Seiring kebutuhan akan pentingnya pemahaman keagaamaan dan tambahan waktu untuk memahami kandungan isi al-qur’an bagian Pendidikan Agama Islam di persekolahan. Sekaligus modal membekali peserta didik di sekolah, maka diperlukan terobosan Program Satu Sekolah Satu Diniyah dalam Bahasa Arab Madrasah Wahidah Diniyah Wahidah dan bahasa Inggris One Scholl One Diniyah. Program tersebut telah berjalan tiga bulan yang diawali Program Satu Desa Satu Diniyah dicanangkan Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir guna mencapai visinya untuk Mewujudkan Ogan Ilir yang Gemilang Berlandaskan Islami, Berdaya, dan Berbudaya. Program Satu Sekolah Satu Diniyah ini diharapkan dapat mencapai motto Kabupaten Ogan Ilir sebagai Kota Santri. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 54 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Jalur Pendidikan Non Formal Madrasah Diniyah di Ogan Ilir.
Awal mulanya program diniyah dimaksudkan sebagai proses belajar mengajar yang dilakukan oleh kelompok belajar di desa/kelurahan berbasiskan Islam bersifat non formal yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Desa. Hal ini guna menambah kompetensi anak-anak didik ke arah yang lebih baik. Tujuannya untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak-anak untuk mengembangkan kehidupan sebagai warga muslim dan warga negara Indonesia yang beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia, dan beramal shaleh. Adapun penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan, meliputi Al-Qur’an, Al-Hadist, Tajwid, Aqidah Akhlaq, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, dan Praktek Ibadah. Program ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tambahan Pendidikan Agama Islam, terutama bagi siswa yang belajar pada pendidikan dasar (SD dan SMP). Atas dasar inilah kemudian program diniyah ini diadopsi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ogan Ilir menjadi Program Satu Sekolah Satu Diniyah dengan Metode Iqro’, Kholaqoh, dan Murojaah disingkat Program S3D dengan ITT.
Optimalisasi Program S3D Metode ITT Cetak Generasi Qur’ani
Program ini telah dijalankan dengan menyiapkan para Asatidz (Para Guru Tahfidz) yang mumpuni sesuai kefasihan masing-masing. Sebelum dilkukuhkan sebagai Guru Tahfidz terlebih dahulu diseleksi melalui rekrutmen oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ogan Ilir. Kemudian setelah dinyatakan lulus ditetapkan dan bertugas di sekolah mana yang siap melaksanakan program. Tentu hak dan kewajiban secara operasional yang melekat, termasuk pemberian honor yang akan diterima nantinya. Tugas para guru tahfidz tersebut mengajar, membimbing, dan melatih siswa di sekolah tentang cara membaca al-qur’an sesuai ilmu tajwid, menghafal surat atau ayat pilihan, mengartikan surat atau ayat al-qur’an, mempraktekkan ibadah sehari-hari dengan baik dan benar. Contoh program diniyah yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Indralaya Utara Kabupaten Ogan Ilit, yakni: (1) BTA dengan Metode Iqro’ dilaksanakan dengan cara membaca huruf hijaiyah langsung dengan tanda baca, seperti huruf Alif dibaca A, Ba dibaca Ba, Ta dibaca Ta, dan seterusnya yang dilafalkan dan dituliskan oleh guru tahfidz yang berbeda dengan cara turutan di zaman dulu. (2) BTA dengan Metode Tahsin dilaksanakan secara kholaqoh dengan melafalkan lalu menghafalkan surat atau ayat pilihan al-qur’an secara tartil dan benar berdasarkan ilmu tajwid untuk memperbaiki, meningkatkan, memperkaya bacaan. (3) BTA dengan Metode Tahfidz dilaksanakan secara murojaah atau mengulang-ulang bacaan dengan membacanya sesuai ilmu tajwid dengan tujuan untuk mengetahui dimana tempat keluarnya huruf atau makhroj dan sifat-sifat bacaannya sebagai proses mengulang atau menghafal dengan terang dan jelas.
Program diniyah di SMP Negeri 1 Indralaya Utara dilaksanakan setiap hari Jum’at siang setelah selesai melaksanakan sholat Jum’at yang dimulai dari pukul 13.00 sampai dengan 15.00 WIB. Siswa dibagi menjadi tiga kelompok besar sesuai dengan kemampuan membaca al-qur’an masing-masing. Kelompok pertama adalah Kelompok Iqro’ bagi siswa yang belum dan telah mengenal huruf hijaiyah tetapi belum lancar bacaannya. Kelompok ini dibimbing oleh Ibu Fitri Kartika, S.Ag., M.Pd.I. dan Bapak Ali Sobri, S.Pd.I. selaku guru Pendidikan Agama Islam di sekolah. Kelompok kedua adalah Kelompok Tahfidz bagi siswa yang telah mengenal dan lancar membaca al-qur’an khususnya mempelajari dan mendalami ilmu tajwid dengan benar. Kelompok ini dibimbing oleh Ustadz Abdillah, S.Pd.I. sebagai guru tahfidz yang dikukuhkan oleh Bupati dan ditugasi di sekolah. Kelompok ketiga adalah Kelompok Tahsin bagi siswa telah lancar membaca al-qur’an sesuai ilmu tajwid dan bacaannya dinilai sudah baik dan benar. Mereka menghafal bacaan surat atau ayat pilihan yang telah ditentukan dalam program diniyah ini, misalnya dimulai dari Surat Al-Fatiha dan seterusnya dikaji dan diulang sampai siswa mahir dan faseh semuanya. Kelompok ini dibimbing oleh Ustadz Ali Hasan, L.C., M.Pd.I. selaku guru tahfidz yang ditugasi di sekolah.
