Rp 140 Trilliun untuk Wilayah Terpencil

Bank Wakaf dan BUMDes Center Sektor Prioritas

Pemerintah kini tampaknya bakal terus meningkatkan kapasitas perekonomian, khususnya di level menengah ke bawah. Tidak saja berkonsentrasi pada upaya perbaikan layanan dan sistem keuangan di lembaga bank, namun bakal memperluas layanan di sektor Industri Keuangan non Bank.

SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida, didampingi Kepala Kantor OJK Regional 7, Panca Hadi, S, pada pertemuan evaluasi kinerja keuangan daerah kemarin membeberkan, meningkatnya volatilitas pasar global maupun domestik di tahun 2018 lalu, patut disyukuri.

Secara umum stabilitas makroekonomi masih terjaga. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 sekitar 5,15% , tertinggi sejak tahun 2014. Inflasi juga tetap terjaga rendah di level 3,13%.

Kinerja perekonomian Indonesia umumnya yang resilient dan terus tumbuh diakui pula oleh internasional sebagaimana ditunjukan dalam perbaikan global competitiveness index dan ease of doing business Indonesia serta pengakuan beberapa lembaga rating international, seperti Moodys dan Fitch.

Sejalan dengan kinerja fundamental makro ekonomi domestik, stabilitas sektor keuangan juga dapat terjaga dengan baik.

Capaian ini merupakan modal yang penting bagi industri untuk dapat tumbuh lebih baik dan meningkatkan perannya sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan katalis keberhasilan reformasi struktural.

Pertumbuhan kredit perbankan dari pemberian kredit oleh bank domestik tumbuh sekitar 11,75%. Sedangkan Pertumbuhan kredit ini meningkat signifikan dibandingkan tahun 2017 dan diikuti oleh tren rasio NPL gross perbankan yang terus menurun dan tercatat sebesar 2,37% (net 1,0 %).

Begitu juga dengan intermediasi di industri keuangan non bank yang tumbuh positif dengan rasio non-perfoming financing yang menurun.

Likuditas perbankan juga masih cukup memadai dengan excess reserve perbankan tercatat sebesar Rp 529 triliun. Sementara, rasio kecukupan likuiditas lainnya jauh di atas thresholdnya.

LDR perbankan memang mengalami sedikit peningkatan menjadi 94,04% akibat dari penurunan base money sebagai imbas terjadinya capital outflow selama tahun 2018.

OJK, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan akan selalu bekerjasama untuk menjaga likuiditas di pasar keuangan agar tetap memadai.

Di pasar modal, minat perusahaan untuk menghimpun dana terus meningkat. Jumlah emiten baru sepanjang tahun 2018 mencatat rekor tertingginya, yaitu sebanyak 62 emiten. Sedangkan nilai penghimpunan dana tercatat sebesar Rp166 triliun, relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2017 yang sebesar Rp255 triliun.

Adapun total dana kelolaan investasi tercatat mencapai Rp746 triliun, meningkat 8,3% dibandingkan akhir tahun 2017.

Pertumbuhan intermediasi industri keuangan ini ditopang dengan permodalan yang sangat memadai. Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 23,50%, sedangkan Risk-Based Capital industri asuransi umum sebesar 332% dan asuransi jiwa sebesar 441%, lebih tinggi dari threshold 120%. Gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,97 kali, jauh di bawah threshold maksimal sebesar 10 kali.

Hal ini memberikan bantalan yang kuat dalam kondisi pasar keuangan global yang mungkin masih berfluktuasi tahun ini.

Ramalan Ekonomi dan Jasa Keuangan 2019

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida

Di sosi lain, prediksi ramalan kondisi 2019, menurutnya ada tekanan dari pasar keuangan global diperkirakan akan berkurang dengan menurunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju dan melambatnya laju kenaikan FFR, sehingga akan mengurangi tekanan rebalancing portfolio keluar dari emerging markets.

Di sisi domestik, reformasi struktural tetap terus akan dilanjutkan untuk menurunkan ketidakseimbangan eksternal melalui peningkatan ekspor dan substitusi impor.

Oleh karena itu, pihaknya optimis tren perbaikan perekonomian dan kinerja sektor keuangan yang positif ini akan berlanjut di tahun 2019.

Pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat, diperkirakan mencapai 5,3% , didorong peningkatan efisiensi dan daya saing, serta peningkatan konsumsi Pemerintah dan masyarakat.

Tingkat inflasi juga diperkirakan masih terjaga relatif rendah di level 3,5% , seiring perbaikan infrastruktur logistik.

Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan diperkirakan tumbuh kuat dengan pertumbuhan kredit perbankan di kisaran 13±1%, dengan Rasio NPL diproyeksikan turun di akhir tahun 2019.

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga diperkirakan juga meningkat menjadi 8%-10%. Optimisme ini juga turut diperlihatkan oleh pelaku perbankan, sebagaimana tercermin dalam Rencana Bisnis Bank tahun 2019, yang menargetkan ekspansi kredit dan Dana Pihak Ketiga masing-masing sebesar 12,1% dan 11,5%.

Dengan optimisme perbaikan ekonomi tersebut, di pasar modal, pihaknya memproyeksikan tambahan 75 – 100 emiten baru di tahun 2019 dengan jumlah emisi di kisaran Rp200 triliun – Rp250 triliun.

Di Industri Keuangan Non Bank, pertumbuhan asetnya secara umum diperkirakan juga meningkat. Aset asuransi jiwa diperkirakan tumbuh sebesar 10%-13% dan asuransi umum tumbuh 14%-17%.

Sementara itu, aset perusahaan pembiayaan tumbuh 8%-11% dan aset dana pensiun diperkirakan akan tumbuh moderat, yaitu sekitar 7%-9% untuk Dana Pensiun Pemberi Kerja dan sekitar 13%-16% untuk Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

Optimis Tumbuh Lebih Baik

Meski banyak kendala, pihaknya melihat masih ada downside risks yang membayangi momentum pertumbuhan global dan domestik, namun tidak sebesar tahun 2018.

Diantaranya dampak normalisasi kebijakan moneter negara maju, tensi trade war Amerika Serikat dan Tiongkok yang tidak kunjung mencapai kesepakatan yang solid, serta perkembangan geopolitik di beberapa kawasan dan pelemahan ekonomi beberapa negara emerging market.

Melalui OJK , pihaknya akan siap memfasilitasi dan memberikan kemudahan dalam mendukung sektor-sektor prioritas Pemerintah untuk memberikan ruang gerak sektor riil yang lebih besar.

Pada tahun 2019 ini, kebijakan dan inisiatif akan difokuskan pada beberapa hal diantaranya.

Pertama, memperbesar peran alternatif pembiayaan jangka menengah dan panjang bagi sektor strategis, baik Pemerintah dan swasta, melalui pengembangan pembiayaan dari pasar modal, dengan target emisi baru di kisaran Rp200 triliun – Rp250 triliun, dan 75 – 100 emiten baru sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam paparan sebelumnya.

Upaya ini akan diwujudkan dengan mendorong, memfasilitasi, dan memberikan insentif kepada calon emiten melalui penerbitan efek berbasis utang/syariah, Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), Efek Beragun Aset (EBA), Dana Investasi Real Estate (DIRE), Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA), instrumen derivatif berupa Indonesia Goverment Bond Futures (IGBF), Medium-Term-Notes (MTN), dan pengembangan produk investasi berbasis syariah, diantaranya Sukuk Wakaf.

Sedangkan untuk mendukung upaya global dalam Sustainable Development Goals, kami terus mendorong realisasi program keuangan berkelanjutan dan blended finance untuk proyek-proyek yang ramah lingkungan dan sosial termasuk 31 proyek yang dengan skema blended finance yang disepakati dalam forum pertemuan tahunan IMF-World Bank Oktober lalu di Bali.

Kedua, dalam mendukung upaya pemerintah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional, industri jasa keuangan akan didorong untuk meningkatkan kontribusi pembiayaan kepada sektor prioritas seperti industri ekspor, substitusi impor, pariwisata maupun sektor perumahan, dan industri pengolahan.

