Selesaikan Masalah Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase, Tak Butuh Waktu Lama Maksimal 6 Bulan Tuntas! Sama Kuatnya dengan Keputusan MA

SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG – Tak banyak yang tahu kalau penyelesaian sengketa bisnis bisa dilakukan lewat Arbitrase. Dengan Arbitrase, permasalahan bisnis investor ataupun perusahaan, dapat diselesaikan dalam waktu 6 bulan paling lama.

Sementara penyelesaian melalui Pengadilan Negeri butuh waktu panjang, bertahun tahun, jika memang harus sampai tingkat Mahkamah Agung.

“Tak banyak masyarakat yang tahu mengenai Arbitrase ini. Itulah menjadi salah satu penyebab saat terjadi sengketa bisnis, pembangunan seringkali mangkrak,” ujar Wakil Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Dr Ir Ahmad Rizal SH MH FCBArb FIIArb, saat diwawancara dalam sebuah Podcast Sabtu 23 November 2024.

Padahal sambungnya, Arbitrase tercantum dalam Undang Undang, yakni UU No 33 Tahun 1999. Itu berarti pemerintah melahirkan Arbitrase untuk kemudahan dalam penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia.

Ahmad Rizal sendiri adalah seorang Arbiter yang tercatat di Badan Arbitrase Nasional Indonesia sejak tahun 2010. Sementara BANI sendiri hadir di Indonesia sejak 47 tahun yang lalu.

Diceritakan Ahmad Rizal, saat itu, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi sehingga para investor dari negara besar Amerika dll meminta Indonesia menyiapkan UU untuk melindungi investasi mereka.

Di antaranya UU Penanaman Modal, UU Kepailitan dan UU Arbitrase. “Arbitrase itu adalah forum menyelesaikan sengketa alternatif di luar pengadilan,” sahutnya.

Selama ini masyarakat hanya tahu kalau penyelesaian sengketa bermasalah adalah melalui pengadilan.

Ternyata secara internasional PBB sudah menciptakan penyelesaian sengketa khusus komersial bisnis, melalui Arbitrase.

“Kalau pengadilan itu kita sudah tahu panjang urusannya. Dari pengadilan negeri tidak puas ke pengadilan tinggi lalu ke Mahkamah Agung. Lalu ada PK, dll. Yang waktunya kira kira bisa 4-5 tahun baru ada keputusan incraht (berkuatan hukum tetap),” jelas Rizal.

Sementara jika diselesaikan sebagaimana aturan UU No 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, prosesnya paling lama 180 hari atau 6 bulan.

“Dan dinyatakan juga disitu, bahwa keputusan Arbitrase itu sama kuatnya dengan keputusan Mahkamah Agung,” tegas Rizal.

Mantan Komisioner BPH Migas RI itu memberi contoh. Misalnya pembangunan pasar, lalu dalam perjalanan pembangunan terjadi sengketa. Jika diselesaikan lewat pengadilan, maka bisa jadi 5 tahun nanti baru selesai. Itu artinya pembangunan pasar akan terhenti (mangkrak) selama 5 tahun ke depan.

Dengan arbitrase kasus sengketa ini bisa dituntaskan dalam tempo 6 bulan. Pembangunan bisa dilanjutkan lagi setelahnya.

“Nah ini yang banyak orang belum tahu,” seloroh Ahmad Rizal yang sudah menyandang gelar FCBArb (Fellow Certified BANI Arbiter).

Sebagai organisasi Arbitrase tertua di Indonesia, 47 tahun, banyak kasus sengketa bisnis yang diselesaikan BANI.

“Kalau perusahaan luar negeri, BUMN atau perusahaan besar tidak akan memilih ke pengadilan (penyelesaian kasus sengketa). Contoh untuk proyek pembangunan besar di era Presiden Jokowi seperti jalan tol, bendungan, jembatan dan lain lain, diselesaikan dengan cara arbitrase bukan pengadilan. Tujuannya jangan sampai proses pembangunan berjalan mandeg.”

Ahmad Rizal menjadi pelopor hadirnya BANI di Sumsel. Tepatnya di tahun 2007 lalu, saat ia menjabat dua tahun sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sumsel.

“Bisnis di Sumsel ini besar. Ada tambang, perkebunan, perminyakan, dan lain lain. Sementara bagi seorang pengusaha atau direktur korporasi, tujuan yang ingin dicapainya itu profit, kemudian baru keberlangsungan perusahaannya,” tegas Ahmad Rizal.

Tapi tanpa disadari semua keberhasilannya itu, tidak semuanya menjadi profit. Tetapi malah kemudian muncul sengketa.

Adapun sengketa bisnis yang sering dialami perusahaan seperti, proyek tidak selesai, selesai tidak tepat waktu, proyek dengan spek salah, adanya one prestasi, Dll. Maka resiko perusahaan itu tetap ada.

Untuk itu, bagi perusahaan besar bagaimana memanage dalam kontrak kerjanya, pada pasal mengenai perselisihan, mencantumkan penyelesaian melalui Arbitrase.

Diceritakan Ahmad Rizal, seorang Arbiter itu punya keahlian. “Seperti saya di bidang teknik sipil dan perminyakan dengan latar belakang BPH Migas,” sahutnya.

Tapi ada lagi Arbiter ahli tentang satelit, ada ahli asuransi. Tinggal yang bersengketa ini mau milih siapa Arbiternya.

Bentuk sidang Arbitrase, kata Rizal lagi, berbeda dengan pengadilan biasa. Pelaksanaan sidangnya tertutup untuk umum.

Jadi orang yang bisa mengikuti jalannya sidang, adalah direktur perusahaan atau yang berhak di perusahaan tersebut, dengan bersama kuasa hukumnya.

“Di luar itu tidak berhak. Kadang kadang hanya ada 4 orang, 4 dari pihak pemohon dan 4 dari pihak bersengketa.”

Tujuannya tertutup agar persoalannya tidak melebar kemana mana. Misalnya tadinya hanya persoalan pembayaran yang tidak sesuai, tapi karena sidang terbuka, ada komentar dari pihak ketiga hingga menimbulkan masalah baru antara kedua belah pihak.

Dengan sidang tertutup hal seperti ini tidak akan terjadi.

Selain itu untuk objek sengketa di luar negeri, juga bisa diselesaikan lewat Aribitrase di Indonesia.

“Kita juga membuat keputusan di Palembang sementara objeknya di luar negeri, bisa digunakan,” ujar Rizal.

Keuntungan lain penyelesaian kasus sengketa bisnis melalui Arbitrase yaitu, BANI itu bisa menyelesaikan kasus melalui Badan Adhoc.

Ahmad Rizal sendiri beberapa kali menyelesaikan kasus dengan Badan Adhoc.

“Saya pernah tunggal waktu itu. Arbiter juga, adhoc juga. Jadi memutuskan sendiri. Biasanya untuk kasus yang tidak terlalu besar. Dan itu ada undang undangnya,” katanya lagi.

Nah lantaran menyelsaikan sendiri, maka budgetnya juga dihitung sendiri. Misalnya ruang sidang, akomodasi termasuk tiket pesawat hotel dan lain lain. Dan anggaran ini disepakati kedua belah pihak yang bersengketa.

“Biasanya untuk satu kali sidang butuh dana Rp 10 – 15 juta, untuk biaya hotel/bussines center (sebagai ruang sidang), tiket pesawat tempat dimana lokasi perusahaan ada, akomodasi dan lain lain,” kata Rizal yang sudah sering menggunakan hotel hotel di Palembang sebagai ruang sidang.

Dalam ruang sidang juga tidak boleh ada orang lain, kecuali kedua pihak yang bersengketa dan arbiternya. Kalaupun ada sekretaris, maka nama sekretaris harus dimasukkan dalam putusan sidang.

Keputusan yang dihasilkan dalam persidangan Arbitrase tersebut akan didaftarkan di tempat pengadilan yang kalah.

“Kadang ada juga klient yang minta sidang dilakukan di Bali. Tidak apa asalkan kedua belah pihak berselisih sepakat, bisa dilakukan,” kata Rizal yang mengaku selalu memutuskan hasil perkara dalam tempo singkat, maksimal 3 bulan saja. Dan sejauh ini semua keputusan yang ia buat tidak pernah digugat oleh pihak yang bersengketa.

“Saya pernah menyelesaikan sengketa besar tahun 2022 senilai proyek ratusan triliun dengan nilai sengketa Rp2 trilun, hanya dalam tempo 3 bulan,” katanya. (*)

Teks: maya