Dewan Tolak Revisi Perda RTRW, Ini Penjelasan Walikota

SWARNANEWS.CO.ID,PAGARALAM | Peraturan daerah (Perda) Pagaralam Nomor 07 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) tak jadi direvisi tahun ini. DPRD Pagaralam menolak usulan revisi yang diajukan Pemkot itu. Penolakan ini pun dianggap akan berdampak dengan pembangunan.

Penolakan itu disampaikan DPRD dalam sidang paripurna pada Desember 2020. Alasannya muatan revisi Perda RTRW yang diusulkan Pemkot melampaui batasan 20 persen. “Kami mengacu dengan Permen ATR/BPN nomor 06 tahun 2017,” ujar anggota Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Pagaralam, Abdul Fikri Yanto SThI MAg, dihubungi, Kamis (7/1/2020).

Permen ATR/BPN 06 tahun 2017 mengatur tentang tata cara peninjauan kembali RTRW. Fikri mengutip pasal 20 ayat 2. Bunyinya kurang lebih adalah Perda dapat diubah jika muatan rencana yang berubah kurang dari 20 persen. “Inilah subtansinya,” ucapnya.

Maka ia menambahkan, lebih baik Pemkot mengajukan usul pencabutan Perda lama dan menggantinya dengan Perda baru.

Walikota Pagaralam, Alpian maskoni SH hadir saat dewan menyampaikan keputusannya menolak usulan revisi Perda RTRW itu. Kepada wartawan, Alpian bercerita tersenyum ketika mendengar keputusan itu. Ia tak habis pikir, dewan bisa menolak Perda yang begitu penting bagi pembangunan untuk masyarakat tersebut. “Alasan mereka menolak tidak logis,” ujarnya.

Alpian menjelaskan, proses untuk merevisi Perda RTRW itu sudah dimulai sejak 2018 lalu. Saat itu Pemkot membentuk tim untuk mengkaji revisi. Hasil kajian ini menyebutkan bahwa revisi bisa dilakukan. Pemkot lalu meminta rekomendasi kepada Gubernur Sumsel dan Kementerian ATR/BPN.

Hasilnya lanjut Alpian, pada 2020 gubernur dan Kementrian ATR/BPN memberikan rekomendasi kepada Pemkot untuk merevisi Perda RTRW.Atas dasar itulah Pemkot kemudian membentuk draf Perda RTRW yang kemudian diusulkan kepada DPRD Pagaralam.

“Kalau memang muatan revisi lebih dari 20 persen, Kementerian ATR pasti tidak akan memberikan rekomendasinya. Kan logika berpikirnya seperti itu,” jelas Alpian.

Semestinya, lanjut Alpian, kalau memang muatan revisi dianggap lebih dari 20 persen, dewan dapat meminta Pemkot untuk sama-sama mengkaji. Supaya muatan revisi tidak lebih dari 20 persen.

“Sebab fungsi dewan salahsatunya adalah legislasi,” ucapnya. Sejauh ini, Kak Pian berkeyakinan muatan isi revisi masih kurang dari 20 persen.

Maka Alpian memandang, penolakan itu lebih bernuansakan politis. Ini setelah ia membahas alasan penolasan dengan ahli hukum. Namun Fikri membantah pandangan ini. Ia mengatakan, Bapemperda melakukan pembahasan secara maraton selama satu bulan. Artinya keputusan diambil berdasarkan berbagai pertimbangan.

“Kami juga sudah berkonsultasi dengan tenaga ahli di Jakarta,” katanya pula. Toh ia mengakui bahwa Perda RTRW perlu direvisi karena termasuk aturan strategis.

Alpian mengatakan, saat ini pihaknya belum berpikir ke arah sana. Sebab mengajukan Perda baru membutuhkan waktu yang lama.

“Kalau tahun ini diusulkan, berarti tahun depan baru bisa direvisi,” ucapnya.

Pihaknya juga akan mengkaji revisi Perda ini dengan UU Cipta Kerja atau omnibus law.

Rencana pembangunan kawasan industri tak bisa jalan, kata Alpian, lantaran belum diakomodir dalam Perda RTRW lama. Belum ditambah pembangunan kawasan wisata dan usaha dari investor, tak bisa jalan. “Contoh lain lagi, galian C di Endikat. Itu belum diakomodir dalam Perda RTRW yang lama,” katanya.

Sementara itu praktisi hukum Yogi Pebriansyah SH MKn mengatakan, alasan penolakan yang dikemukan dewan kurang tepat. Sebab, sebelum mengajukan usulan, Pemda sudah melakukan kajian dengan melibatkan banyak pihak. Artinya sudah ada runtutan tahapan yang sudah dilalui.

“Yang mesti dipahami bahwa, revisi Perda RTRW adalah kewenangan kepala daerah,” ucapnya saat dimintai pendapatnya, Kamis (8/1/2021).

Yogi sepakat dengan alasan Pemkot Pagaralam yang mengajukan usulan revisi Perda RTRW. Sebab katanya, revisi memang  harus mengakomodir perubahan zaman. “Misalnya tentang perluasan pemukiman penduduk di satu tempat. Tak bisa dilakukan kalau tempat itu belum diakomodir dalam Perda RTRW,” pungkasnya.

Teks : Reri Alfian
Editor : Sarono PS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *