SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG | Provinsi Sumatera Selatan terkenal sebagai daerah yang kaya akan energi migas dan tambang batubara. Tidak heran, banyak perusahaan kakap yang beroperasi di Bumi Sriwijaya. Namun sayang dibalik semua kekayaan alam tersebut, ternyata Sumsel termasuk ke dalam 11 provinsi termiskin di Indonesia.
Dari analisa Bank Indonesia, ternyata salah satu penyebab masih tingginya angka kemiskinan di Sumsel karena volatilitas harga pangan yang bergerak bak permainan yoyo. Makanya BI bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), terus berupaya untuk manjaga inflasi tetap stabil dan rendah sehingga muaranya bisa memangkas angka kemiskinan menjadi satu digit.
Wakil Gubernur Sumsel H Mawardi Yahya dalam acara High Level Meeting TPID Provinsi Sumatera Selatan di Hotel Arista Palembang mengatakan, selama ini pemerintah daerah terlena dengan megahnya pembangunan di Kota Palembang fasilitas gelanggang olahraga yang mewah, namun luput pada substansi pokok pengentasan kemiskinan. “Makanya fokus kami sejak tahun lalu adalah pengentasan kemiskinan,” tegas Wagub.
Salah satu program atau upaya yang dilakukan membuat swasembada pangan dan barang kebutuhan pokok. Sebab semua barang yang menyebabkan inflasi semua ada dan bisa ditanam di Sumsel, baik itu beras cabe, sayuran telur ayam dan lain sebagainya. “Tinggal bagaimana kita bisa memperbaiki tatakelola agar tepat sasaran,” tambahnya.
Selain memperbaiki tata kelola alur barang kebutuhan pokok, pemerintah provinsi juga sudah mulai memperbaiki infrastruktur penunjang seperti jalan. Semua jalan provinsi yang menghubungkan semua kabupaten kota, sekarang sudah layak dilalui. Konektivitas antar daerah sudah terbuka, sehingga diharapkan arus barang khususnya sembako bisa terdistribusi dengan lancar.
“Untuk rencana jangka panjang kami sudah merumuskan untuk membentuk Badan Usaha Milik Daerah yang akan mengelola masalah pangan (BUMD Pangan). Nantinya perusahaan ini bertanggung jawab memasarkan dan mendistribusikan produk pertanian, sehingga diharapkan sembako yang selama ini menyebabkan inflasi bisa dikendalikan,” jelasnya.
Wagub menyampaikan pentingnya koordinasi dan sinergi antara OPD maupun instansi/lembaga anggota TPID, untuk dapat menjaga inflasi di Sumatera Selatan.
Upaya mendorong terjaganya inflasi, sejalan dengan visi misi gubernur untuk mengurangi angka kemiskinan di Sumatera Selatan. Sementara hubungan antara inflasi dan kemiskianan, memiliki korelasi positif.
“Komitmen kepala daerah untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi di masing masing daerah, sebagai upaya bersama menekan angka kemiskinan dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur,” tegas Mawardi.
Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Yunita Resmi Sari, stabilitas harga pangan serta keunggulan daya saing ekspor suatu negara merupakan salah satu prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inflasi harga pangan yang rendah, stabil dan kondusif sangat penting dalam menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan kepastian usaha, serta menjaga daya saing suatu wilayah sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Berdasarkan perhitungan CAGR (Compound Annual Growth Rate) tahun 2012-2018, pertumbuhan pendapatan per kapita riil di Sumatera Selatan, masih Iebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasinya, dengan gap yang Iebih besar dibanding Nasional. Hal ini menunjukan bahwa upaya pengendalian inflasi di Sumatera Selatan masih perlu terus dilakukan secara serius agar tingkat pendapatan masyarakat tidak tergerus oleh inflasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.
“Pengendalian inflasi dapat dilakukan melalui 4K, dengan upaya jangka pendek meliputi Ketersediaan Pasokan (Sidak Pasar dan Operasi Bawang Putih), Keterjangkauan Harga (Kegiatan Pasar Murah), Koordinasi Jalur Distribusi Komoditas Strategis dan Komunikasi yang efektif untuk menjaga ekspektasi masyarakat terhadap ketersediaan pasokan. Di sisi Iain, upaya jangka panjang dilakukan melalui swasembada produksi komoditas inflasi, pembentukan BUMD Pangan, serta menjaga ekspektasi melalui komunikasi efektif ketersediaan pasokan kepada masyarakat,” terang Yunita Selasa (26/11).
Pada rapat HLM, TPID Provinsi Sumatera Selatan memiliki fokus terhadap beberapa upaya untuk pengendalian inflasi. Di antaranya kewaspadaan terhadap pola inflasi di akhir tahun dengan mengoptimalkan pengendalian inflasi melalui pemantauan harga, pertukaran informasi dan reaksi cepat termasuk pengamanan jalur pasokan.
Menjaga sisi ketersediaan pasokan dengan upaya swasembada produksi pangan. Percepatan pembentukan BUMD Pangan untuk menjaga kelancaran pasokan dan distribusi komoditas pangan penyumbang inflasi. Serta inflasi harus selalu dijaga pada level yang rendah dan stabil sebagai prasyarat untuk menurunkan angka kemiskinan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Sumsel, jumlah dan persentase penduduk miskin sejak kurun waktu 2009 – 2019 mengalami fluktuasi, meski mengalami, penurunan namun angkanya tidak signifikan.
Pada bulan Maret 2019 jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Sumatera Selatan mencapai 1.073,74 ribu orang (12,71 persen). Turun sebesar 2,66 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2018 yang sebesar 1.076,40 ribu orang (12,82persen).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2018 sebesar 12,43 persen, turun menjadi 12,19 persen pada Maret 2019. Sementara persentase penduduk miskin di daerah pedesaan turun dari 13,05 persen pada September 2018 menjadi 13,02 persen pada Maret 2019.
BPS merinci, ada beberapa komponen yang membuat seseorang atau satu rumah tangga berada di dalam komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Peranan kelompok makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan kelompok bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).
Sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2019 sebesar 74,56 persen, hal itu berarti sumbangan GKBM terhadap GK sebesar 25,44 persen. Dibandingkan dengan keadaan September 2018 yang sebesar 74,57 persen sumbangan GKM terhadap GK sedikit menurun.
Pada Maret 2019, komoditas kelompok makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan. Baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti: beras memberi sumbangan sebesar 18,58 persen di perkotaan dan 27,30 persen di perdesaan.
Sementara itu, terdapat komoditas makanan lainnya yang cukup besar memberi sumbangan terhadap garis kemiskinan yang berbeda di perkotaan dan perdesaan. Susu kental manis dan kue basah yang memberi sumbangan cukup besar terhadap GK di perkotaan sedangkan di pedesaan cabe merah dan tempe.
Makanya sangat tepat Bank Indonesia bersama TPID memiliki fokus menjaga stabilitas harga pangan, untuk menjaga inflasi tetap rendah dan terjaga.
Pengamat Ekonomi Prof Dr H Sulbahri Madjir menilai, kepastian harga barang kebutuhan pokok merupakan pokok utama untuk menekan angka kemiskinan. Sebab dengan harga yang stabil pengeluaran masyarakat bisa diatur dengan mudah.
“Sebab pengeluaran yang membesar berpotensi menyulitkan masyarakat. Sebab ini bisa menyebabkan pengeluaran lebih besar dari pendapatan dan itulah yang menjerumuskan orang kedalam kemisminan,” katanya. (*)
Teks: ilham
Editor: maya