Swarnanews.co.id-Jakarta, 13/11 /2019- Potensi besar pasar daging dan telur ayam di Indonesia tahun-tahun mendatang menjadi incaran negara produsen unggas terbesar dunia seperti Amerika Serikat dan Brazil.
Guru Besar Agribisnis IPB Bungaran Saragih di Jakarta, Rabu mengatakan, menuju tahun 2045, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia mencapai 318 juta jiwa dengan pendapatan per kapita hampir mencapai 29 ribu dolar AS.
“Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan akan menyebabkan konsumsi daging dan telur ayam Indonesia juga akan mengalami peningkatan,” katanya.
Menurut dia, pada 2018, konsumsi daging ayam Indonesia sebesar 7,6 kilogram/kapita, atau separuh dari konsumsi daging ayam dunia yang mencapai 14,2 kilogram/kapita.
Bahkan jika dibandingkan dengan negara tetangga, konsumsi daging ayam Malaysia mencapai 48,7 kilogram/kapita atau hampir enam kali lipat konsumsi daging ayam Indonesia.
“Jika konsumsi daging ayam Indonesia pada 2045 setingkat dengan konsumsi daging ayam Malaysia saat ini (48,7 kilogram/kapita), maka kebutuhan daging ayam Indonesia setidaknya mencapai 12 miliar kilogram setiap tahun,” katanya.
Saat ini, lanjutnya, Brazil dan negara eksportir unggas lainnya telah “menggedor-gedor” pintu impor Indonesia. Upaya tersebut dapat dilihat dari kemenangan Brazil atas gugatan belum terbukanya pasar impor daging unggas Indonesia di WTO.
Berdasarkan data BPS, Indonesia mengimpor daging unggas dengan volume sebesar 304 ton sedangkan volume impor telur mencapai 1,9 ribu ton pada tahun 2018.
Dengan kemenangan Brazil di WTO, ujar Menteri Pertanian periode 2001-2004 itu, Indonesia tidak mungkin terus menutup pintu impor daging ayam karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas WTO.
“Ke depan, pasar Indonesia diperkirakan akan semakin dibanjiri oleh daging dan telur impor. Kondisi tersebut juga dikhawatirkan akan mengancam industri unggas nasional,” katanya saat menjadi pembicara utama Forum Diskusi Agrina “Penyediaan Jagung Pakan Sesuai Harga Acuan untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Ayam Nasional”.
Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan oleh Indonesia dan industri unggas nasional adalah “berlari” untuk menyiapkan diri sehingga dapat bersaing secara internasional.
Bungaran menyatakan, seluruh pemangku kepentiongan industri perunggasan yang dimotori oleh asosiasi perunggasan perlu menyusun solusi visioner seperti Roadmap Industri Perunggasan Indonesia menuju 2045 secara komprehensif dan sistematis yakni dari hulu (bahan baku industri pakan, struktur pembibitan, budidaya hinga hilir (pengolahan, ekspor) termasuk kebijakan dan tata kelola yang diperlukan.
Peta jalan tersebut dapat menjadi pijakan dan pedoman bersama dalam membangun daya saing industri perunggasan nasional bukan hanya unggul bersaing di pasar domestik, namun pada skala pasar yang lebih besar lagi setidaknya di kawasan Asean dengan memanfaatkan momen Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Teks/Editor : Antara/Asih