Wakil Sekjen Propami Boris Sihar Sirait, Penyebab IHSG Anjlok 6 Persen di Gelaran Edukasi Wartawan Diselenggarakan BEI

SWARNANEWS.CO.ID, JAKARTA – Wakil Sekjen Propami (Profesi Pasar Modal Indonesia) Bidang Keanggotaan Boris Sirait memberikan pandangannya terhadap anjloknya Indeks Harga Gabungan (IHSG) pada Selasa 18 Maret 2025.

IHSG pada Selasa siang 18 Maret 2025 pukul 11.45 Wib, tercatat melemah 420,97 poin atau minus 6,58 persen ke level 6.046.

Pandangan tersebut ia sampaikan pada gelaran Edukasi Wartawan terkait Makro Ekonomi dan pengaruhnya terhadap pasar modal Indonesia yang digelar PT Bursa Efek Indonesia (BEI), pada Selasa 18 Maret 2025 secara daring.

“Di bursa-bursa lain hijau kan, tidak merah ya, jadi kemungkinan besar faktor dalam negeri ya, faktor luar/asing tidak ada,” ujar Boris.

Ia juga mengomparasikan pada kondisi indeks di akhir 2024 yang lalu.

Pada saat itu, kondisi IHSG memang merah, seiring dengan kondisi tantangan global yang beragam, dan hampir rata rata indeks mengalami kebakaran.

“Karena kalau kita bicara tahun lalu yang dari September sampai Desember, bukan hanya pasar kita yang turun, tetapi tetangga-tetangga kita turun juga,” ungkapnya.

Namun, Boris mengatakan, mengenai kejelasan faktor domestik yang menyebabkan pasar saham runtuh ini belum bisa dipastikan. Sebab, perlu penelaah lebih dalam melalui data-data yang kredibel.

As always kalau ada sesuatu di capital market kadang-kadang enggak bisa dijelaskan, dan beritanya akan baru bisa dikonfirmasi nanti setelah ada berita resmi. Kalau bicara tahun 2020 pernah juga ada trading halt beberapa kali karena memang masalah Covid-19, itu kan orang sudah tahu dasarnya apa. kalau hari ini kita belum tahu kejadian apa yang membuat ini,” jelasnya.

Boris menekankan, yang jelas ketika terjadi trading halt hingga sebegitu dalamnya, ia menyebut biasanya ada berita-berita berhubungan dengan ekonomi.

“Mungkin baru bisa ketahuan, bisa di hari ini atau besok,” ujar dia.

Saat ditanya apakah sentimen negatif berasal dari kombinasi makro ekonomi faktor domestik, terutama defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang melebar, kasus korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta ketidakpastian regulasi terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang menuai kontroversi di kalangan investor namun ia tak menjawab pasti.

“Biasanya, pasca Lebaran sektor konsumsi memberikan dorongan positif bagi IHSG. Namun, kali ini ada tekanan fiskal yang luar biasa, terutama dari defisit APBN yang lebih besar dari perkiraan. Ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor, karena berpotensi memicu kebijakan pengetatan anggaran yang berdampak pada perlambatan ekonomi,” ujar Boris.

Namun, Boris menepis anggapan bahwa defisit APBN menjadi satu-satunya faktor utama di balik anjloknya IHSG.

Menurutnya, tekanan jual yang besar juga dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran atas tata kelola perusahaan negara setelah mencuatnya skandal korupsi di beberapa BUMN besar.

Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan yang signifikan terhadap saham-saham emiten pelat merah yang selama ini menjadi andalan investor institusi.

“Kasus korupsi di BUMN menciptakan ketidakpercayaan yang besar terhadap emiten-emiten milik negara, yang selama ini menjadi kontributor utama di IHSG. Investor asing melihat ini sebagai sinyal negatif terhadap stabilitas ekonomi Indonesia,” ujar dia.

Selain itu, Boris menyoroti dampak dari pembahasan RUU TNI yang menimbulkan perdebatan politik dan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar.

Menurutnya, polemik mengenai perluasan peran militer di sektor sipil telah menimbulkan ketidakpastian yang bisa berimbas pada stabilitas investasi jangka panjang. (*)