* Merupakan tujuan pokok dari ikatan pernikahan.
SWARNANEWS.CO.ID, Pernikahan merupakan puncak hubungan insaniyah yang seharusnya paling menenteramkan. Dengan menikah, setiap jiwa berharap agar mendapatkan penyempurna iman dan Islam. Ketenangan merupakan sumber kekuatan jiwa. Dengan ketenangan, daya konsentrasi dalam menunaikan kewajiban dan mencari penghidupan akan lebih optimal. Dalam berbagai nasihat pernikahan, disampaikan bahwa tujuan menikah adalah menggapai sakinah, mawadah, warahmah. Kata sakinah lebih diprioritaskan daripada dua cita lainnya.
Itu menandakan, sakinah merupakan tujuan pokok dari ikatan pernikahan. Secara bahasa, sakinah memiliki arti kedamaian, tenang, tenteram, dan aman. Allah SWT berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS ar-Rum: 21).
Menurut al-Jurjani, sakinah adalah adanya ketenteraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang tidak diduga, dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan ketenteraman pada yang menyaksikannya, dan merupakan keyakinan berdasarkan penglihatan (ain al-yaqin). Ada pula yang menyamakan sakinah dengan kata rahmah dan thuma’ni nah, artinya tenang dan tidak gundah dalam melaksanakan ibadah.
Ketenangan jiwa dapat memupuk rasa kasih sayang antara suami dan istri. Agar pernikahan tenang, suami hendaknya mampu meredam kecemasan istri, juga sebaliknya. Istri yang menyejukkan hati suami akan mampu menumbuhkan ketenangan. Ketenangan jiwa dapat menumbuhkan rasa tegar ketika ujian pernikahan datang melanda. Kabar baiknya, pernikahan yang berhasil menggapai sakinah akan dapat menumbuhkan anak-anak yang mampu memberikan nuansa kebahagiaan dalam rumah tangga.
Menggapai sakinah memang tidak mudah. Suami dan istri harus belajar untuk saling mengalah, setia, dan memahami. Butuh kesabaran yang selalu ditambahkan. Mengenai hal ini, ada baiknya kita meneladani nasihat Abu Darda’ dalam menggapai sakinah. Suatu ketika, Abu Darda’ pernah menasihati istrinya, “Apabila kamu melihatku marah, segeralah maafkan aku. Dan jika aku melihatmu marah, aku pun segera memaafkanmu. Jika tidak demikian, kita tidak akan bersama.”
Teks: Iu Rusliana
Editor: Sarono PS