Dalam mewujudkan upaya ini, pihaknya akan mendorong realisasi program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata bekerja sama dengan instansi terkait, diantaranya melalui pengembangan skema pembiayaan serta ekosistem pendukungnya, termasuk asuransi pariwisata, dukungan pendampingan kepada pelaku UMKM dan mikro di sektor pariwisata.

Selain itu pihaknya juga mendukung percepatan peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam mendorong ekspor.

Perhatikan Wilayah Terpencil

Selain itu, pihaknya juga akan menaruh perhatian besar pada penyediaan akses keuangan bagi UMKM dan masyarakat kecil di daerah terpencil yang belum terlayani oleh Lembaga Keuangan Formal.

Untuk itu, pihaknya akan meningkatkan kerjasama dengan Lembaga dan instansi terkait, diantaranya dalam rangka memfasilitasi penyaluran KUR dengan target sebesar Rp 140 triliun, khususnya dengan skema klaster bagi UMKM di sektor pariwisata dan ekspor, pendirian Bank Wakaf Mikro menjadi sekitar 100 lembaga pada akhir tahun 2019.

Termasuk percepatan pembentukan sekitar 100 BUMDes Center di berbagai daerah, bekerja sama dengan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dengan tujuan optimalisasi aktivitas ekonomi masyarakat desa. Termasuk juga penyaluran KPR Milenial, Bansos Non-Tunai, MEKAAR dan juga UMi.

“Lembaga jasa keuangan juga akan kami dorong untuk meningkatkan akses keuangan ke daerah-daerah terpencil melalui pemanfaatan teknologi, seperti perluasan Laku Pandai (branchless banking) dalam menjadi agen penyaluran kredit mikro di daerah, juga akan terus mengembangkan dan mengoptimalkan peran Perusahaan Efek di daerah,”bebernya.

Tidak hanya itu, pihaknya akan merevitalisasi peran Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan Satgas Waspada Investasi agar dapat mendukung pencapaian target indeks inklusi keuangan sebesar 75 % di tahun ini dan peningkatan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.

Selanjutnya, fokus yang ke-empat, mendorong inovasi industri jasa keuangan dalam menghadapi revolusi industri 4.0.

Untuk itu, pihaknya akan menyiapkan ekosistem yang memadai dan mendorong lembaga keuangan untuk melakukan digitalisasi produk dan layanan keuangannya dengan manajemen risiko yang handal.

Berkembangnya start up Fintech akan terus akan difasilitasi dan monitor, termasuk start up FinTech Peer-to-Peer Lending dan Equity Crowdfunding melalui kerangka pengaturan yang kondusif dalam mendorong inovasi dan sekaligus memberi perlindungan yang memadai bagi konsumen.

Selain itu, bersama dengan lembaga dan instansi terkait, pihaknya akan meningkatkan literasi masyarakat terhadap fintech dan memperkuat penegakan hukum bagi start-up fintech ilegal yang dapat merugikan masyakat luas.

Reformasi Industri- Internal OJK

Untuk dapat menjalankan berbagai kebijakan secara optimal, kami melakukan perbaikan internal di OJK.

Untuk itu, fokus yang kelima adalah pemanfaatan teknologi dalam proses bisnis, baik dalam pengawasan perbankan berbasis teknologi, dan perizinan yang lebih cepat termasuk proses fit and proper test, dari 30 hari kerja menjadi 14 hari kerja.

Struktur perbankan terus akan diperkuat dengan meningkatkan skala ekonomi dan daya saing serta efisiensi perbankan melalui intensitas penggunaan teknologi informasi, tidak terkecuali Bank Pembangunan Daerah. OJK juga akan mendorong pemanfaatan platform sharing untuk meningkatkan penetrasi dan efisiensi industri perbankan syariah.

