia SDM sangat lemah. Semua jajaran belum banyak tahu how to product, how to distributor apalagi memenejemenya juga masih bingung. Harga harga semua product masih dikontrol okeh kartel. Pemda dan jajaran pemerintah belum punya leader to influence. Padahal seharusnya pemilik utama ini punya hak kontrol.
Faktor kedua infrastruktur lemah. Wajar jika beras petani di sini lebih mahal, karena biaya angkutnya mahal jalan dari desa rusak sehingga cost tinggi. Malah murah harga beras yang didatangkan import dari luar. Begitu juga sapi Lampung lebih mahal harganya dibandingkan sapi import dari Australia. Ini fakta.
Faktor ketiga latah dengan kerjasama kerjasama. “Seperti AFTA, FTZ dan apalah banyak lagi lainya, termasuk WTO dimana kita juga kena batunya dengan kondisi harga karet saat ini. Saya heran, yang seperti ini dipelihara dan tidak pernah dicari solusinya sehingga jadi masalah warisan dan rakyat masih diam,”imbuhnya.
Ia berharap semua pihak segera sadar melihat fakta di lapangan dan bukan sekedar mengkonsumsi info yang disajikan media. (*)
Teks/Editor : Asih