Perizinan Di Daerah Jadi Kendala Investor Timur Tengah

SWARNANEWS.CO.ID, JAKARTA | Perizinan di daerah diduga menjadi salah satu kendala sulit berkembangnya investasi dari negara-negara Timur Tengah dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah dan OKI, Alwi Shihab dalam simposium tentang meningkatkan investasi dari negara Timur Tengah dan OKI di Jakarta, Selasa, mengatakan perizinan di daerah saat ini masih sulit dikendalikan sebagaimana halnya perizinan di pemerintah pusat.

“Di daerah, bupati itu sudah seperti raja sendiri. Saya juga dengar kadang yang mempersulit justru di daerah. Ketemu bupati saja susah, apalagi untuk (urus) izin,” ungkapnya, Selasa (10/09/2019).

Alwi menilai tradisi sulitnya perizinan investasi di daerah itu seharusnya bisa segera diubah. Karena daerah membutuhkan investasi, ada baiknya kepala daerah yang melakukan pendekatan dengan para investor, bukan sebaliknya. “Harusnya bupati itu mendekati investor, bukan dia didekati,” imbuhnya.

Kendala lain yang dihadapi para investor asal negara Timur Tengah dan OKI, lanjut Alwi, adalah rumitnya birokrasi perizinan. “Tadi kita dengar soal perizinan yang bilang sampai harus 100 prosedur. Saya sendiri kurang percaya, tapi ya kita mau cek ini,” katanya.

Masalah lain seperti insentif fiskal bagi investor pun, kata Alwi, juga menjadi sorotan investor Timur Tengah dan OKI. Acting Country Manager Kuwait Petroleum Exploration Company (KUPFEC) Abdullah Al-Shoraian Al-Mutairi menyebutkan ada peluang berkembangnya investasi Timur Tengah dan OKI dengan Indonesia diantaranya dengan meningkatkan insentif fiskal bagi investor.

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang migas, ia juga meminta agar prosedur birokratis atas pengajuan kontrak kerja sama yang tidak dalam sistem gross split. “Terlebih soal langkah-langkah persetujuan pengadaan serta waktu untuk mendapat pengajuan. Serta menyederhanakan izin ekspor,” katanya.

Berdasarkan data BKPM, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, investasi asal Timur Tengah dan OKI hanya sebesar 471 juta dolar AS. Jumlahnya bahkan tidak sampai 1 persen dari total investasi asing di Indonesia yang mencapai 162 miliar dolar AS. (*)

Teks: antara

Editor: maya