SWARNANEWS.CO.ID, JAKARTA – Bank Dunia menyebut harga minyak mentah dunia melonjak 350 persen sejak April 2020 sampai April 2022. Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pembukaan Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting di Bali, Jumat (15/7).
Sri Mulyani mengatakan harga minyak mentah dunia sebenarnya sempat jeblok bahkan hingga US$0 atau negatif saat awal pandemi covid-19 atau April 2020 lalu.
“Ada hari-hari di mana harga minyak sebenarnya nol atau bahkan sedikit negatif,” imbuh Sri Mulyani.
Namun, situasi justru berbalik arah saat ini. Menurutnya, kenaikan harga minyak 350 persen selama dua tahun merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah.
“Sekarang kita menghadapi kondisi ekstrem yang sangat berbeda, kenaikan 350 persen merupakan kenaikan terbesar untuk periode dua tahun,” jelasnya.
Hari ini, harga minyak mentah dunia WTI terpantau melemah 0,03 persen ke level US$95,75 per barel. Sebaliknya, harga minyak Brent menguat 0,19 persen menjadi US$99,29 per barel.
Lonjakan harga minyak mentah dunia ini ikut mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran subsidi.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Dunia Indonesia dan Timor Leste Habib Rab mengatakan subsidi untuk PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) naik menjadi 1,5 persen terhadap PDB tahun ini.
Menurut dia, total subsidi untuk dua BUMN itu hanya 0,7 persen terhadap PDB pada tahun lalu.
Hal itu karena harga minyak mentah dunia terus meningkat. Dengan demikian, beban biaya operasi PLN dan Pertamina ikut membengkak.
Sementara, pemerintah tak menaikkan tarif listrik kepada pelanggan. Begitu juga dengan Pertamina yang tak mengerek harga BBM cukup lama.
Pertamina baru menaikkan harga BBM jenis Pertamax menjadi paling mahal Rp13 ribu pada 1 April 2022 lalu. Namun, harga BBM penugasan Pertalite masih ditahan di level Rp7.650 per liter.
“Kami memperkirakan subsidi yang dibayarkan kepada BUMN untuk mengkompensasi penjualan listrik dan bahan bakar di bawah harga pasar diproyeksi naik dari 0,7 persen dari PDB pada 2021 menjadi 1,5 persen dari PDB pada 2022,” ungkap Rab.
Pemerintah akhirnya baru menaikkan tarif listrik mulai 1 Juli 2022 mendatang. Itu pun hanya berlaku bagi kantor pemerintahan, rumah tangga golongan R2 dengan daya 3.500 VA sampai 5.500 VA, dan R3 dengan daya lebih dari 6.600 VA.
Sisanya, rumah tangga golongan R1 dan pelaku usaha industri masih mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dengan demikian, alokasi subsidi tetap meningkat dari pemerintah. (*)
Your blog consistently offers new perspectives and fresh ideas. It’s a must-read for me.