Perdagangan Bayi, Kejahiliyahan Abad ini

Oleh: Yulianah Hazalni (Aktivis dakwah muslimah)

SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG – Masyarakat Yogyakarta gempar. Pasalnya, terungkap kasus pidana perdagangan bayi di lakukan oleh dua perempuan yang berprofesi sebagai bidan. Banyaknya laporan dari masyarakat membuat polisi akhinya menindaklanjutinya dengan mendatangi lokasi yang digunakan kedua tersangka melakukan aksinya.

Sejak tahun 2010, keduanya telah berhasil menjual sekitar 66 bayi. Kedua bidan itu mematok tarif yang berbeda untuk setiap bayi yang diperjualbelikan.

Aksi tersebut dilakukan di klinik yang mereka kelola, yakni Rumah Bersalin Sarbini Dewi daerah Tegalrejo kota Yogyakarta (CNN.Indonesia,14/12/24).

Dampak Sistem Sekuler Kapitalisme

Kasus jual beli bayi sama halnya dengan perdagangan anak. Kasus jual beli bayi pada 2023 mencapai 59 kasus. Kasus perdagangan bayi yang banyak terjadi saat ini disebabkan berbagai hal.

Bisa terjadi karena adanya pergaulan bebas yang sudah merajalela, seperti saat ini. Bisa juga terhimpit oleh keadaan ekonomi dan terkikisnya hati nurani, serta pergeseran nilai kehidupan.

Faktor-faktor yang mendorong sering terjadinya jual beli bayi dan anak, yaitu kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan. Kondisi ini kadang kala memicu seseorang berbuat kriminal. Kondisi kurangnya lapangan pekerjaan, makin sulitnya kondisi ekonomi yang dihadapi serta berbagai bahan pokok yang naik melambung tinggi memperparah keadaan masyarakat.

Banyak perusahaan memperkerjakan orang asing di negara sendiri dan mempersulit lowongan kerja bagi masyarakat.

Bahkan, ada yang mengenakan bayaran sebagai pendukung untuk mendapatkan pekerjaan yang jumlahnya tidaklah sedikit. Bagi yang tidak mampu, maka mereka tidak bisa mengikuti prosedur yang sudah di tentukan oleh perusahaan.

Akibatnya, banyak yang menjadi pengangguran yang mengakibatkan banyak terjadi perbuatan yang kriminal.

Dari sisi sosial, pergaulan bebas saat ini sudah menyebar mempengaruhi pemikiran para remaja. Pergaulan bebas tidak menjadi hal yang memalukan lagi bagi mereka.

Banyak generasi kita yang terjebak arus liberalisasi dalam berperilaku, seperti zina atau seks bebas, hingga mengakibatkan hamil di luar nikah.

Akibatnya, mereka yang mengalami kehamilan memilih untuk menggugurkan bayinya (aborsi), membuang bayi yang baru dilahirkan, menaruhnya di panti asuhan, bahkan sampai ada yang menyerahkannya di tempat-tempat yang mau merawat bayi yang terbuang.

Padahal bayak orang-orang di luar sana yang kesulitan dalam mendapatkan keturunan. Akan tetapi, karena pergaulan bebas yang bayak terjadi, banyak orang yang menyia-nyiakan, bahkan ada yang membuang dan membunuh bayi yang baru dilahirkan.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, sejak 2020 hingga Juni 2021, ada 212 kasus pembuangan bayi yang terlaporkan.

Sekitar 80 persen di antaranya, ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa. Ini bukti bahwa merebaknya seks bebas dapat memicu tindakan kriminal.

Dari sisi empati dan nurani, sistem skularisme banyak menjauhkan masyarakat dari aturan agama. Masyarakat menjadi individualis dan minim empati. Mereka menganggap kehidupan tidak disangkutpautkan dengan agama.

Kriminalitas banyak terjadi dalam rumah tangga, misalnya ayah memperkosa anak kandung, anak membunuh orang tua, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Dari sisi pergeseran nilai, pacaran tidak dipandang sebagai kemaksiatan. Demikian juga berzina tidak lagi dianggap dosa besar. Lebih parahnya, asalkan tidak hamil dan merugikan orang lain, zina atau seks bebas dianggap sebagai kebutuhan biologis yang harus dipenuhi.

Nilai-nilai sekuler inilah yang menjadi standar kehidupan sosial masyarakat, bahkan dianggap lumrah.

Kebijakan politik ekonomi hanya mementingkan keuntungan elit tertentu. Berbagai kebijakan sistem sekuler kapitalisme menyebabkan permasalahan makin pelik. Berbagai tarif layanan publik naik, harga bahan pokok melambung tinggi, cari kerja sulit, dan pengangguran meningkat. Itulah yang menyebabkan bertambahnya angka kemiskinan di negeri ini yang menjadikan masyarakat makin sulit memenuhi standar hidup yang layak.

Bagaimana Hukum Islam Mengatasinya?

Memperjualbelikan bayi hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Fenomena ini sekaligus menunjukkan rusaknya masyarakat pada tingkat kerusakan yang hebat. Ada hadits sahih yang menjelaskan keharaman jual beli manusia merdeka (bukan budak).

Rasulullah Saw telah bersabda dalam sebuah hadits qudsi:

“Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Ada tiga golongan yang Aku (Allah) akan menjadi lawan mereka pada Hari Kiamat nanti; seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku lalu berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasilnya, dan seorang yang mempekerjakan seorang pekerja (lantas) ketika pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang itu tidak membayar upahnya.” (HR. Muslim: no 2114).

Alasan apapun tak dapat membenarkannya, misalnya ibu si bayi sedang dililit kesulitan ekonomi, atau harga penjualan itu hanya untuk biaya persalinan, dan sebagainya.

Semuanya adalah alasan batil yang tidak ada nilainya sama sekali dalam pandangan syariah Islam. Berdasarkan dalil tersebut jelas haram memperdagangkan bayi, seperti yang terjadi pada masa sekarang. Sebab, bayi pada masa sekarang hakikatnya adalah orang merdeka bukan budak.

Perdagangan bayi yang banyak terjadi saat ini menunjukkan rusaknya masyarakat karena 3 hal. Pertama, masyarakat terbukti makin lemah imannya, tak peduli lagi halal haram. Yang diutamakan hanyalah kebebasan, kesenangan sesaat, memenuhi nafsu, serta materi saja, walaupun harus melanggar syariah islam. Kedua, masyarakat makin sedikit menerapkan adab belas kasih kepada sesama manusia, karena memperlakukan manusia tak lebih dari sekedar barang dagangan lainya.

Namun, perlu diingat bahwa sikap lemah akan iman dan anti-kemanusiaan itu tak tumbuh dengan sendirinya di masyarakat muslim. Kedua nilai itu hanya dapat tumbuh subur dalam masyarakat demokrasi-sekuler seperti yang ada saat ini.

Karena itu, solusi untuk perdagangan bayi tidaklah cukup dengan penegakan hukum kepolisian dan aparat hukum lainnya, melainkan harus dilakukan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Perubahan dari masyarakat anti syariah Islam menuju masyarakat Islami yang mengutamakan nilai-nilai kebajikan berdasarkan syariah Islam, serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. (*)