SWARNANEWS.CO.ID JAKARTA |PT Bukit Asam Tbk mencatatkan peningkatan kinerja operasional cukup baik sepanjang triwulan pertama 2019. Produksi batu bara pada TW 1 2019 tercapai sebesar 5,70 juta ton, meningkat 8,0 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu atau yaitu sebesar 5,28 juta ton.
Dalam rilis yang diterima Swarnanews, Rabu (23/04/2019), untuk angkutan batu bara Perseroan tercapai sebesar 5,84 juta ton, atau meningkat 7.6% dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar 5.43 juta ton. “Pada akhirnya ini mendorong peningkatan penjualan menjadi 6.65 juta ton atau naik sebesar 5.6% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 6.30 juta ton,” ujar Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk. Suherman dalam rilis tersebut.
Pencapaian kinerja operasi Perseroan ini tak lepas dari strategi manajemen dalam mengoptimalkan peluang pasar ekspor ke beberapa negara seperti India, Korea Selatan, Sri Lanka, dan Hongkong. Di tengah pembatasan impor yang dilakukan oleh China selaku pangsa pasar ekspor terbesar. Serta tentunya didukung oleh keberhasilan dari strategi optimasi penjualan ekspor batu bara medium to high calorie ke premium market.
Pendapatan Usaha Rp 5.34 Triliun
Sepanjang TW 1 2019, Perseroan mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 5.34 triliun, yang terdiri dari pendapatan penjualan batu bara domestik sebesar 46%, penjualan batu bara ekspor sebesar 50% dan aktivitas lainnya sebesar 4% yang terdiri dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa.
Pendapatan usaha ini dipengaruhi oleh harga jual rata-rata batu bara yang turun sebesar 13% menjadi Rp 772.044/ton dari Rp 887.883 di TW 1 2018. Penurunan tersebut disebabkan oleh pelemahan harga batubara Newcastle sebesar 7% maupun harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index / ICI) GAR 5000 sebesar 24% dibandingkan harga rata-rata TW | 2018, serta aturan pemerintah terkait harga jual DMO yang belum diimplementasikan secara penuh di TW I 2018.
Sementara untuk beban pokok penjualan pada tiga bulan pertama 2019 ini tercatat sebesar Rp 3.56 Triliun atau mengalami kenaikan sebesar 12% dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 3.17 Triliun. Dengan komposisi dan kenaikan terbesar terjadi pada biaya angkutan kereta api seiring dengan peningkatan volume angkutan batubara dan kenaikan biaya jasa penambangan seiring dengan peningkatan produksi dan peningkatan stripping rasio pada triwulan pertama 2019 sebesar 4.3 dari 4.2 pada TW 1 2018.
Laba Bersih Tembus Rp 1.14 Triliun
Dengan pendapatan dan peningkatan biaya tersebut, membuat pencapaian laba bersih Perseroan menjadi sebesar Rp 1.14 triliun dengan EBITDA tercapai sebesar Rp 1.73 triliun.
Dan, aset Perseroan per 31 Maret 2019 mencapai Rp 24.83 Triliun dengan komposisi terbesar pada aset tetap sebesar 27% dan kas setara kas sebesar 25%. Kas dan setara kas yang dimiliki Perseroan saat ini sebesar Rp 6.26 triliun relatif sama dibanding per 31 Desember 2018 sebesar Rp 6.30 triliun.\
Total liabilitas perseroan per 31 Maret 2019 sebesar Rp 7.27 triliun yang 58% diantaranya merupakan liabilitas jangka pendek. Total liabilitas tersebut turun dibandingkan liabilitas per 31 Desember 2018. Hal ini disebabkan oleh penurunan utang jangka pendek perusahaan.
Kondisi ini menyebabkan cash ratio atau cash and equivalent terhadap liabilitas jangka pendek Perseroan meningkat menjadi 286 %, yang berarti Perseroan memiliki likuiditas kuat atau sangat mampu memenuhi liabilitas jangka pendek tepat waktu.
Tahun ini juga, PTBA berencana meningkatkan target produksi, Angkutan Kereta Api, maupun Penjualan Perseroan merencanakan produksi batu bara sebesar 27,26 juta ton FY2019 atau naik 3% dari realisasi tahun sebelumnya sebesar 26,36 juta ton dan target angkutan pada 2019 menjadi 25,3 juta ton atau meningkat 12% dari realisasi angkutan kereta api FY2018.
Sedangkan untuk volume penjualan batu bara FY2018, Perseroan menargetkan untuk meningkatkannya menjadi 28,38 juta ton, yang terdiri dari penjualan batu bara domestik sebesar 13,67 juta ton dan penjualan batu bara ekspor sebesar 14,71 juta ton atau secara total sebesar 28,38 juta ton, meningkat 15% dari realisasi penjualan batu bara FY2018.
Peningkatan target penjualan ini ditopang oleh rencana penjualan ekspor untuk batu bara medium to high calorie ke premium market sebesar 3,8 juta ton.
Optimasi Angkutan Batu Bara
Untuk mendukung optimasi pengangkutan batu bara, PTBA telah bekerjasama dengan PT Kereta Api Indonesia dan di tahun 2019 direncanakan akan menyelesaikan pengembangan proyek angkutan batu bara jalur kereta api Tanjung Enim — Kertapati dengan kapasitas 5 juta ton/tahun, beserta pengembangan fasilitas Dermaga Kertapati.
Selain itu, untuk proyek angkutan kereta api arah Tanjung Enim — Tarahan (Tarahan First Line) direncanakan akan terselesaikan pada tahun 2019 dengan kapasitas 20,3 juta ton/tahun dan selanjutnya menjadi 25 juta ton/tahun pada tahun 2020.
Di tahun 2019 ini juga, Perseroan menganggarkan investasi sebesar Rp 6,47 Triliun yang terdiri dari Rp 1,13 Triliun untuk investasi rutin dan sisanya Rp 5,34 Triliun untuk investasi pengembangan.
Proyek Pengembangan
Sebagai upaya pengembangan bisnis hilirisasi batu bara kalori rendah, PTBA bersama dengan Pertamina selaku offiaker DME dan Air Products selaku pemilik teknologi gasifikasi batu bara, telah menandatangani Nota Kesepahaman di Allentown, Amerika Serikat pada tanggal 7 November 2018, yang kemudian pada tanggal 16 Januari 2019 dilanjutkan dengan penandatanganan Keangka Kerjasama Pendirian Joint Venture Company.
Kerjasama tersebut dimaksudkan sebagai dasar dimulainya studi kelayakan potensi bisnis Coal-to-Gas yaitu mengkonversi batu bara kalori rendah (GAR <3000 kcal/kg) milik PTBA di IUP Peranap, Riau menjadi dimethyl ether (DME). DME akan digunakan sebagai substitusi LPG sehingga mengurangi ketergantungan pada impor LPG. Proyek ini direncanakan akan mulai berproduksi pada tahun 2023 dengan konsumsi batu bara sebesar 8,7 juta ton / tahun dari Tambang Peranap PTBA.
PTBA telah menandatangani Head of Agreement dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero) dan PT Chandra Asri Petrochemical pada tanggal 8 Desember 2017, yang kemudian pada tanggal 3 Maret 2019 telah dilakukan Pencanangan Pembangunan Pabrik Coal to Urea-DME-Polypropelene di mulut tambang, Tanjung Enim, Sumatera Selatan dengan konsumsi batu bara mencapai 6,2 juta ton/tahun.
Melalui teknologi gasifikasi, akan merubah batu bara menjadi syngas sebagai feedstock untuk produksi urea dengan kapasitas 570 ribu ton per tahun, dimethyl ether (DME) dengan kapasitas 400 ribu ton per tahun dan polypropylene dengan kapasitas 450 ribu ton per tahun. Proyek ini direncanakan Commercial Operation Date (COD) pada akhir tahun 2022. Saat ini, proyek hilirisasi batu bara sedang memasuki tahap bankable feasibility study dan pembebasan lahan di suatu Kawasan Ekonomi Khusus Berbasis Batu Bara— Bukit Asam (Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone).
Proyek Angkutan Batu bara
Untuk optimasi pengangkutan batu bara, PTBA bekerjasama dengan PT Kereta Api Indonesia mengembangkan proyek angkutan batu bara jalur kereta api dengan kapasitas 60 juta ton/tahun pada tahun 2023, termasuk jalur baru yang terdiri dari:
Tanjung Enim — Arah Utara: e Dengan kapasitas angkut 10 juta ton/tahun, beserta fasilitas dermaga baru Perajin yang direncanakan akan beroperasi pada tahun 2023. e Pengembangan Dermaga Kertapati direncanakan siap beroperasi dengan kapasitas mencapai 5 juta ton/tahun pada tahun ini.
Tanjung Enim — Arah Selatan: e Tarahan-I, pengembangan kapasitas jalur existing menjadi 25 juta ton/tahun pada tahun 2020. e Tarahan-lI, dengan kapasitas angkut 20 juta ton/tahun dan direncanakan akan beroperasi pada tahun 2023. (*)
Teks: Rilis/Maya
Editor: Sarono PS