Siapkan Lahan untuk Relokasi
Buatkan Segmentasi Konsumen untuk Pasar Tradisional
Tidak banyak yang tahu, di balik pundi pundi peningkatan Anggaran Pendapatan Asli Daerah (APAD) Kota Palembang kini bertengger di angka Rp. 4 Triliun tahun 2019, masih menyisakan sejuta Pekerjaaan Rumah (PR) bagi kota Palembang. Pengelolaan pasar pasar tradisonal umumnya masih butuh keseriusan. Tak terkecuali Pasar 26 Ilir Palembang salah satu contoh kongkrit, kini banyak dikeluhkan masyarakat lantaran semrawut dan kumuh, padahal pasar ini berjarak tak kurang dari 500 meter saja dari Kantor Utama Walikota Palembang. Adakah solusi lain menyikapi ini?
SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | Pantauan Swarnanews di lapangan. Kondisi memprihatinkan ini terus berulang dan terulang. Tak heran, jika banyak masyarakat yang lalu lalang melintas di tengah jalan Soak 26 Ilir ini merasa sangat tidak nyaman bahkan susah dilewati lantaran dipenuhi pedagang hingga badan dan bahu jalan.
Kondisi makin parah saat bau tidak sedap dibawa tiupan angin menyebar dan menyatu dengan gundukan sampah di sekitar bahu jalan. Bahkan kondisi jalan becek di tengah pasar pun makin membuat suasana area central kuliner pempek ini pun terasa tak memiliki estetika sama sekali.
Munawir, (58) salah satu pedagang ikan basah yang mengaku lebih senang membuka lapak di bahu jalan, menuturkan, sebenarnya pihak Pol PP sudah sering menertibkan. “Tapi ya lagi-lagi lama lakunya kalau jualan di lapak dalam pasar, becek banget dek lapak di dalam. Beda kalau di pinggir jalan, meski harga jual kita naikkan dikit, orang lewat tahu dan banyak mampir beli,” kata Munawir mengakui.
Dirinya bersama penjualan lain mengaku sudah puluhan tahun berjualan di sini, selain strategis juga padat penduduk, sehingga peluang untung lebih besar. “Sampai siang pun masih bisa jualan di sini dek, banyak yang masih lewat,” imbuhnya.
Disinggung soal sanksi bagi pedagang yang masih menggunakan bahu jalan, padahal penertiban terus dilakukan. Sejauh ini belum ada sanksinya.
“Sanksinya apa lah, jangan lah kasih sanksi kami ni. Kami mau cari duit, jualan tempat lain susah. Kalau bisa buati bae tempat khusus di sini yang bagus, nyaman bersih,” pintanya.
Begitu juga dengan beberapa pedagang lain yang meminta hal serupa. Sejauh ini lapak tersedia di dalam Pasar, sangat sedikit dan kumuh, sehingga butuh solusi agar semua bisa dirangkul.
Butuh Lahan Khusus
Plt. Kepala PD Pasar Palembang, Syaiful, kepada Swarnanews (12/4) mengakui, pihaknya masih sangat butuh support dan masukan dari banyak pihak membantu menuntaskan mencari solusi persoalan Pasar tradisional saat ini.
“Kalau cuma penertiban, waah, itu sudah sering dan terus menerus dindo, cuma mereka yaitu, balek lagi dan balek lagi, begitu terus. Pasar 26 Ilir ini salah satu Pasar aktif ditertibkan, setelah Lembang dan Gandus,” paparnya.
Bukan sekedar penertiban biasa itu dek, tapi tim gabungan yang melakukan penertiban ini. “Habis ditertibkan paling sehari bersih, besok penuh lagi itu jalan,” kata Syaiful.
Sempat diminta relokasi, mereka para pedagang kata Syaiful, juga banyak mengeluh tidak mau relokasi. “Alasanya macam macam, tidak laku, jauh dan lain lain, pokoknya ampun luar biasa,” imbuhnya.
Bahkan sempat terjadi negosiasi mengumpulkan para pedagang, namun belum juga ketemu solusi kongkrit.
“Bagaimana bagusnya kita juga masih cari solusi agar pasar pasar kumuh ini bisa tertib dan mereka tidak dirugikan. Lantaran saat ini hampir sama Kondis rata rata pasar tradisional ini,” imbuhnya.
Syaiful menyebut kebutuhan mendesak saat ini, lahan khusus untuk merelokasi dan memetakan para pedagang.
Soal setoran pendapatan, Syaiful menyebut masih sesuai target harian. Ia berharap jika pasar 26 Ilir ini bisa tertata rapi dan nyaman juga tertib, akan mampu meningkatkan bargaining pendapatannya lebih besar lagi. Masih banyak potensi pedagang bisa di produktif kan lagi.
Baru Sebatas Penertiban
Kawasan pasar 26 Ilir yang merupakan tempat pusat jajanan kuliner Kota Palembang seperti pempek. Sejauh ini masih jauh dari upaya penataan yang baik.
Macet dan berlobang, juga parkir sulit menambah semrawut kawasan utama berdekatan dengan Kantor orang nomor satu di kota Palembang ini.
Hal ini diakui Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat Pol-PP) Kota Palembang, Alex Fernandus mengatakan, pihaknya terus menerus melakukan sosialisasi dalam membenahi pedagang pasar 26 Ilir dan itupun harus didukung semua pihak agar terlibat
“Seharusnya bahu jalan itu tidak boleh untuk berjualan. Agar masyarakat dapat leluasa menggunakan bahu jalan. Diharapkan peran aktif dari pihak Kelurahan, Kecamatan untuk melakukan sosialisasi,” katanya saat di bincangi Swarnanews disela-sela acara sosialisasi, di hotel Aston, Kamis (11/4).
