Oleh: Endang Rahayu
Pemerhati Daerah Sungsang
SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG – Jalan poros di Desa Marga Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin tiba-tiba ambruk saat jalan sedang ramai orang yang membeli sarapan. Akibatnya, beberapa warga mengalami luka-luka dan salah satunya harus dilarikan ke rumah sakit besar di Kota Palembang.
Jalan yang telah berumur lebih dari 20 tahun tersebut telah banyak mengalami lubang di beberapa lokasi. Belum sempat diperbaiki, jalanan justru memakan korban (tribunsumsel.com, 15/4/25).
Jalan rusak masih menjadi permasalahan utama perihal transportasi di Indonesia. HIngga Maret 2024, panjang jalan rusak di Indonesia mencapai 62.435 km dan 127.387 km masuk dalam kategori rusak berat.
Padahal, permasalahan jalan rusak ini sangat berdampak pada efektivitas distribusi barang ke daerah-daerah. Mobilitas komoditas ekonomi menjadi terhambat yang akhirnya berdampak pada harga barang dan kelangkaannya.
Lebih buruk lagi, jalan rusak bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan menimbulkan korban jiwa. Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Segijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat mengatakan bahwa pada musim hujan akan ditemukan makin banyak jalan rusak. Beberapa kecelakaan terjadi karena pengendari menghindari lubang.
Menurutnya, warga yang terdampak jalan rusak punya peluang untuk menuntut haknya sesuai wewenang jalan. alan nasional wewenangnya Ditjen Bina Marga Kemen-PUPR, jalan provinsi wewenangnya Pemerintah Provinsi, dan jalan kota atau kabupaten wewenangnya Pemkot atau Pemkab (kompas.com, 15/4/25).
Jalan Berkeselamatan
Perkara jalan rusak telah lama menjadi masalah yang tak kunjung selesai. Proyek demi proyek dilaksanakan, tetapi jalanan rusak tetap ada. Beberapa faktor yang menyebabkan jalan rusak adalah beban berlebih, mutu jalanan, dan kondisi topografi.
Di Sungsang misalnya, jalanan yang menghubungkan desa wisata Sungsang dan Jalan Tanjung Api-Api baru beberapa bulan terakhir mengalami perbaikan, itupun disinyalir karena adanya proyek strategis nasional Tanjung Carat yang berlokasi dekat dengan Desa Sungsang.
Adapun Desa Sungsang merupakan wilayah padat Penduduk yang sekitar 80 persen warganya tinggal di atas air.
Wajar jika warga sangat membutuhkan akses jalan yang aman karena sebagian besar aktivitas mereka dilakukan di atas air.
Desa ini merupakan daerah dengan potensi ekonomi berupa hasil laut dan ekowisata Mangrove. Akan tetapi, apakah potensi ini benar-benar diperhitungkan untuk kebaikan masyarakat?
Keadaan ini tentu miris, mengingat kita melihat ingar bingar pembangunan infrastruktur sebagai megaproyek yang luar biasa.
Kereta cepat Jakarta-Bandung, IKN, dan berbagai proyek infastruktur megah bisa dilakukan. Sementara pembangunan jalan yang hanya 15 meter harus menunggu jatuhnya korban. Adapun setelah jatuh korban, ramai-ramai pejabat daerah dan politikus memberikan perhatian.
Semua sebab-sebab di atas bermuara pada peran negara yang harusnya menjadi pelayan rakyat dan pihak yang memenuhi kebutuhan akan jalan yang selamat.
Bukan hanya memenuhi kepentingan korporasi. Berbagai kasus kecelakaan yang menimpa warga, karena jalan rusak menggambarkan abainya negara dalam memenuhi kebutuhan keamanan jalan.
Pemerintah terkesan menunggu jalan tersebut memakan korban baru kemudian dilakukan perbaikan. Padahal, kerusakan telah terjadi beberapa lama sebelumnya.
Peran Negara
Negara yang dipimpin oleh seorang penguasa memiliki tanggung jawab besar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tanggung jawab itu tidak hanya datang dari urusan yang sudah viral. Bahkan, penguasa harusnya khawatir pada berbagai urusan yang menimpa rakyat tetapi tak diketahui oleh penguasa.
Umar Bin Khattab memberikan contoh nyata tentang penguasa yang sangat khawatir pada jabatannya.
Umar selalu melakukan patroli setiap malam di sekitar Kota Madinah. Ketika ditanyakan alasan perbuatannya itu.
Umar menuturkan “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?”
Maka, seorang penguasa tak boleh lalai. Seseorang yang menjadi korban jalan rusak di sudut desa di Pedalaman Sumatera akan menjadi saksi di hadapan Allah mengenai kelalaian penguasa hari ini.
Kesadaran mengenai tanggung jawab ini akan mendorong penguasa untuk mencari cara menyelesaikan urusan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat agar menjadi prioritas.
Islam telah memberikan rambu-rambu dan petunjuk bagi para penguasa agar melaksanakan syariat, seperti yang diperintahkan Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Ketaatan penguasa pada syariat Islam akan mengantarkan negara pada kesejahteraan dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat, terutama hal vital seperti infrastruktur jalan dan trasnportasi.
Sebab, syariat Islam mencakup semua hal yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan tadi, misalnya dari sisi sistem ekonomi Islam, sumber pemasukan dan pos pengeluaran, semua sudah diatur di dalam Islam.
Penguasa yang salih dan sistem pemerintahan Islam merupakan kombinasi ketaatan yang akan mengantarkan pada kesejahteraan. Ketaatan pada syariat bukan hanya membuat tercapainya keselamatan di dunia, tetapi juga keselamatan di akhirat kelak. (*)