Minim Anggaran Pendampingan Hukum Kurang Efektif

SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | Sejak di terbitkan Peraturan Daerah nomor 8 tahun 2012 tentang Bantuan Hukum cuma-cuma. Peran Organisasi Bantuan Hukum dan Pemerintahan Daerah (Pemda) dalam penanganan kasus perempuan di Sumsel sangat penting.

Hal ini dilakukan sebagai pendampingan kepada masyarakat yang bermasalah terkait hukum di wilayah Pemerintah Daerah Sumsel.

Demikian diungkapkan Ketua Internal LBH kota Palembang, Tamzil SH usai dibincangi Swarnanews saat acara Workshop untuk organisasi bantuan hukum, di hotel The Zuri Palembang, Senin (20/4/2019).

Menurutnya, sejauh ini peranan YLBHI kepada masyarakat, sebenarnya sudah lama dilakukan, setelah ada payung hukum undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum,” katanya.

“Prakteknya, dalam memberikan pendampingan hukum dinilai belum begitu efektif, dikarenakan persoalan anggaran yang dianggarkan belum begitu mencukupi terutama daerah terpencil,” terangnya.

Untuk itu, dengan diadakan workshop ini sebagai mendorong pemda dalam melaksanakan bantuan hukum sesuai telah diamanatkan dalam undang-undang bantuan hukum. Bahwa Pemda bisa melaksanakan bantuan hukum, sehingga dana yang di keluarkan Pemda dapat mencakupi daerah kabupaten sampai desa-desa terpencil.

Mengenai anggaran yang diberikan Pemda Sumsel sebesar  Rp 100 juta, Tamzil menjelaskan, bahwa sebenarnya belum mencukupi. Karena Pemda sebelumnya telah berpengalaman melakukan bantuan hukum melalui keputusan gubernur dan pembiayaan juga terinci. Baik biaya advokat, pengadaan, transportasi dan investigasi.

“Jika dianggarkan Pemda sebesar Rp 100 juta sedikit susah rinciannya. Karena Pemkot menganggarkan lebih dari anggaran Pemda Sumsel. Artinya harus dipertimbangkan, bukan saja persoalan jasa advokatnya, tetapi biaya operasional pendampingan,” paparnya

Selain itu yang menjadi sorotan advokat seperti didaerah yang bermasalah menyangkut soal hukum. Sehingga ada kaitan dan kendala ada di sana. Kasus yang diterima YLBHI selama tahun 2018 ada 62 kasus perempuan yang bermasalah dengan hukum.

“Sesuai data WWC mencapai 133 kasus yang di alami kaum perempuan. Artinya sering terakomodir di Polda terkendala di bagian Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA),” tutupnya.

Teks : Herwanto

Editor : Sarono PS