Percepatan transformasi industri keuangan non-bank (IKNB) akan dilakukan dengan peningkatan tata kelola, aspek prudensial, maupun pelaksanaan market conduct serta penyempurnaan pengawasan berbasis risiko, kebijakan terkait asset registry dan rencana bisnis lembaga keuangan non-bank.

Ia juga menyambut baik capaian-capaian perekonomian dan kinerja sektor jasa keuangan di Sumatera Bagian Selatan. Untuk itu ia mengapresiasi seluruh otoritas terkait di Sumatera Bagian Selatan, Baik Pemerintah Daerah, DPRD, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan para pemangku kepentingan lainnya di daerah Sumatera Bagian Selatan.

Besar harapan saya, agar seluruh jajaran OJK di Sumatera Bagian Selatan dapat terus bekerjasama dan bersinergi dengan berbagai elemen Pemerintah dan Instansi di Sumatera Bagian Selatan serta pelaku industri jasa keuangan di daerah Sumatera Bagian Selatan, dalam mengawal kebijakan-kebijakan sekaligus memanfaatkan peluang yang ada serta mengantisipasi tantangan kedepan.

Dengan perkembangan ekonomi dan sektor jasa keuangan yang positif, kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi membangun optimisme bersama dan memanfaatkan momentum akselerasi pertumbuhan yang berkelanjutan.

917 Industri di Sumbagsel Tumbuh ideal

Industri Jasa Keuangan di wilayah kerja KR 7 Sumbagsel tergolong cukup banyak yaitu terdiri dari 917 industri jasa keuangan dengan total jaringan kantor sebanyak 3.747 jaringan.

Industri Perbankan terdiri dari 278 bank dengan 2.521 jaringan kantor, IKNB sebanyak 516 perusahaan dengan 1.025 jaringan kantor dan industri Pasar Modal sebanyak 123 perusahaan dengan 201 jaringan kantor.

Industri Perbankan di Sumatera Bagian Selatan pada posisi November 2018 mengalami pertumbuhan positif dan cukup ideal jika dibandingkan dengan posisi Desember 2017 (year to date).

Semuanya tercermin dari pertumbuhan aset yang mencapai 8,38%, Dana Pihak Ketiga 9,49% dan Penyaluran Kredit 5,13%.

Selain itu, fungsi intermediasi perbankan tergolong optimal yang tercermin dari LDR yang berada pada level 108,75%. Kinerja Perkreditan di wilayah Sumatera Bagian Selatan sendiri juga cukup baik yang tercermin dari rasio kredit bermasalah terjaga pada level 3,08%.

Kinerja Perbankan Syariah di Sumbagsel juga mengalami pertumbuhan positif, tercermin dari pertumbuhan aset 12,49%, Dana Pihak Ketiga 12,71%, dan Pembiayaan 15,54%.

Meski begitu, share perbankan syariah Sumatera Bagian Selatan dibandingkan dengan total aset perbankan di wilayah Sumatera Bagian Selatan tercatat hanya sebesar 7,02%.

Dengan begitu, tingkat literasi dan inklusi Keuangan perbankan syariah perlu ditingkatkan.

Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di wilayah Sumatera Bagian Selatan pada Desember 2018 tercatat sebesar Rp10,13 Triliun atau meningkat sebesar 22,35% secara year on year dengan portofolio terbesar pada KUR Mikro yang mencapai 56% dari total penyaluran.

Selain itu, dapat diinformasikan pula bahwa Pemerintah Sumatera Selatan menerima penghargaan terbaik ke-III (ketiga) Nasional sebagai Pemerintah Daerah/Provinsi pendukung program KUR tahun 2018.

Sementara itu, penyaluran kredit UMKM oleh Perbankan di Sumatera Bagian Selatan pada November 2018 telah mencapai 31,97% dari total kredit. OJK secara konsisten terus mendorong perbankan di wilayah Sumatera Bagian Selatan secara individu untuk dapat menyalurkan kredit UMKM minimal sebesar 20% sebagaimana diatur dalam ketentuan.

Untuk Perusahaan pembiayaan di wilayah Sumatera Bagian Selatan mengalami perbaikan yang tercermin dari tumbuhnya piutang pembiayaan sebesar Rp 3,88 triliun atau 14,08% yang juga diiringi dengan NPF yang masih terjaga di level 1,89% pada Desember 2018.

Aset dana pensiun di wilayah Sumatera Bagian Selatan mengalami peningkatan secara year to date sebesar Rp177 miliar (4,13%) sedangkan untuk investasi dana pensiun mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar Rp21,49 miliar (0,51%).

Sedangkan kinerja Industri Pasar Modal di wilayah Sumatera Bagian Selatan juga menunjukkan perkembangan yang positif. Masyarakat saat ini mulai melirik produk-produk pasar modal sebagai alternatif investasi.

Hal ini tercermin dari peningkatan Single Investor Identification (SID) dari sebesar 38.412 SID pada Desember 2017 menjadi 66.304 SID.

Pada Desember 2018 atau tumbuh 72,61%, pertumbuhan ini melebihi pertumbuhan SID Nasional yang tercatat sebesar 48,79% pada Desember 2018 (year on year).

Survei Literasi dan Inklusi yang terakhir dilakukan oleh OJK pada tahun 2016 menunjukkan bahwa tingkat literasi dan inklusi keuangan di wilayah Sumatera Bagian Selatan belum merata, tercermin hanya Prov. Sumsel dan Prov. Kep. Babel yang berada di atas indeks nasional, sedangkan untuk Provinsi Lampung hanya inklusi keuangan yang telah berada di atas indeks nasional.

Hal tersebut menunjukkan masih perlunya upaya untuk meningkatkan kegiatan inklusi dan literasi keuangan di daerah masing-masing.

“Kami sangat concern terhadap kondisi literasi dan inklusi keuangan di wilayah Sumatera Bagian Selatan ini, dan berbagai upaya edukasi terus dilakukan untuk mendorong tercapainya target inklusi keuangan secara nasional sebesar 75% dan target literasi sebesar 35% di tahun 2019 ini,” tegasnya.

Tercatat ada 102 kegiatan edukasi telah diselenggarakan seluruh Kantor OJK di wilayah Sumatera Bagian Selatan sepanjang tahun 2018.

Selain itu kantor-kantor OJK di wilayah Sumatera Bagian Selatan juga telah menindaklanjuti 236 pengaduan yang diterima dari masyarakat.

Bahkan sejak tanggal 2 Januari 2018, kantor-kantor OJK di wilayah Sumatera Bagian Selatan telah melayani 4.339 atau rata-rata per bulan sebanyak 362 permintaan informasi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dengan waktu pelayanan yang relatif singkat.

Sementara itu, Satgas Waspada Investasi (SWI) di wilayah Sumatera Bagian Selatan telah melakukan berbagai tindakan preventif dan represif, meliputi sosialisasi dan publikasi serta koordinasi dengan SWI Pusat dengan maksud memberikan pemahaman kepada masyarakat agar terhindar dari tawaran investasi ilegal dan tidak bertanggungjawab.

Dalam wadah Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), tahun 2018 OJK bersama stakeholder telah melaksanakan program-program kerja yang dimaksudkan untuk membuka atau memperluas akses keuangan, diantaranya dengan perluasan akses keuangan daerah, Pemberdayaan UMKM, Pemberdayaan BUMDes, dan Pemberdayaan Program Warung Desa.

Industri Jasa Keuangan di wilayah Sumatera Bagian Selatan pada tahun 2019, memiliki peluang yang baik untuk terus bertumbuh, mengingat wilayah Sumatera Bagian Selatan merupakan wilayah dengan luas daerah administratif yang cukup besar dan memiliki kekayaan alam yang baik.

Sedangkan hal-hal yang perlu dicermati antara lain adalah masih maraknya tawaran investasi ilegal di wilayah Sumatera Bagian Selatan yang berpotensi menimbulkan kerugian.

Selain itu, tingkat cybercrime yang cenderung meningkat seiring dengan perkembangan teknologi menuju revolusi industri 4.0. (*)

Teks/Editor : Asih