Percepat Digitalisasi, Akankah Menjawab Minimnya Literasi?

Oleh: Sumiati (Aktivis Dakwah Muslimah)

SWARNANEWS.CO.ID, PALEMBANG – Di dalam Islam, menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Orang yang berpengetahuan juga mendapat posisi yang tinggi di sisi Allah Swt.

Dengan ilmu, seseorang dapat mempelajari manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dengan begitu ia makin dekat kepada Sang Pencipta.

Ia pun dapat memanfaatkan ilmunya secara efektif untuk memberikan kemaslahatan bagi umat manusia di berbagai bidang. Seperti pertanian, teknik, kedokteran, farmasi, dan astronomi. Karena itulah pendidikan menjadi salah satu perhatian utama para penguasa di masa pemerintahan Islam.

Namun, berbeda dengan pemerintahan di masa sekarang yang memosisikan pendidikan hanya berdasarkan kepentingan dan asas manfaat bagi segelintir kelompok.

Seperti yang saat ini sedang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Ogan Komering ulu (OKU) Timur, Sumsel yang telah mengajukan dua sekolah sebagai kandidat Sekolah Rujukan Google Indonesia pada tahun 2024.

Adapun dua sekolah tersebut, yaitu SD Islam Terpadu At taqwa Belitang dan SMP Negeri 1 Belitang.

Sekolah Rujukan Google ini merupakan salah satu program unggulan Disdikbud OKU Timur, tentunya dalam rangka percepatan penerapan digitalisasi di sekolah.

Perhatian negara terhadap pendidikan saat ini makin tidak karuan, di saat yang sama di mana masih banyak anak anak yang belum mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak.

Bahkan masih banyak anak-anak yang tidak bisa bersekolah karena tidak memiliki biaya alias tidak mampu.

Pemerintah seharusnya lebih fokus pada daerah-daerah yang sama sekali belum tersentuh bantuan dalam bidang pendidikan, contohnya masih banyak anak-anak usia sekolah yang harus belajar di ruang terbuka dan tidak memiliki ruang kelas karena bangunan sekolah mereka sudah tidak bisa dipakai bahkan ada yang sudah roboh.

Pendidikan yang diterapkan dengan cara beradaptasi dengan transformasi digitalisasi bukanlah hal yang tepat, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai kemaslahatan bagi para siswa.

Penerapan sistem transformasi digital di tengah sistem pendidikan hari ini, hanya akan menguntungkan beberapa pihak tertentu, seperti para pemilik modal.

Seperti telah diketahui, sistem pendidikan hari ini mengalami banyak permasalahan teknis yang berakar dari asas yang fundamental. Sistem pendidikan di Indonesia dibangun atas asas sekularisme kapitalis.

Asas ini membuat pendidikan dianggap sebagai komoditas ekonomi yang bisa diperjualbelikan dan memberika keuntungan besar.

Pandangan ini membuat pendidikan tidak memiliiki identitas dan hanya berganti-ganti kurikulum dan tidak menyelesaikan masalah yang sebenarnya.

Masalah moral, akhlak, literasi yang rendah, akses terhadap fasilitas pendidikan yang sulit dan seabrek permasalahan lainnya tentu tidak akan terjawab dengan program digitalisasi ini.

Digitalisasi pendidikan tanpa adanya sistem pendidikan yang sahih tidak akan bisa mewujudkan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.

Digitalisasi dalam sistem pendidikan hari ini justru akan menjauhkan para siswa dari nilai-nilai moral yang sudah amat jauh dari generasi sekarang. Inilah dampak dari sistem sekuler.

Dengan asas pendidikan sekuler, digitalisasi hanya akan membuat peserta didik justru mengikuti arus leberalisasi. Demikian juga akan makin sulit terwujud insan yang berkepribadian mulia.

Rendahnya pemahaman agama bersamaan dengan digitalisasi sekolah di daerah akan menjadi pintu masuk bagi penjajah agar lebih mudah untuk mencapai misinya hingga ke pelosok negeri, yaitu misi liberalisasi.

Di sisi lain, negara terbukti gagal mengatasi persoalan pokok pendidikan, yakni fasilitas pendidikan yang tidak merata menyentuh seluruh lapisan masyarakat maupun daerah.

Faktanya, masih banyak ditemukan di daerah-daerah terpencil yang masih kurang dalam hal pelayanan fasiilitas pendidikan, misalnya kekurangan guru, sarana, dan prasarana pendidikan yang kurang memadai serta biaya operasional pendidikan yang minim.

Di dalam Islam, kurikulum pendidikan wajib berlandaskan pada akidah Islam. Mata pelajaran serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikit pun dari asas tersebut.

Politik pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa Islam. Seluruh mata pelajaran disusun berdasarkan atas dasar strategi tersebut.

Tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan.

Metode penyampaian pelajaran dirancang untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tujuan tersebut akan dilarang.

Tsaqofah Islam harus diajarkan di semua tingkat pendidikan. Untuk tingkat perguruan tinggi hendaknya diadakan atau dibuka berbagai jurusan dalam berbagai cabang ilmu keislaman, disamping diadakan jurusan lainnya seperti kedokteran, teknik, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya.

Selain itu, pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang bertujuan untuk mengajarkan rakyat apa yang mereka butuhkan dalam kehidupan mereka.

Dengan itu mereka mampu memperoleh manfaat dan menghindari kemudaratan. Oleh karena itu, negara wajib menyediakan layanan tersebut sesuai dengan kebutuhan hidup mereka, khususnya pendidikan dasar dan menengah yang saat ini menjadi kebutuhan pokok.

Kemudian pendidikan tinggi yang menjadi kebutuhan pokok bagi umat, seperti kedokteran, juga wajib disediakan sebagaimana halnya pendidikan dasar dan menengah secara gratis tanpa bayaran.

Demikianlah sekelumit gambaran politik pendidikan dalam Islam. Digitalisasi adalah bagian dari teknologi yang merupakan alat. baik dan buruknya penggunaannya sangat bergantung pada sistem pendidikan yang akan menggunakan alat tersebut.

Maka, sebelum digitalisasi, peer besar negara hari ini adalah mengadakan sistem pendidikan sahih yang mampu menjawab permasalahan utama pendidikan.

Selanjutnya, negara wajib menyediakan pendidikan secara gratis kepada rakyatnya tanpa memandang agama, suku, ras, dan status ekonomi sosial mereka.

Tunjangan juga diberikan kepada guru guru secara layak. Semua itu adalah buah ketika Islam menjadi dasar politik pendidikan negara. (*)