SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | Sejumlah pemerintah daerah menantikan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, sebab pemerintah pusat terhitung sejak 2017 masih belum melunasi alias terhutang. Namun, Kementrian Keuangan berjanji semua hutang DBH pemerintah pusat akan dilunasi dalam tahun anggaran 2019 ini. Hal itu terungkap pada Diskusi Hulu Migas dengan tema Membagi hasil minyak dan gas bumi untuk daerah, Selasa (30/04/2019), di Wyndham Hotel.
Seperti Musi Banyuasin yang sejak 2017 nilai DBH migas yang belum diselesaikan sekitar Rp 800 miliar dengan rincian, Rp 600 miliar piutang pemerintah pusat dan Rp 200 miliar piutang pemerintah Provinsi Sumsel.
Dijelaskan Adimansyah, Kasubdit Dana Bagi hasil Kementrian keuangan RI, yang tercatat di Kementrian Keuangan, piutang Dana Bagi Hasil sejak 2017, nilainya Rp 24 triliun untuk akumulasi nasional. “Tapi kami akan menyelesaikan 100 persen di tahun anggaran 2019. Rencananya penyelesaian dilakukan dua tahap, tahap pertama Bulan Mei-Juni. Tahap kedua diselesaikan Bulan November 2019,” jelasnya.
Kok telat membagikan DBH yang memang menjadi hak daerah penghasil? Dikatakan Adiman, pemerintah kala itu sedang mengalami kesulitan anggaran. Makanya baru dapat diselesaikan tahun ini. “Ada pos pos anggaran yang lebih penting, itu yang kita dahulukan terlebih dulu,” sebutnya.
Besarnya Dana Bagi Hasil Migas ini mengacu pada UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Lalu dikuatkan dengan PP No 66 2005 tentang dana perimbangan, serta PMK no 112/pmk.07/2017 tentang perubahan atas PMK No50/pmk.07/2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa.
DBH diberikan berdasarkan realisasi dan bukan berdasarkan alokasi. Nah, karena dibagi dalam bentuk realisasi maka di penghujung tahun akan ada perhitungan kurang bayar atau lebih bayar. Jadi misal sumsel realisasi migasnya mencapai Rp 100 miliar, sementara pemerintah pusat baru menyalurkan Rp75 miliar maka ada piutang negara ke Sumsel sebear Rp25 miliar.
Adapun porsi Dana Bagi Hasil minyak bumi ke daerah yakni 15,5 persen, dan DBH gas bumi 30,5 persen.
Dalam UU diatur, porsi 15,5 persen pembagiannya meliputi, 3 persen untuk prov yang bersangkutan, lalu untuk kab kota penghasil 6 persen. Sisanya 6 persen dibagi rata seluruh kab kota dalam wilayah prov tersebut yg bukan penghasil. Sementara untuk gas bumi 30,5 persen. Pembagiannya 6 persen untum provinsi yang bersangkutan, 12 persen kabupaten kota penghasil gas dan 12 persen lagi untuk kabupaten kota bukan penghasil gas.
Sementara Didik S Setyadi, Kepala Divisi Formalitas SKK Migas menjelaskan, sebenarnya dari hasil eksplorasi maupun eksploitasi migas bukan hanya dapat dinikmati dalam bentuk Dana Bagi Hasil Migas saja.Tapi bagaimana keterlibatan daerah di sana, seperti menyiapkan vendor lokal, tenaga kerja lokal sehingga terjadi perputaran ekonomi.
“Sehingga kita tidak semata mata mengharapkan dana bagi hasil. Karena harha minyak ini sifatnya fluktuatif. Ketika harga minyak di luar nalar kita. Seperti misalnya pernah harga minyak tinggi sampai menyentuh US D 100 lalu jatuh tiba tiba jadi USD 30 dolar, sehingga ekspektasi penerimaan kita juga jatuh ke bawah. Ini yg perlu kita sikapi,” bebernya.
Dia juga berujar, belum pernah dirinya melihat ada satu daerah yang masyarakatnya dari miskin berubah jadi kaya, hanya dari program CSR yang diberikan perusahaan yang sedang melakukan proses eksplorasi maupun ekaploitasi Migas tersebut. Sebab, CSR itu sifatnya lebih ke arah stimulan. Jadi kalau CSR untuk gantikan peran sejahterakan masyarakat, juga tidak benar.
“Saya belum melihat faktanya bahwa CSR benar benar bisa membantu kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Tapi kalau bisa digabungkan. Antara prog CSR dengan bagi hasil kontraktor, lalu tenaga kerja dikelola benar. Maka masyakat wilayah tersebut akan berkembang,” jelasnya.
Jangan sampai seperti negara Venezuela, negara yang menggantungkan ekonomi dari penghasilan migas saja. Begitu harga minyak hancur, ekonomi Venezuela ikut terpuruk. “Jadi untuk daerah penghasil jangan sampai begitu kandungan Migas daerah tersebut habis, daerah itu selanjutnya tidak mendapat apa apa,” jelasnya.
Adyanto Agus Handoyo, Kepala SKK Migas Wilayah Sumbagsel menambahkan, harapannya masyarakat jangan melihat dari sisi dana bagi hasil saja. Melainkan, bagaimana industri hulu migas memberi dampak multiflyer efek yg baik. Misal akan berkembangnya bisnis catering masyarakat, di daerah penghasil migas. Lalu juga akan tumbuh tenaga kerja lokal di daerah tersebut.
Sementara itu, dalam Diskusi Hulu Migas Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Sumbagsel, Adiyanto Agus Handoyo, dalam sambutannya saat membuka acara menyatakan bahwa acara Diskusi Hulu Migas diharapkan dapat membuka wawasan serta memberikan informasi paling terkini kepada para stakeholder hulu migas wilayah Sumbagsel terkait mekanisme penyaluran manfaat dari industri hulu migas kepada daerah.
“Diskusi Hulu Migas yang dilakukan secara jelas dan rinci melalui pemaparan dari para narasumber yang kompeten di bidangnya, kami harapkan dapat memberikan wawasan kepada publik. Para stakeholder akan mendapatkan pengetahuan dan kejelasan terkait pendistribusian DBH, untuk meminimalisir kesalahpahaman yang kerap terjadi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pelaku industri,” ungkapnya.
Teks/Editor : Maya