Program diniyah ini telah membantu anak-anak mengenal huruf hijaiyah, mampu membaca, mengerti, dan memahami bacaan dengan cara mengaji, menghafal, kemudian mengkaji kandungan isi al-qur’an dengan sebaik-baiknya sesuai kemampuan siswa SMP. Tinggal bagaimana caranya program ini dapat dioptimalkan supaya tujuan yang diinginkan dapat tercapai, yakni mewujudkan generasi Ogan Ilir yang mencintai al-qur’an (generasi qur’ani). Optimalisasi dalam hal ini berarti suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimum dari program yang sudah dijalankan. Artinya jika Program SS3D ini telah dilaksanakan di beberapa sekolah yang ada di Kabupaten Ogan Ilir, hendaknya diawasi dan dievaluasi dengan baik dan benar juga oleh isntansi terkait. Tujuannya supaya program ini dapat dilaksanakan dengan baik dan memperoleh hasil yang baik juga. Tentu semua pihak harus dilibatkan dalam program ini, termasuk komite sekolah dan stakeholders lain.
Optimalisasi Program S3D bagian dari penguatan pendidikan karakter di era digitalisasi ini sangatlah dibutuhkan oleh kita semua, termasuk orang tua siswa. Hal ini untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang ilmu-ilmu agama, khususnya ilmu al-qur’an kepada generasi milenial yang lebih gandrung membuka gawai daripada membuka kitab suci. Padahal sejatinya anak-anak usia pendidikan dasar ini masih potensial dan cepat dalam menerima materi atau menghafal kandungan isi al-qur’an. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW bahwa “beribadah kepada Allah Azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya dan seandainya engkau tidak dapat melihat-Nya, engkau yakin bahwa Dia melihatmu” (Hadist Riwayat Al-Bukhari dan Muslim). Artinya apabila program diniyah ini akan berhasil mencapai tujuan, maka kesadaran dan kepedulian menjadi ujung tombak sebagai penentunya.
Kesadaran merujuk pada kemauan siswa untuk belajar mengaji dengan sungguh-sungguh tanpa paksaan dari siapapun, sedangkan kepedulian ditujukan kepada “kita semuanya” akan pentingnya ilmu atau pendidikan agama bagi anak-anak kita (anak kandung sendiri atau anak didik di sekolah) sebagai generasi penerus bangsa. Berbagai serbuan kemajuan teknologi dan informasi begitu kencangnya di abad 21 ini yang menandai era digitalisasi. Memang ada yang membawa dampak positif, tetapi tak sedikit membawa dampak negatif atau kemudaratan bagi generasi muda. Dampak positif misalnya bacaan dan audio al’qur’an dapat dibaca atau didengar langsung kapan saja dan dimana saja semuanya ada di dalam handphone atau gadget kita tinggal mengunduh aplikasi Al-Qur’an Digital. Namun, apakah mungkin anak-anak muda tersebut mau dan terbiasa untuk membuka atau mendengarkannya? Sementara dampak negatif kemajuan teknologi informasi di era digitalisasi ini, anak-anak gampang membuka/menyaksikan konten, berita, bahkan tayangan yang tidak layak ditonton. Inilah yang harus kita tangkal sedini mungkin dengan ilmu agama terutama di sekolah, sebelum generasi muda kita lumpuh total.
Peribahasa mengatakan ilmu tanpa agama buta, sedangkan agama tanpa ilmu lumpuh. Sebagaimana Ary Ginanjar Agustian (2012) dalam Bukunya berjudul ESQ bahwa mental building yang harus lebih diutamakan agar generasi muda mampu melanjutkan negeri ini. Dipertegas dalam Q.S. Al-Hajj Surat 22 ayat (46) yang artinya tidaklah mereka mengembara di muka bumi sehingga mereka mempunyai hati dengan itu mereka mengerti, dan mempunyai telinga yang dengan itu mereka mendengar? Sungguh, bukanlah matanya yang buta, tetapi yang buta ialah hatinya, yang ada dalam (rongga) dadanya. Semoga kita dapat memahami dan meresapi ayat tersebut dengan tindakan dan perilaku yang baik. Mari mengaji dan mengkaji Al-quran sekarang dan selamanya.
Penulis : Husnil Kirom
Editor : Sarono PS