Di mana saja bertemu dengan anak kecil, Muhammad mengusap dan menciumnya.
SWARNANEWS.CO.ID, |Fatimah datang untuk menemui ayahnya, Muhammad SAW. Saat melihatnya, Rasulullah segera menyambutnya dan menyatakan selamat datang kepada putrinya itu. Beliau pun menghampiri Fatimah, menciumnya dan menyuruhnya duduk di tempat yang biasa beliau duduki. Fatimah berlaku sama saat ayahnya berkunjung ke rumahnya.
Sikap Rasulullah terhadap Fatimah menunjukkan perhatian dan kasih sayang yang ia tanamkan kepada anaknya. Perhatian serupa bukan monopoli Fatimah. Anak-anak lainnya memperoleh sentuhan sama dari Rasulullah. Beliau bahkan menempuh jarak yang jauh untuk menemui Ibrahim.
Sopian Muhammad dalam bukunya Manajemen Cinta Sang Nabi menuliskan, Ibrahim lahir dari rahim Mariyah al-Qibtiyah yang sayangnya meninggal pada usia kecil. Rasul kerap mengunjungi meski mereka tinggal di luar Kota Madinah. Bahkan, terkadang menorehkan rasa cemburu dari istri lainnya.
Perhatian manusia agung ini tak tergerus meski ia hendak bergerak bersama pasukannya ke medan perang. Menjelang kebe rangkatannya ke Perang Badar, salah satu putrinya, Ruqayah, didera sakit. Ia ingin putrinya itu tak ditinggal sendirian di rumahnya dan menanggung rasa sakit tanpa ada yang menunggui.
Karena Rasul harus memimpin pasukan, ia meminta suami Ruqayah yang juga salah satu sahabatnya, yaitu Usman bin Affan, untuk tinggal menemani istrinya tersebut. Usman menurut dan akhirnya urung ikut bersama Rasulullah ke Perang Badar. Rasul pun pandai menghadirkan kebahagiaan bagi anakanaknya.
Pada suatu masa, Rasulullah menawarkan calon suami kepada Fatima yang sudah dianggap pantas menuju pelaminan. Beliau membawa Ali bin Abu Thalib. Fatimah merasa cocok dengan calon suami yang diajukan ayahnya. Dengan senang hati, ia akhirnya menerima Ali sebagai suami.
Dari pasangan ini, Rasul memperoleh cucu yang disayanginya pula, yaitu Hasan dan Husain. Hatta terhadap anak angkat. Muhammad menawarkan perhatian dan kasih sayang yang porsinya sama. Ini bisa dilihat dari sikapnya terhadap Zaid bin Haritsah. Semula, Zaid adalah budak yang dihadiahkan oleh Khadijah, lalu diangkat sebagai anak.
Saat itu Zaid berusia delapan tahun. Pada awalnya, kesedihan sering melanda Zaid yang mengingat kedua orang tuanya. Perilaku lembut Rasulullah membuatnya menjadi nyaman. Ia memperoleh curahan kasih sayang yang besar. Soal hal ini, Aisyah meriwayatkan hubungan ayah dan anak angkatnya itu.
Suatu hari, ujar Aisyah, Zaid berkunjung ke Madinah dan kebetulan Rasulullah sedang berada di rumahnya. “Setelah ia mengetuk pintu, Rasulullah berdiri dan menghampirinya, lalu dipeluk dan diciumnya.”
Sebaliknya, Rasul tak mengajari anak-anaknya bergantung pada harta dan memanfaatkan strata sosial sebagai sumber kebahagiaan. Secara umum, Rasul mempunyai cinta yang besar kepada anak, bukan hanya kepada anaknya sen diri, melainkan juga anak lainnya. Misalnya, anak-anak kecil. Dalam buku Rasulullah, Manusia tanpa Cela disebutkan bahwa Muham mad mempercepat shalatnya jika men dengar tangisan bayi, sebab tak ingin ibu si bayi diserang kegelisahan.
Di mana saja bertemu dengan anak kecil, Muhammad mengusap dan menciumnya. Ini berlaku pula pada kedua cucunya, Hasan dan Husein. Ia mencium kedua cucunya itu di hadapan al-Aqra bin Habis yang kemudian merasa heran dan berkata, “Ya Rasul, saya mempunyai sepuluh anak, tak seorang pun yang pernah aku cium.”
Mendengar pernyataan al-Aqra, Rasul memandanginya dan menegaskan, “Siapa yang tidak memiliki rasa rahmat dalam hatinya tidak akan dirahmati Allah.” Di lain waktu, seorang Badui mendatangi beliau dan menyatakan, “Kalian suka benar mencium anak, sedangkan kami tak pernah melakukan hal serupa itu.”
Segera saja Rasulullah meresponsnya, “Apakah yang hendak kukatakan bila rahmat sudah hi lang tercerabut dari hati sese orang?” Demikian pernyataan Rasulullah yang dikisahkan oleh Ai syah mengenai kasih sayangnya kepada anak.
Teks: Rep
Editor: Sarono PS