Nasib PPPK tak Kunjung Jelas, Birokrasi menjadi Alasan

Oleh: Miatha D. Koswara, A.md
(Aktivis, Pengamat Kebijakan Publik)

SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG –
PPPK adalah singkatan dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. PPPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang direkrut berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. PPPK juga Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah memenuhi syarat tertentu sebelum diangkat menjadi pegawai pemerintah.

Kebahagiaan tak terkira, mungkin itulah perasaan bagi setiap tenaga honorer yang telah dinyatakan lulus tes PPPK dan akan segera dilakukan pelantikan. Cita-cita yang telah dipupuk sekian lama sejak seseorang memutuskan mengambil pilihan menjadi tenaga honorer akhirnya terwujud.

Menjadi seorang ASN yang setia mengabdi kepada Negara, memberikan semua pelayanan yang terbaik bagi masyarakat dan melaksanakan kebijakan Pemerintah , telah menjadi daftar panjang yang sudah disiapkan oleh PPPK ketika pelantikan sudah dilaksanakan.

Namun harapan tinggal harapan, kenyataan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pelaksanaan pelantikan PPPK ini tidak berjalan dengan baik, contohnya saja di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan sampai saat ini masih ada puluhan PPPK yang belum dilantik. Padahal menurut Kepala Badan Kepegawain Negara (BKD) Sumsel jumlah PPPK formasi 2022 yang dilantik sudah mencapai 6.580 orang, dan ribuan PPPK yang dilantik telah disebar di seluruh daerah di Sumsel.

Lantas, mengapa masih ada PPP3K yang belum dilantik? Seperti yang telah dikutip dalam tribunsumsel.com (31/8/2023), puluhan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Ogan Komering Ilir (OKI) demo menggeruduk kantor Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) dan rumah pribadi Bupati OKI. Demo PPPK ini mendesak segera dilantik setelah dinyatakan lulus dan telah mengantongi Surat Keputusan (SK) sejak Juni 2023 lalu.

Bisa dibayangkan banyaknya waktu yang terbuang akibat ketidakjelasan kapan waktu untuk dilaksanakan pelantikan bagi PPPK tersebut. Tentu saja ini merugikan, karena pastinya mereka tidak akan menerima haknya sesuai dengan waktu setelah dinyatakan lulus. Impian mendapatkan gaji yang lebih besar dari sebelumnya sudah di depan mata pun masih abu-abu kejelasannya.

Salah satu kendala pelantikan PPPK tersebut karena pihaknya masih menunggu penetapan NIP dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Birokrasi mendapatkan NIP ini sungguh sangat lambat hampir memakan 2-3 bulan. Hal ini menandakan tidak adanya kerjasama yang baik antara Pemerintah Pusat dan Provinsi.

Bila dibandingkan dengan birokrasi untuk pihak swasta maupun asing dalam hal investasi sangat jauh berbeda. Untuk investor, berbagai kemudahan birokrasi diberikan, mulai dari perizinan sampai dengan pelaksanaan. Padahal pemerintah seharusnya menjadi pelayan rakyat bukan pelayan korporasi.

Islam Tidak Mengenal Istilah Honorer

Perlu kita ketahui, di dalam Islam kemampuan negara menyejahterakan rakyat tidak usah diragukan lagi. Sebab, wajib bagi negara menciptakan lapangan pekerjaan untuk setiap individu masyarakat yang berada dalam naungannya.

Khalifah memahami dengan benar hadist Rasulullah saw., “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hal memenuhi hak pembayaran atas pekerjaan pun, penguasa Islam tentunya sudah mengetahui bahwa hal tersebut dilarang oleh Allah swt. Haram hukumnya menangguhkan gaji pekerja tanpa alasan yang syar’i. Hadist Rasulullah SAW, “Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman” (HR Bukhari Muslim).

Rekrutmen pegawai negara dalam Islam tidak mengenal istilah honorer karena pegawai negara akan direkrut sesuai kebutuhan riil negara untuk menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan dalam jumlah yang mencukupi.

Semua pegawai negara dalam Islam digaji dengan akad ijarah, dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaan. Seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, gaji para pegawai negara hingga ada yang mencapai 300 dinar (1275 gram emas) atau setara Rp114.750.000. Luar biasa, nominal yang sangat fantastis. Wajar sekali kehidupan rakyat pada masa itu sangat sejahtera dan berkah.

Birokrasi Islam Memudahkan

Struktur administrasi dalam sistem Islam tegak atas tiga prinsip. Pertama, birokrasi yang mudah (efektif dan efisien), tidak berbelit-belit ataupun bertele-tele. Kedua, cepat dalam penanganan. Ketiga, kemampuan dan kapabilitas orang-orang yang menangani urusan-urusan rakyat. Dengan tiga prinsip ini, rakyat akan mendapatkan layanan sebaik mungkin.

Rakyat tidak dipersulit untuk memperoleh haknya. Segala hak rakyat akan ditunaikan karena para penguasa Islam merupakan orang-orang yang bertakwa. Mereka takut akan murkanya Allah Taala. Mereka takut apabila ada rakyatnya yang terzalimi kemudian menuntut di pengadilan akhirat. Walhasil, mereka menjadi penguasa yang memudahkan urusan rakyatnya, tidak mempersulit.

Tidak akan ada kekhawatiran masyarakat jika hidup dalam pandangan Islam karena kehidupan mereka terjamin dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang diciptakan oleh negara.  Negara tidak akan menganggap rakyat sebagai beban, melainkan negara berkewajiban menanggung semua beban rakyat, sebagai bentuk kewajibannya menjadi penguasa dihadapan Allah swt.
Wallahualam bi sawab. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar