Ini Mengapa Perusahaan Obat Banyak Pakai Gelatin dari Babi

SWARNANEWS.CO.ID,   JAKARTA | Cangkang kapsul ramai diberitakan terkait pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan baru-baru ini mengenai suplemen mengandung DNA babi. Penemuan DNA babi berhasil ditelusuri setelah dilakukan analisis berbasis asam nukleat.

Kepala Laboratorium UI Halal Center, Amarila Malik, mengatakan gelatin merupakan suatu protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat putih, dan tulang hewan.

Dalam industri farmasi, gelatin digunakan dalam pembuatan kapsul lunak dan kapsul keras, tablet, granul, suplemen makanan, dan sebagai penyalut bagi produk-produk obat.

“Sumber gelatin dapat berasal dari mamalia seperti sapi dan babi juga dari unggas dan ikan. Namun, paling sering digunakan adalah gelatin yang berasal dari sapi atau babi,” ujarnya kepada wartawan,  Jakarta, Kamis (1/2).

Amarila dan tim riset bioteknologi farmasi menjelaskan proses pembuatannya, gelatin terbagi menjadi dua tipe yaitu gelatin tipe A dan gelatin tipe B.

Gelatin tipe A umumnya dibuat dari kulit hewan muda (seperti kulit babi) dengan cara direndam dalam larutan asam sehingga proses pelunakannya dapat terjadi lebih cepat. Sedangkan gelatin tipe B umumnya dibuat dari kulit atau tulang sapi dengan cara direndam dalam larutan basa.

Secara ekonomis, gelatin tipe A lebih disukai dibandingkan dengan gelatin tipe B. Gelatin yang direndam dalam larutan asam (gelatin tipe A) membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu 3-4 minggu dibandingkan dengan gelatin yang direndam dalam larutan basa (sekitar 3 bulan).

Gelatin tipe A juga tidak memerlukan larutan pencuci yang banyak dan prosesnya lebih singkat. Namun, di Indonesia gelatin tipe A yang berasal dari babi memiliki permasalahan terkait dengan status non-halalnya.

Dengan cara pembuatan gelatin lewat ekstraksi dengan menggunakan suhu tinggi, sterilisasi, dan pengeringan, serta tak terstandardisasi, maka ini menimbulkan dampak  jumlah materi yang dapat dianalisis untuk mengetahui sumber asalnya menjadi sekelumit karena amat terdegradasi.

Degradasi gelatin menyebabkan kesulitan tersendiri dalam identifikasi spesies asal gelatin berbasis protein gelatin.

Namun, karena gelatin berasal dari jaringan hewan seperti kulit dan tulang, maka di dalam gelatin tersebut masih mengandung asam nukleat DNA yang terbawa pada saat proses pembuatan.

“Sekelumit asam nukleat DNA ini dapat dimanfaatkan untuk analisis gelatin sehingga dapat diketahui asal spesies gelatin yang digunakan,” ungkapnya.

Untuk menganalisis gelatin berbasis asam nukleat, beberapa gen khas telah banyak diuji cobakan dan telah dilaporkan dapat berhasil digunakan untuk mendeteksi spesies sumber gelatin, antara lain gen sitokrom (cyt b), gen 12S rDNA dan gen 16S rDNA.

Pemanfaatan gelatin di masyarakat

Awal produksi komersial dari gelatin dimulai di Belanda sekitar tahun 1685, diikuti dengan Inggris sekitar tahun 1700. Produksi pertama komersial gelatin di Amerika Serikat berada di Massachusetts pada 1808.

Gelatin merupakan substansi penting yang dapat diaplikasikan dalam makanan, obat-obatan, dan industri fotografi serta keperluan teknis lainnya seperti pembuatan kertas dan kosmetika.

Berdasarkan komposisi asam amino, gelatin menunjukkan kaya akan residu asam amino glisin (hampir selalu terdapat 1 dalam tiap 3 residu), prolin, dan hidroksiprolin.

Glisin terdapat sekitar 33 persen dari total residu asam amino, sedangkan prolin dan hidroksiprolin sekitar 22 persen.

Penelitian dua jenis gelatin asal mamalia, yaitu sapi dan babi menyatakan, kedua sumber mempunyai komponen penyusun yang berbeda berat molekulnya dan bervariasi antara 10 kilo Dalton sampai 400 kilo Dalton.

“Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara berat molekul dengan kekuatan gel gelatin dengan titik isoelektrik dan titik leleh yang tinggi. Gelatin babi dan sapi adalah yang paling banyak dimanfaatkan, salah satunya adalah karena karakteristik tersebut,” ungkapnya.

Namun, penggunaan kedua gelatin tersebut banyak menjadi perdebatan di masyarakat karena terkait masalah sosiokultural dan kesehatan terutama di kalangan umat muslim, hindu, dan vegetarian.

Misalnya gelatin yang berasal dari sapi dilarang untuk dikonsumsi oleh umat Hindu, sedangkan gelatin yang berasal dari babi haram bagi umat Muslim, serta makanan mengandung hewan dilarang bagi vegetarian.

Pada aspek kesehatan, wabah sapi spongiform encephalopathy (BSE) atau dikenal sebagai penyakit sapi gila di Eropa pada tahun 2003 sampai 2006 telah mengakibatkan adanya pembatasan penggunaan gelatin sapi dalam produk makanan.

Gelatin babi dan sapi pada produk farmasi juga berisiko menyebabkan alergi pada pasien yang alergi terhadap gelatin.

Sifat unik hidrokoloidal gelatin membuat gelatin sesuai diaplikasikan di berbagai industri makanan. Penggunaannya secara umum dapat digolongkan menjadi empat, yaitu konfeksioneri, jelly (untuk membuat tekstur creamy, pengurangan lemak, dan rasa di mulut), produk susu (sebagai stabilisator dan pembuat tekstur), dan produk daging (menghasilkan kemampuan mengikat air).

Perkembangan penggunaan gelatin bahkan dianggap sebagai makanan sehat karena kandungan protein dan asam amino yang tinggi sehingga banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan.

Pada industri farmasi, gelatin paling banyak digunakan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul keras maupun lunak, dan pula untuk tablet seperti pelapis (coating) tablet, granulasi, dan enkapsulasi.

Kapsul gelatin biasanya digunakan untuk mengenkapsulasi berbagai jenis bahan suplemen dan obat-obatan, dan penggunaannya di industri makanan pun meningkat karena bahan yang dienkapsulasi dapat terlindung dari kelembaban, panas, atau kondisi ekstrem sehingga dapat mempertahankann stabilitas bahan. Selain berasal dari mamalia, gelatin dapat pula diperoleh dari ikan, yaitu dari kulit dan tulang ikan.

Editor: Sarono PS

Sumber: Republika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *