Kue 500 Rupiah ala TriGI Cookies

SWARNANEWS.CO.ID, LUBUKLINGGAU | Usaha Kue Oleh-Oleh Khas Lubuklinggau Pak Dadang termasuk usaha yang paling diminati oleh masyarakat Lubuklinggau. Setidaknya ada 500 warung yang berada di Kota Lubuklinggau ikut menjualkan kue yang dibuat Pak Dadang yang dikenal dengan “TriGI Cookies”.

Dadang dengan ramah menyambut kedatangan Swarnanews ketika berkunjung ke rumahnya yang sekaligus merupakan tempat usaha di Jalan Yos Sudarso (1/11). Dadang mengatakan bahwa usaha yang telah ditekuninya lebih dari setahun yang lalu mengalami perkembangan dengan baik meskipun harga yang ditawarkan tetap yaitu mulai dari harga Rp. 500,- per kue.

“Kalau harganya sendiri per biji ke konsumen Rp. 500,- jadi kalau untuk ke warung saya titip jual dengan harga titip itu Rp. 400,- per kue. Selain yang kemasan satuan dalam toples, saya juga buat kemasan kecil  yang harganya Rp. 5.000,- per bungkus dan kemasan sedang yang harga jualnya Rp. 10.000. Kalau pada saat hari raya idul fitri maupun idul adha dijual per kilo, yang ukuran kue kecil nya seharga Rp. 35.000 sedangkan, kue yang ukuran besarnya seharga Rp. 30.000 per Kilo. Kenapa beda harga padahal rasa sama,  karena pembuatan proses pembuatan yang kecil tuh agak rumit dan membutuhkan waktu yang lama sehingga biaya produksinya jadi bertambah,” ujar Dadang.

Meskipun Usaha yang dirintis Dadang relatif baru, dimulai sekitar bulan Juli tahun 2018 lalu, namun bertahap produksi yang dibuat Dadang sudah mulai banyak. Dalam sehari produksi sebanyak  satu karung gandum yang menghasilkan kurang lebih sekitar 40 toples, dimana  40 toples isinya sekitar 80 kue.

Ketika ditanya Swarnanews mengapa memilih usaha kue, Dadang menceritakan bahwa hal itu berlatar belakang dari pengalamannya ketika merantau ke Kalimantan Barat, dimana dirinya sudah mencoba banyak usaha dari mulai jual martabak di pinggir jalan, buka  pangkas rambut, jual  sembako dan membuka kafe dan sebagainya. Hanya saja justru usaha yang dijalani membuat waktu bersama keluarga sangat sedikit.

“Dari bangun tidur pagi dari jam 4 subuh sampai maghrib buka di warung,  waktu untuk keluarga tuh sangat sedikit, pulang maghrib, boro-boro kita pengen bercanda gitu. Kita sudah keburu capek jadi tidur. Kalau sekarang tidak, pekerjaan dilakukan di rumah bersama istri dan satu karyawan. Anak-anak bisa diawasi,” pungkasnya.

Teks : Supriadi
Editor : Sarono PS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *