SWARNANEWS.CO.ID, JAKARTA | Sekretaris Jenderal DPP PPP Arsul Sani mengatakan, pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan pimpinan partai politik koalisi, Senin (30/9) malam, tidak spesifik membahas rencana pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang KPK.
“Soal perpu tidak spesifik kami bicarakan karena bukan satu-satunya opsi, ada opsi lain yaitu legislative review dan judicial review yang saat ini sedang berlangsung di MK,” kata Arsul di kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Pertemuan itu, kata dia, utamanya membahas pelantikan anggota MPR, DPR, DPD, dan Presiden meminta TNI/Polri mengamankan acara pelantikan tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, pembahasan terkait dengan UU KPK hanya selintas karena banyak lembaga yang dibicarakan, seperti Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Semua kami singgung karena memang Presiden meminta masukan partai koalisi pendukung itu ke depan bagaimana supaya kinerja semua lembaga maupun komisi negara itu bisa ditingkatkan,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa parpol koalisi tidak secara spesifik memberikan masukan terkait dengan Perpu KPK karena perpu harus menjadi opsi paling terakhir karena ada opsi lain yang harus dieksplorasi.
Menurut dia, bisa saja para tokoh merekomendasikan agar Presiden mengeluarkan perpu, tetapi harus diingat juga bahwa parpol merepresentasikan suara parpol yang memilih Jokowi di Pemilu 2019 sebesar 60 persen dari seluruh jumlah pemilih. “Berarti 100 jutaan itu signifikan, tidak mungkin rakyat akan mempercayakan parpol yang ada di parlemen kalau semua dianggap mengkhianati amanah aspirasi rakyat,” katanya.
Kalau berbicara representasi rakyat, kata Arsul, parpol punya dasar kebijakan mengklaim sebagai representasi rakyat yang jauh lebih kuat dan besar karena sudah menjalani pemilihan.
Menurut dia, kalau dari kelompok masyarakat sipil belum dipilih rakyat, patut dipertanyakan klaimnya telah merepresentasikan rakyat.
“UU KPK sudah diselesaikan baik oleh DPR maupun oleh pemerintah. Kalau Presiden memiliki pikiran lain dari apa yang berkembang, itu ‘kan opsinya tidak tunggal. Bahkan, kalau kita ikuti penjelasannya Prof. Mahfud yang disebut duluan itu opsi legislative review,” ujarnya. (*)
Teks: antara
Editor: maya