SWARNANEWS.CO.ID, JAKARTA | Politikus Golkar Bowo Sidik Pangarso didakwa menerima gratifikasi sebesar 700 ribu dolar Singapura (sekitar Rp7,189 miliar), dan Rp600 juta yang digunakan untuk biaya kampanye sebagai calon anggota DPR dari Jawa Tengah.
“Terdakwa Bowo Sidik Pangarso selaku penyelenggara negara menerima gratifikasi berupa uang tunai sejumlah 250 ribu dolar Singapura, 200 ribu dolar Singapura, 200 ribu dolar Singapura, 50 ribu dolar Singapura, Rp600 juta yang berhubungan dengan jabatannya sebagai wakil ketua Komisi VI DPR dan anggota badan anggaran DPR,” kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Pada 29 Maret 2019, KPK melakukan penangkapan terhadap Bowo Sidik dan penggeledahan di kantor milik Bowo yaitu PT Inersia AMpak Engineers dan menemukan uang tunai sebear Rp8.000.300.000 dalam pecahan Rp20 ribu dalam 400.015 amplop putih yang ditempatkan di 4 ribu kotak amplop yang disimpan dalam 81 kardus dan 2 kontainer plastik warna oranye.
Uang tersebut berasal dari penukaran mata uang dolar Singapura karena jabatannya sebagai anggota Komisi VI dan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR dengan rincian:
Pertama, pada sekitar awal 2016 Bowo menerima 250 ribu dolar Singapura karena mengusulkan kabupaten Kepulaan Meranti mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik APBN 2016.
Kedua, pada sekitar tahun 2016 Bowo menerima 50 ribu dolar Singapura saat mengikuti acara musyawarah nasional (munas) Partai Golkar di Denpasar Bali untuk pemilihan ketua umum Partai Golkar periode 2016-2019.
Ketiga, pada 26 Juli 2017 Bowo menerima uang tunai sejumlah 200 ribu dolar Singapura dalam kedudukannya sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR yang sedang membahas Peraturan Menteri Perdagangan tentang Gula Rafinasi (Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas).
Keempat, pada 22 Agustus 2017 Bowo menerima uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura di restoran Angus House Plaza Senawan dalam kedudukannya selaku wakil ketua Komisi VI DPR RI yang bermitra dengan PT PLN yang merupakan BUMN.
Bowo lalu menyimpan uang senilai total 700 ribu dolar Singapura itu dalam kemara pakaian kamar pribadinya di Cilandak Timur, Jakarta Selatan.
Lalu pada awal 2019 Bowo meminta bantuan Ayi Paryana menukarkan uang sejumlah 693.000 ribu dolar SIngapura ke dalam mata uang rupiah secara bertahap sehingga totalnya mencapai Rp7,189 miliar (dengan kurs Rp10.410/dolar Singapura).
Bowo juga mengirimkan uang yang sudah diterima dari PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) kepada Ayi Paryana sebesar RP840 juta sehingga total uang yang diserahkan Bowo kepada Ayi Paryana adalah sebesar Rp8,029 miliar.
Selain didakwa menerima gratifikasi, Bowo juga didakwa menerima suap dari General Manager Komersial PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasty dan Dirut PT HTK Taufik Agustono senilai 163.733 dolar AS dan Rp311.022.932 serta suap dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera Lamidi Jimat sebesar Rp300 juta.
Atas perbuatannya, Bowo didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Selanjutnya pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. “Nanti di persidangan kita buktikan semua ya Pak,” kata Bowo singkat seusai pembacaan dakwaan. Sidang dilanjutkan pada 21 Agustus 2019 dengan agenda pemeriksaan saksi. (*)
Teks : Antaranews
Editor : Maya