Oleh: Husnil Kirom, M.Pd.
(Guru SMP Negeri 1 Indralaya Utara)
Dalam bahasa Plembang: Ampun nian lantak asap tahun ini; pegi pagi sarapan asap, balek sore makan asap, istirahat malam rumah bau asap, besoknyo jemur baju bau asap, akhirnyo anak-anak sakit tepapar asap, nasib! Demikian keluhan sebagian besar warga termasuk penulis terhadap dampak kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda beberapa daerah di Sumatera Selatan.
Tulisan ini sebagai bentuk keprihatinan terhadap dampak yang ditimbulkan akibat kabut asap yang semakin hari kian pekat, menambah sesak pernafasan, mengganggu aktivitas pendidikan, dan lainnya. Seolah ini menjadi bencana nasional tahunan yang tidak pernah absen. Kabut asap kembali menjadi ancaman bahkan bencana nasional di Indonesia tahun ini. Betapa tidak dari bulai Mei sampai September titik api atau hotspot terutama di pulaua Sumatera dan Kalimantan bukannya berkurang malah semakin bertambah banyak, tak terkecuali di wilayah Sumatera Selatan. Mungkin sudah banyak usaha dan cara yang dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi bencana tahunan ini, mulai dari sosialisasi melalui spanduk, pertemuan atau pelatihan tanggap darurat bencana, bahkan meminta langsung “hujan” dengan Sang Khaliq Allah SWT. Akan tetapi karena perilaku segelintir oknum yang kurang kesadaran dan tanggung jawab, maka kabut asap sampai saat ini masih menyelimuti bahkan semakin menjadi-jadi dalam rumah pun bau asap.
Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, serta dampak psikologis bagi masyarakat. Bencana kabut asap di Indonesia terjadi karena kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran tersebut disebabkan ulah tangan manusia juga faktor alam, seperti kekeringan akibat kemarau panjang. Namun, akhir-akhir ini bencana kebakaran hutan atau lahan disinyalir banyak diakibatkan pembukaan hutan atau lahan secara serakah untuk kepentingan industri, pertambangan, perkebunan, dan pertanian, baik perusahaan lokal maupun luar dan oknum warga yang tidak bertanggung jawab.
Jaga Lingkungan Sebelum Turun “Azab Besar”
Boleh jadi kabut asap ini sebagai teguran kecil dari Allah SWT akan tanggung jawab manusia menjaga dan melestarikan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Rum ayat (41) telah memperingatkan kita semua bahwa “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”. Ayat tersebut menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi ini tidak lain disebabkan ulah manusia itu sendiri yang melakukan perbuatan di luar syariat atau ketentuan Allah SWT. Begitupun dalam Q.S. Al-A’raf ayat (56-58) yang artinya “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerh yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikianlah kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur”. Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa alam ini harus dirawat dengan baik untuk kemaslahatan bersama, sebab tanpa rahmat-Nya melalui angin dan hujan yang diturunkan, maka tidak akan ada kemakmuran di muka bumi ini. Oleh karenanya, sebagai manusia biasa sepatutnya kita harus banyak bersyukur bukan malah kufur terhadap nikmat-Nya dengan senantiasa mengharap dan berdo’a turunnya hujan. Jika bukan kita yang menjaga dan melestarikan lingkungan dengan tidak membakar lahan sembarangan, siapa lagi? atau menunggu azab lebih besar turun! Nauzubillah.
Menggugat dan Mengakhiri Derita Kabut Asap
Persebaran titik api atau hotspot bahkan kebakaran semakin meluas terjadi di provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Kabut asap karena kebakaran hutan dan lahan tersebut sangatlah merugikan manusia juga alam dan lingkungan sekitarnya, terlebih aktivitas pembelajaran di sekolah sangat terganggu akibat pekatnya kabut asap. Sehingga dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan atau lahan dapat berupa menurunnya populasi flora dan fauna yang ikut terbakar dan kehilangan tempat tinggal saat terjadi kebakaran hutan atau lahan, mengakibatkan polusi udara buruk karena asap yang ditimbulkan sangat merugikan kesehatan manusia, menjadi sumber penyakit akut, seperti paru-paru, infeksi saluran pernafasan, bahkan batuk pilek dan muntaber, danmengakibatkan terjadinya kecelakaan ketika sedang berkendara di jalan raya dan sebagainya.