Menurutnya, sekarang sudah waktunya tahap melakukan sangsi untuk penertiban, karena kesadaran masyarakat masih kurang. Walaupun tempat pasar telah disediakan arah ke dalam.
“Penertiban itu rutin dilakukan petugas satpol PP, namun pedagang tidak kapok-kapoknya untuk masih berjualan di bahu jalan,” terangnya.
Mengenai pengaturan lalu lintas di kawasan 26 Ilir, Kepala Dishub Kota Palembang Kurniawan menjelaskan, pihaknya akan menurunkan petugas di lapangan sekaligus akan mengecek secara langsung.
“Kita akan lihat titik kemacetan itu bagaimana supaya dapat diatur dengan sistem parkir satu paralel,” kata Kurniawan.
Waktunya Dikhususkan
Hal senada juga disampaikan oleh Bagian SDM Oka Nata Atmaja, saat ini pihaknya butuh strategi khusus menangani hal ini.
“Semua sudah ada penertiban tapi sampahnya masih seperti itu lagi, padahal semua perlahan disterilkan. Pasar 26 Ilir menjadi pasar terus jadi perhatian, selain pasar Gandus dan pasar Lemabang, ” kata Oka.
Pihaknya berharap satu per satu bisa diselesaikan dengan baik diberi kekhususan produk. Termasuk pasar 10 Ulu pedagangnya membludak sana sini hingga bawah Ampera.
Oka menyebut, sebenarnya di 26 Ilir salah satu pasar tumbuh, artinya memang harus ada strategi khusus menanganinya.
Butuh Segmentasi Pembeli Khusus
Mendengar persoalan krusial pasar tradisional dari tahun ke tahun tetap sama, dari takut relokasi hingga takut tidak laku, kesemuanya berujung pada kekusutan, ketidak tertibkan dan lainya, membuat pengamat ekonomi kerakyatan Weli Nrlis, MM, geram.
Akademisi Unsri menyebut, selama persoalan pokok segmentasi pasar tidak segera diubah, akan sulit merelokasi pedagang pedagang ini.
“Sudah waktunya ini difikirkan,” kata Weli. Harus semua pasar tradisional yang ada sudah punya segmen khusus agar bisa kita andalkan.
Ini penting agar perubahan iklim bisnis lebih fokus ke satu unit bisnis. Misal pasar khusus fashion, pasar khusus ikan, pasar khusus sayur, pasar khusus sembako dan semuanya.
Nah, beri proporsi, misal pasar 26 Ilir ditetapkan sebagai pasar khusus ikan, kasih proporsi penjual ikan di sana 69 -70 persen. Tiga puluh persenya baru diisi dengan pedagang campuran. Begitu terus juga untuk pasar pasar tradisonal lain.
Ini penting, agar pedagang lebih bisa mudah mendapat keuntungan proporsional, dan pembeli pun fokus. “Kan pasar induk Jakabaring sudah lengkap, sebagai distributor besar, dilanjutkan ke pasar pasar khusus tradisonal menyebar di semua sudut kota,” imbuhnya.
Ini akan mudah menghindari kekumuhan, tidak laku dan kesulitan penertiban. Sehingga semua akan dikelola sesuai dengan jenis dan resiko masing masing jenis pasar.
Akan ada saling support dan berkalobarisai, di sana ada pasar ini, di situ ada khusus pasar lainya. Seperti Internasional Plaza (IP) kini sudah mulai fokus elektronik dan HP ada kesatuan di pasar tersebut. Sehingga akan mudah diatur.
Silakan diidentifikasi sekarang, apa komoditas paling menonjol di sana pasar itu, itulah akan kita kelompokkan mulai produk kain kasar dan lainya menjadi komunitas terpadu.
Jika sifatnya umum hasilnya umum, inilah terjadi di pasar tradisional saat ini. Berbeda jika adaspesialis yang ditonjolkan, bukanberarti lainya tdk layak dijual di pasar tersebut. Namun proporsi diatas enam puluh persen harus diberikan untuk satu jenis produk dengan tema pasar khusus ini.
Saat ini baru ada pasar Burung di 16 Ilir terbentuk sendiri. Ini bisa segera dipetakan dan dibentuk lainya. Agar lebih cepat dikembangkan menejemen ya dengan baik.
Kelemahan saat ini pasar tradisional, fasilitas belum terpenuhi, padahal pasar tradisional segmenya harus jelas menengah ke bawah, akses, parkir dan fasilitas juga harus ditata untuk jangka panjang.
Soal jangkauan radius pasar itu idealnya berapa, menurutnya semua ya juga harus diukur dari kepada yang penduduk dan lahan yang proporsional, sehingga tidak ada pasar tumbuh yang merugikan ketertiban umum.
Weli juga menyinggung soal kepantasan harga sebuah produk lebih banyak ditentukan oleh manfaat emosional, bukan manfaat barangnya.
Jadi harga merupakan pengorbanan konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Di pasar tradisionl isal, ada yang jual harga premium, ini jelas kurang pantas, lantaran tidak adanya jaminan kenyamanan dan keamanan juga fasilitas penunjang lainya. Inilah cara strategi pasar salah satunya.
Ia juga menyinggung salah satu pola menarik konsumen. Diskon besar besaran salah satunya menjadi indikator strategi. Semakin gede diskon, emosional bisa semakin besar dimiliki konsumen.
Kedekatan psikologis konsumen dengan barang bisa dibalut dengan penyebutan harga dijual per gram sehingga image murah bisa menarik konsumen.
Tujuan promosi, selain memberikan informasi juga untuk meyakinkan, membandingkan, sebagai pengingat bahwa produk tersebut memiliki harga murah.(*)
Teks: Asih/Hermanto
Editor: Asih