SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | Museum MACAN, institusi yang berfokus pada seni modern dan kontemporer, mempersembahkan sebuah pameran yang menelaah tentang perkembangan seni kontemporer Indonesia di masa menjelang dan setelah Reformasi 1998 di Musium Macan Jakarta.
Pameran bertajuk Dunia Dalam Berita ini menampilkan karya-karya dari sepuluh perupa kontemporer kenamaan Indonesia. Pameran dibuka mulai 1 Mei – 21 Juli 2019.
Pameran survei besar yang menampilkan sepuluh perupa kontemporer Indonesia ini membahas pergolakan politik menjelang dan setelah Reformasi. Tajuk Dunia dalam Berita terinspirasi dari program berita populer di TVRI, yang telah ditayangkan sejak 1973.
Kurasi pameran berpusat pada dua peristiwa penting dalam perkembangan seni kontemporer di Indonesia: dampak transisi dari era Orde Baru ke Reformasi pada sekelompok perupa antara tahun 1990-an hingga awal 2000-an.
Juga pengaruh kultur pop global di Indonesia, yang muncul dari demokratisasi media dan visual. Pameran penting ini akan menampilkan karya-karya sepuluh perupa Indonesia: Agus Suwage (l. 1959), FX Harsono (l.1949), Heri Dono (l. 1960), I GAK Murniasih (1966-2006), I Nyoman Masriadi(l. 1973), KrisnaMurti (l. 1957), Mella Jaarsma(l. 1960), S. Teddy D. (1970-2016), Taring Padi (didirikan 1998), danTisna Sanjaya (l. 1958).
Aaron Seeto, Direktur Museum MACAN, berpendapat, pameran ini membahas hubungan antara praktik berkesenian dan pengaruh peristiwa politik di Indonesia pada sebuah periode penting dalam perjalanan negara ini.
Reformasi memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan kebebasan berekspresi, transformasi lanskap media massa dan ekspresi artistik. Peristiwa tersebut membuka kesempatan yang lebih luas bagi para perupa untuk mengakses informasi, dan memfasilitasi cara-cara baru untuk mengekspresikan ide kepada publik.
Dalam pameran ini, Dunia dalam Berita diinterpretasi ulang sebagai cara-cara para perupa melihat dunia lewat pemberitaan dan media massa, dan MACAN dengan bangga menampilkan karya-karya para perupa yang, melalui berbagai cara, memengaruhi cara publik memandang seni, “.
Sebagai sebuah ikon, program televisi Dunia dalam Berita
mewakili berbagai perubahan politis, sosial dan teknologi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia. Dalamperiode 1990-an hinggaawal 2000-an, duapembaruandibuat: UndangUndang Dasar 1945 pasal 28 diperbaiki untuk menjamin kebebasan berekspresi dan berkomunikasisetiap orang; dan pengesahanUndangUndang no. 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers.
Pembaruan ini memungkinkan kemunculan beberapa stasiun TV, radio dan media cetak swasta baru.
Sebelumnya, bisnis media massa dikontrol secara ketat oleh negara. Dengan kebebasan media yang baru disahkan, perusahaan media dapat menawarkan program, termasuk hiburan, yang lebih beragam, termasuk program dari luar Indonesia, yang kemudian mengekspos masyarakat Indonesia terhadap kultur pop global.
Sementara itu, ketersediaan internet yang terus meningkat membuka akses terhadap informasi yang lebih luas dan mengubah pola konsumsi media dari pasif menjadi lebih aktif, sedangkan pencarian info berjejaring menyediakan wadah untuk penyebaran info dan diskusi politik di luar media arus utama (mainstream).
Taring Padi mengekspresikan kritik sosial mereka lewat bahasa visual yang menyuarakan perlawanan dan pemberdayaan masyarakat lewat karya spanduk dan poster.
Sedangkan Mella Jaarsma dan I GAK Murniasih mengeksplorasi tubuhdalam konteks politis dan gender dalam karya-karya mereka, mewakili identitas politik dalam kritik budaya.
Dalam karya-karya I Nyoman Masriadi, S. Teddy D., Agus Suwage dan Tisna Sanjaya, teks dan visual populer muncul dalam gaya satir yang mengandung komentar kritis seputar peristiwa dan fenomena sosial. PerupaFX Harsono dan Krisna Murti menggunakan visual dari media massa (seperti iklan dan berita) untuk memaknai kembali situasi politis dan sosial pada masa itu.
Sedangkan Heri Dono menginterpretasikan ulang visual tradisionaluntuk membahas isu sosial dan relasi kekuasaan dalam panggung politik nasional. (*)
Teks: Rilis
Editor : Asih