Beberapa cara yang dapat dilakukan bersama pemerintah dan warga masyarakat untuk mengendalikan bencana kabut asap akibat Karhutla antara lain: membuat peta kerawanan kebakaran, memantau cuaca/iklim, akumulasi bahan bakar, gejala rawan kebakaran, menyiapkan regu pemadam, membangun menara pengawas, penyiapan peralatan pemadam, membuat sekat bakar, membentuk organisasi penanggulangan kebakaran hutan atau lahan, menciptakan teknologi modifikasi cuaca, serta melakukan water bombing untuk menurunkan jumlah hotspot. Diharapkan warga sekitar dan masyarakat umum memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap perilakunya untuk tidak membakar hutan atau lahan kapanpun dan dimanapun. Selain itu, dapat menjaga dan mengontrol diri untuk tidak melakukan perbuatan mengakibatkan kebakaran hutan atau lahan. Sehingga kebakaran hutan atau lahan itu dapat dihindari dan tidak menjadi hal “biasa terjadi” dan berulang tahun di Indonesia terutama saat musim kemarau tiba. Juga menindak tegas pelaku pembakaran untuk menjaga kelangsungan dan kelestarian hutan Indonesia.
Pencemaran lingkungan dan polusi udara akibat kebakaran hutan atau lahan sebagai bagian penyebaran kabut asap ini sangatlah mengganggu aktivitas dan kesehatan kita semua. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan akibat dampak buruk yang ditimbulkan oleh kabut asap pekat disekitar kita, maka sebaiknya jaga kesehatan diri dan keluarga dengan cara sebagai berikut: (1) mengurangi aktivitas di luar ruangan. Mengurangi aktifitas di luar ruangan agar terhindar dari dampak buruk polusi udara, seperti terganggunya sistem pernapasan, sistem penglihatan (mata perih, gatal, dan gangguan lainnya), mengakibatkan batuk pilek, mengganggu kerja paru-paru, melemahkan otot tubuh (pingsan akibat menghirup asap), dan infeksi saluran pernapasan akut; (2) membiasakan memakai masker atau kain penutup. Apabila kita beraktivitas di luar ruangan, apalagi sebagai pendidik dan peserta didik yang harus pergi ke sekolah atau kampus, sebaiknya gunakan masker atau kain penutup, setidaknya untuk meminimalkan paru-paru terhadap isapan asap berlebihan; (3) memperbanyak minum air putih. Hal ini sangat dianjurkan agar kita minum air putih dapat membantu seseorang yang memiliki penyakit dalam, seperti paru-paru dan jantung untuk terhindar dari terkena penyakit ISPA. Agar peredaran darah lancar ke semua organ dan tidak cepat lemas; (4) menutup tempat penampungan air bersih. Penampungan air bersih untuk konsumsi sehari-hari harus ditutup agar tetap steril dan terhindar dari penyebaran jentik nyamuk yang berbahaya terhadap kesehatan kita; (5) mulailah berhentilah merokok. Ayo stop merokok agar udara di sekitar bersih dan tidak menyebabkan penyakit paru-paru, batuk pilek, dan ISPA. Jika perlu perbanyaklah mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin C untuk meningkatkan kekebalan dan daya tahan tubuh; dan (6) membiasakan pola hidup bersih dan sehat. Dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang, beristirahat cukup, membiasakan cuci tangan sebelum dan setelah makan; (7) menutup jendela dan pintu dengan rapat. Menutup pintu rumah, kantor, dan mobil haruslah rapat barulah menghidupkan AC diubah ke mode recirculate; (8) meminta turun hujan melalui Sholat Istisqo’ dan menciptakan hujan buatan. Mengundang hujan turun dengan sholat berjamaah dan berdo’a agar hujan segera turun amatlah dianjurkan bagi warga muslim. Bisa juga dengan menyemai garam untuk membuat hujan buatan sebagai usaha menciptakan dan mempercepat terjadinya hujan dan mempengaruhi proses terjadinya awan. Kita berupaya mengakhiri derita polusi akibat kabut asap. Semoga bencana dan derita asap ini segera berakhir dan tidak menimbulkan atau tidak banyak korban! Takutlah pada azab Allah dan bijaklah dalam berperilaku agar lingkungan sekitar tetap lestari sampai ke anak cucu kita nanti.
Editor: Sarono PS