Oleh: Husnil Kirom, M.Pd
(Pendidik di SMP Negeri 1 Indralaya Utara)
SWARNANEWS.CO.ID | Tulisan ini membahas tentang Kesaktian Pancasila di Era Society 5.0 sekaligus menjadi peluang dan tantangan wacana penyempurnaan substansi kurikulum PPKn bertujuan membumikan kembali pendidikan moral dan nilai Pancasila di bumi pertiwi. Berdasarkan informasi yang dirilis Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui www.kemdikbud.go.id dalam Siaran Pers Nomor: 294/Sipres/A5.3/IX/2019 tanggal 14 September 2019 yang lalu tentang Simposium Nasional Penanaman Nilai Pancasila oleh Kemdikbud di Kota Malang Provinsi Jawa Timur telah menghasilkan empat rumusan rekomendasi untuk memperkuat kembali mata pelajaran PPKn di persekolahan.
Adapun empat rekomendasi dihasilkan, yakni: (1) Intensitas penanaman dan pemantapan nilai Pancasila sebagai wahana pembangunan watak bangsa perlu dilakukan di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan; (2) Implementasi penanaman dan pemantapan nilai Pancasila dapat dilakukan melalui peningkatan pemahaman, penghayatan, penciptaan suasana, pembiasaan, apresiasi dan keteladanan; (3) Pemantapan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dilakukan melalui penguatan pembelajaran lebih menekankan aspek nilai, sikap, perilaku; (4) Pendidikan dan pelatihan guru lebih menekankan pada pengembangan kiat-kiat dan praktik baik internalisasi nilai Pancasila pada semua mata pelajaran.
Sebagaimana disampaikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bapak Muhadjir Effendy saat menutup Simposium Nasional secara resmi di Kota Malang Provinsi Jawa Timur, pada hari Sabtu tanggal 14 September 2019 bahwa “Penanaman nilai Pancasila sebagai wahana pembangunan watak atau karakter bangsa adalah penting. Oleh karena itu, seluruh satuan pendidikan mempunyai tanggung jawab moral dalam penanaman nilai Pancasila sedini mungkin”.
Masih menurut Mendikbud, Mata pelajaran PPKn belum memiliki dampak besar terhadap pembentukan karakter siswa. Hal ini disebabkan belum adanya implementasi penanaman nilai-nilai Pancasila secara konkret di sekolah, melainkan hanya sebatas pengetahuan semata. Beliau berpendapat “Oleh karena itu, dibutuhkan mata pelajaran yang memiliki posisi sebagai pemandu terhadap proses kegiatan belajar mengajar yang ada di satuan pendidikan, termasuk pembelajaran yang ada di masyarakat maupun keluarga”. Strategi pembelajaran Pancasila tersebut akan diarahkan lebih banyak memberikan contoh penanaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut Mendikbud mengatakan bahwa akan melakukan pengkajian mendalam mengenai kemungkinan terjadinya pemisahan mata pelajaran Pancasila dengan Kewarganegaraan. “Judul mata pelajaran kita sekarang itu PPKn dan ada di dalam Peraturan Pemerintah. Setelah kita evaluasi ketika materi Pancasila itu dijadikan satu dengan Kewarganegaraan, maka kemudian pembobotan Pancasila itu lebih kepada pengetahuan. Padahal maksud dari mata pelajaran atau tema Pancasila bukan pengetahuan melainkan penanaman nilai. Ini sedang kita kaji lebih dalam lagi”, terang Mendikbud.
Pada kesempatan ini, Mendikbud juga menitipkan kepada para pendidik dan tenaga kependidikan yang mengikuti kegiatan tersebut untuk memperhatikan penggunaan alat komunikasi untuk mengakses dunia maya. Guru juga harus berperan sebagai penjaga gawang, sebagai penyaring informasi mana yang harus dia pakai dan mana yang harus dijauhi. Jadi intinya di era digital ini, guru dituntut untuk terampil menggunakan teknologi informasi sebagai wahana pembelajaran, tetapi juga harus pandai betul memilih dan memilah konten-konten yang ada di dalam berbagai macam sumber informasi terutama yang berasal dari dunia maya (digitalisasi).
Mempertahankan “Kesaktian Pancasila” Era Society 5.0
Pada hakikat pendidikan adalah untuk menumbuhkembangkan watak, intelektualitas dan jasmani sehingga tidak ada pendidikan tanpa pembentukan watak di dalamnya. Tujuan pendidikan nasional kita sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional Pasal 3 adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak (Ki Hajar Dewantara). Karakter tidak hanya melakukan transfer of value tetapi harus menanamkan kebiasaan yang baik sampai menjadi karakter individu yang akan turut membentuk identitas pribadi. Nilai Karakter tidak diajarkan tapi dikembangkan. Dengan kata lain value is neither cought nor taught, it is learned.
Membangun karakter membutuhkan proses yang panjang dan tidak mengenal kata akhir atau never ending process. Membanggun karakter ibarat melukis di atas batu bukan melukis di atas air. Saat ini terjadi pertengkaran antarsuku, perundungan antarsiswa, geng motor pelajar. Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu dengan karakter anak-anak kita. Padahal karakter anak kita akan menentukan watak bangsa yang akan datang dan watak bangsa ini adalah kehidupan. Kalau anak-anak muda kita ini wataknya baik, secara proyektif maka masa depan bangsa kita akan baik.
Tetap sebaliknya, apabila karakter anak-anak kita tidak bagus maka ke depan watak bangsa kita juga tidak baik sehingga ada kata-kata karakter adalah sebuah kehidupan. PPKn sebagai mata pelajaran di sekolah dan mata kuliah Pancasila atau Pendidikan Kewarganegaraan yang diajarkan di perguruan tinggi selain berperan menanamkan juga mempertahankan kesaktian Pancasila di era digitalisasi saat ini. Adapun tujuan akhir mapel dan makul ini sama untuk mewujudkan siswa dan mahasiswa menjadi warga negara yang baik dan cerdas atau good and smart citizenship dengan menguasai kompetensi civic knowledge, civic skill, civic responsibility, civic dispositions berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Menanamkan pendidikan moral dan nilai Pancasila adalah sebuah upaya membangun karakter bangsa Indonesia di era Society 5.0. Sebagaimana menanam sesuatu, maka langkah pertama adalah memilih benih yang baik untuk ditanam. Nilai-nilai utama Pancasila yang mau ditanamkan kepada siswa haruslah dielaborasi terlebih dahulu untuk kemudian dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Nilai-nilai Pancasila apa saja yang mau ditanamkan, semisal beragama secara beradab, menegakkan HAM pada konteks lokal, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, bedemokrasi secara hikmat dan bijaksana, menjunjung tinggi keadilan dengan tetap bertumpu pada kesejahteraan bersama, dan sebagainya. Ibarat menanam sesuatu, harus dilakukan pembersihan terhadap rumput liar yang mengganggu dan hama yang mengancam.
Beberapa kesalah fahaman terhadap Pancasila yang perlu dihindari juga perlu dijadikan muatan materi. Cukup banyak kesalahfahaman terhadap Pancasila yang perlu disamakan persepsi sebelum Pancasila itu ditanamkan kepada siswa. Dengan demikian yang tumbuh dan berbuah betul-betul pohon Pancasila yang sebenarnya. Disamping pembersihan terhadap rumput dan hama, perlu juga dilakukan pemupukan melalui pendekatan dam pembelajaran yang tepat, pembelajaran yang dapat mengajak siswa menggali dan kemudian menanam kembali “biji” Pancasila itu dalam sanubari. Pancasila adalah kepribadian bangsa yang nilai-nilainya melekat dan menyatu secara instrinsik dan menjadi karakter dari setiap warga negara Indonesia. Sebagai kepribadian, maka nilai-nilai Pancasila akan selalu teraktualisasikan secara otomatis dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Sehingga tahu atau tidak tentang Pancasila setiap warga negara sejatinya telah bersikap dan berperilaku Pancasilais. Selayaknya kita senantiasa mendukung dan mempertahankan nilai-nilai luhur sebagai “Kesaktian Pancasila” di era society 5.0 sampai era berikutnya ke anak cucu nanti.