Oleh VIDYA PRAHASSACITTA
SWARNANEWS.CO.ID I Menurut Marjono Reksodiputro sistem peradilan pidana merupakan suatu sistem yang dibuat untuk menanggulangi masalah-masalah kejahatan yang dapat mengganggu ketertiban dan mengancam rasa aman masyarakat, merupakan salah satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat diterima. Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dikenal ada empat institusi yang berperan yaitu kepolisian yang bertindak sebagai lembaga penyelidikan dan penyidikan, kejaksaan yang bertindak sebagai lembaga yang melakukan penuntutan, Mahkamah Agung sebagai lembaga yang membawahi hakim-hakim di lingkup pengadila, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempa institusi tersebut saling berhubungan sebagaimana dalam gambar di bawah ini.
Berdasarkan gambar tersebut di atas tidak tergambar kedudukan advokat dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, padahal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dikenal adanya peran seorang penasehat hukum. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai dimana letak lembaga Advokat dalam sistem peradilan pidana di Indonesia?
Peran advokat ada pada setiap proses dalam sistem peradilan pidana. Dalam KUHAP, peran seorang penasehat hukum telah ada sejak proses penyelidikan sampai dengan proses rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan. Advokat sebagai seorang penasihat (sering ditulis: penasehat) hukum berperan untuk memastikan bahwa hak-hak seorang tersangka, terdakwa dan terpidana tidak dilanggar. Advokat bertindak sebagai penyeimbang terhadap upaya paksa yang diberikan oleh undang-undang kepada penegak hukum. Peran advokat ini menjadi penting. Ketiadaan seorang penasehat hukum dalam proses peradilan pidana memungkinkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang berpengaruh terhadap hasil putusan pengadilan. Oleh karena itu, seorang penasihat hukum bukan hanya perlu sekedar hadir tetapi juga harus memiliki kompetensi untuk membela hak-hak tersangka, terdakwa dan terpidana dengan benar.
Kasus Yusman Telaumbanua merupakan bukti pentingnya kehadiran seorang advokat sebagai penasehat hukum yang kompeten dalam membela hak-hak kliennya. Yusman Telaumbanua merupakan seorang anak yang berusia 16 tahun yang divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Gunungsitoli karena dinyatakan terbukti bersalah secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana. Selama proses persidangan memang Yusman Telaumbanua didampingi oleh penasihat hukum, akan tetapi hal tersebut tidak lebih dari formalitas untuk mememuhi ketentuan dalam KUHAP. Yusman Telaumbanua tidak mendapatkan hak-hak dengan baik sehingga tidak terjadi fair trial. Meskipun Yusman Telaumbanua seorang warna negara Indonesia tetapi ia tidak mengerti bahasa Indonesia dan hanya mampu berbicara dengan bahasa daerahnya, dan selama persidangan ia tidak didampingi oleh penerjemah. Kemudian sebagai anak Ia tidak diadili menurut hukum yang berlaku melalui sistem peradilan anak. Alih-alih memastikan hak-hak Yusman Telaumbanua untuk mendapatkan fair trial dengan baik, penasehat hukum malah meminta majelis hakim untuk menghukum mati Yusman Telaumbanua.
Lebih luas dari itu dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dinyatakan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri. Yang dimaksud dengan advokat berstatus sebagai penegak hukum adalah advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilanyang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kesetaraan status advokat dengan aparat penegak hukum lainnya seperti polisi, jaksa, dan hakim karena dalam menjalankan tugasnya advokat tunduk dan patuh pada hukum dan perundang-undangan. Akan tetapi hal ini masih dipermasalahkan karena belum jelasnya regulasi lain. Ketiadaan harmonisasi dengan undang-undang lainnya juga menjadi permasalahan. Berbagai undang-undang masih belum menempatkan advokat sebagai bagian dari aparat penegak hukum, misalnya dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentan Pasar Modal dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dalam kedua undang-undang tersebut belum menempatkan advokat sebagai bagian dari aparat penegak hukum.
Undang-Undang | Rumusan Pasal |
Penjelasan Pasal 101 ayat (6) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal | Yang dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain” dalam ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung. |
Penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf i UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan | Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum lain. Dalam penjelasannya: Yang dimaksud dengan “penegak hukum lain” antara lain kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan |
Pada akhirnya, meskipun masih diperdebatkan kedudukan advokat sebagai aparat penegak hukum atau tidak dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, peran advokat sangat penting dalam setiap tahapan dalam proses peradilan dipidana karena advokat merupakan alat penyeimbang dan merupakan institusi yang menjamin pemenuhi hak-hak tersangka, terdakwa dan terpidana untuk sehingga dapat terlaksana fair trial. (***)