SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | Kondisi asap yang sedang parah di Sumsel saat ini tidak bisa dianggap hal yang main-main. Selain kelalaian manusia, kebakaran lebih banyak dipengaruhi tata kelola gambut yang masih banyak salah.
Hal itu dikatakan Direktur ‘Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumsel, Muhammad Khairul SobriĀ usai melakukan audensi dengan Gubernur Sumsel H Herman Deru, Sabtu (21/9/2019).
Tadi disampaikan misalnya bentuk tata kelola gambut yang salah. Sekitar 1,2 juta hektar lahan gambut yang di dalamnya ada 900 ribu hektar. Izinnya dibebankan mencapai 600 ribu hektar.
“Di sinilah yang membuat iklim tersebut akan rusak. Jika gambut itu bagus bisa menjadi pemadam api tetapi apabila gambut tersebut kering bisa menjadi ancaman asap dan mudah sekali akan terbakar,” tuturnyam
Khairul menjelaskan, dalam dua tahun terakhir masih banyak izin-izin perusahaan yang baru seperti Kabupaten OKI mencapai 2 perusahaan. Terpenting sebagai bentuk pencegahan, walaupun HGU-nya baru.
“Memang HGU itu bupati yang mengeluarkan, tapi terpenting harus intervensi dari Gubernur untuk melakukan proses pencegahan,”paparnya.
Menurut Khairul, apabila gambut sangat dalam bisa berpotensi produktif, seperti masyarakat di lima desa Jeramba Rengas terletak di daerah izin baru ini bisa berpenghasilan per jam 300 ribu dan itu dianggap tidak begitu produktif. Lalu mengapa izin tersebut diberikan kepada perusahaan yang jelas itu dianggap tidak benar.
“Proses-proses Karhutla tidak bisa dalam suatu proses hanya sekedar asap. Proses penegakan hukum harus berjalan dan ditegakkan, jangan sampai terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, harus konkret dalam pencabutan izin dan RPU,” tegas Khairul.
“Tahun 2015 kemarin perintah Presiden RI Jokowi untuk mencabut perusahaan yang terbakar di Kabupaten OKI. Sampai sekarang perusahaan tersebut tidak dicabut, malahan diberikan korporasi dengan modus jual beli,” tambah Khairul.
Lebih lanjut, Khairul menginginkan ada pemulihan gambut, didalamnya dilindungi dengan di tanami tanaman indenmik, dan tidak dikanal-kanal seperti dilakukan perusahaan-perusahaan, karena kanal yang dibuat perusahaan itu bisa membuat gambut kering.
“Disinilah letak akar masalahnya, kanal-kanal yang dibuat perusahaan bukan kanal tempat menampung air, tapi untuk mengeringkan gambut,” beber Khairul.
Disamping itu, Pemprov harus respon cepat tanggap terutama pemberian masker berstandar sesuai tingkatan, apabila udara tidak sehat jenis masker digunakan N95 dan jika sangat tidak sehat, maka tidak lagi menggunakan masker tapi oksigen apalagi sudah sangat berbahaya. “Pemakaian masker harus sesuai WHO yang harus diterapkan pemerintah,” katanya.
Selain itu, Gubernur Sumsel telah mengintruksikan Kadinkes Pemprov untuk membuat surat edaran di Kabupaten dan Kota dengan menggratiskan seluruh perobatan bagi korban terkena dampak ISPA Karhutla.
Teks : Iwan
Editor : Asih